14. Bicara Berdua

8 1 0
                                    

Adel pun membuat janji dengan Lydia untuk berbicara berdua setelah sepulang sekolah di halaman belakang. Untuk menepati janji tersebut, Adel pun menyuruh Siska dan Lili pulang terlebih dahulu tanpa menunggunya. Oleh karena itu, tepat di jam sekolah berakhir, Adel dan Lydia bertemu di halaman belakang.

Keduanya saling tatap untuk waktu yang lama. Adel masih saja canggung, beberapa kali menelan ludah. Meskipun Lydia sedang bertubuh dirinya tetapi tetap saja ia paham bahwa gadis itu bisa main tangan kapan saja. Berbeda dengan dirinya sendiri yang merasa segan dan kikuk setiap kali berhadapan dengan situasi demikian.

"Jadi bener ternyata lo di tubuh gue? Lo ngelakuin ritual apa sampai bikin kita bertukar jiwa kayak begini?" Lydia mengutarakan pertanyaan.

"S-Saya gak tau bagaimana ceritanya bisa bertukar jiwa seperti ini." Jelas Adel berbohong. Nada dan gaya bicaranya sudah kembali normal seperti Adel biasanya. Meski tadi ia sempat berbicara kasar pada Lydia yang asli.

"Gue gak peduli lagi sama pertukaran jiwa ini dan gak tau caranya balik. Tapi yang pasti, karena gue Lydia yang asli jadi gue minta hak gue sebagai Lydia. Enak aja lo nikmati hidup sebagai gue tanpa bagi-bagi. Gue gak mau, ya, hidup tersiksa dalam kemiskinan." Lydia berkata sambil mengulurkan tangan sebagai tanda meminta uang.

Memang benar, yang banyak dan penampilan rapi dari pakaian bersih dan mahal yang dikenakan Adel saat ini adalah karena dirinya berubah menjadi Lydia. Ini sama saja dengan ia yang telah merebut hak Lydia, bukan? Mau tidak mau, Adel pun mengalah. Sifat submisif yang memang sudah mendarah daging dalam dirinya membuat ia tidak bisa melawan sifat dominan Lydia.

Maka dari itu, ia segera merogoh kantong seragamnya dan menyerahkan uang saku hariannya pada Lydia. Jumlah uang itu sangat banyak, bahkan setelah banyak jajan di kantin pun tak membuat uang itu habis. Adel sedikit merasa heran apa yang selama ini Lydia lakukan dengan uang sebanyak itu sebagai jatah saku untuknya sekolah. Jika hanya untuk makanan, jelas itu sudah lebih dari cukup.

"Tolong, meskipun kamu sekarang jadi saya, tapi saya minta jangan bersikap buruk sama ibu saya." Adel bersuara.

Lydia terkekeh. "Gue gak sejahat itu juga kali sampai mau ngelakuin hal buruk ke orang tua."

Adel pun tersenyum mendengar hal itu. Sifat buruk Lydia selama ini membuatnya khawatir pada ibu aslinya di rumah. Sempat terlintas pikiran buruk kalau saja Lydia berlaku tidak baik terhadapnya. Ia bersyukur karena Lydia menjawab dengan hal demikian.

"Syukurlah. Saya seneng dengernya. Saya juga gak tau gimana caranya balik ke tubuh saya yang asli. Tapi saya cuma mau minta tolong, selama kita bertukar jiwa, jadilah Adel yang baik un–"

"Haha! Jadi Adel? Jadi Adel yang degil, kumal, lusuh, dan jelek kayak gini maksudnya?" Ucapan Lydia tetap menohok meskipun saat ini terlihat seperti sedang mengejek diri sendiri.

"Mau bagaimanapun kamu sekarang adalah Adel." Adel berucap dengan nada lebih tinggi.

"Gue sadar akan sesuatu. Kalau sesungguhnya lo bisa aja jadi cantik kalau lo mau. Jadi, gue mah ogah banget jadi Adel yang versi lo sebelumnya. Makanya gue butuh duit buat jadi Adel versi yang baru," jelas Lydia.

Adel tidak mengerti dengan ucapan Lydia tersebut. "M-Maksudnya apa, ya?"

"Lo goblok apa gimana, sih? Coba deh lo berkaca di cermin–oh tapi lo lagi jadi Lydia makanya gak bisa bercermin menggunakan tubuh sendiri. Tapi, jujur aja lo gak jelek-jelek amat kalau dipikir-pikir. Cuma butuh dipermak aja." Penjelasan Lydia membuat Adel terdiam.

Dipermak katanya? Mungkin, itulah yang selama ini Adel tidak bisa lakukan. Jangankan untuk memili alat make-up lengkap seperti yang dimiliki oleh Lydia dalam kamarnya. Punya cermin di rumah saja sudah bersyukur. Namun, perkataan Lydia barusan membuat dirinya sedikit memiliki kepercayaan diri. Teringat sebelum-sebelumnya Adel yang sering menyalahkan diri karena terlahir sebagai gadis jelek. Akan tetapi, mendengar sedikit pujian tersebut menghilangkan pemikiran buruk yang sebelumnya pernah hinggap di otaknya.

"Y-Ya sudah, saya mau pulang. Papa sama mama bisa marah kalau saya pulang telat," pamit Adel dan melangkah pergi. Namun, lengannya di tahan oleh Lydia sehingga ia tidak jadi pergi.

"Gimana rasanya jadi gue? Enak jadi orang kaya?" Lydia bertanya. Adel tidak bisa menebak apakah itu sindiran atau benar-benar hanya bertanya.

"Entahlah," jawab Adel seadanya.

"Besok, lo harus bawa duit lebih banyak buat gue. Jangan lupa bawa seragam punya gue yang di lemari juga. Gue gak sudi terus-terusan berpenampilan buruk kayak gini. Ingat! Lo gak boleh nolak karena apa yang lo nikmati saat ini sesungguhnya adalah jatah gue." Lydia mengatakan itu dengan penuh penekanan.

Adel hanya mengangguk paham dan kemudian benar-benar pergi. Rupanya, berubah menjadi Lydia sekalipun tidak benar-benar membuatnya bisa lepas dari dirinya sendiri sebagai Adel. Ia jadi berpikir bahwa bagaimanapun kehidupannya, Adel tetaplah Adel dan Lydia tetaplah Lydia.

Meski begitu, ia masih tidak mau bertukar tubuh kembali ke sedia kala. Ia masih ingin menikmati menjadi sosok yang sempurna lebih lama. Adel memegang kalung yang ia kenakan, benar-benar misterius karena meskipun bertukar jiwa, kalung itu secara ajaib bisa ia kenakan. Sepertinya, kalung itu akan selalu mengikuti pemiliknya.

.
.
.

Selasa, 20 Juni 2023, 18:36 WIB.

🌹❤️🌹

~ Resti Queen ~

I'm Not Ugly, Just Broken! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang