Merasa sudah cukup waktu untuk berjalan-jalan, Adel pun pulang ke rumah. Ia disambut baik oleh para pelayan dan kemudian melihat mamanya yang sedang memasang kutek di ruang keluarga. Keberadaan Adel seakan hanya angin lalu, tidak disapa ataupun disambut dengan hangat layaknya seorang anak. Adel merasa sedikit sedih dan juga aneh dengan sikap wanita itu. Bisa-bisanya seorang ibu tidak mempedulikan anaknya sama sekali.
"Ma, Lydia pulang," ucap Adel pada akhirnya. Ia memutuskan untuk membuka obrolan terlebih dahulu untuk mendekati orang yang sekarang berstatus sebagai mamanya. Tidak mungkin jika selama ia menjadi Lydia akan terus diabaikan layaknya orang asing. Adel jujur saja kurang suka dengan kesepian.
Berbeda sekali dengan saat ia di rumah lamanya. Meski miskin dan kecil, tetapi luas hari yang dimiliki oleh ibunya membuat suasana rumahnya juga sama luasnya. Ah, mengingat kebersamaan lama dengan ibunya membuat Adel sedikit rindu. Ia rindu pada sambutan manis dan kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukannya bersama sang ibu. Penuh canda dan tawa yang juga disertai dengan keringat akibat pekerjaan melelahkan. Namun, itu tetap saja menyenangkan.
"Ya, lalu?" Diana menjawab demikian.
"Mama gak mau nyambut Lydia gitu?" Adel bertanya.
Kening Diana mengerut dalam. Entah sejak kapan anaknya itu tiba-tiba bermanja padanya. Padahal jelas, anaknya tidak seharusnya bersikap seperti itu. Ia harus menjadi anak yang mandiri, anggun, dan serba bisa melakukan hal seorang diri. Sapaan darinya tentu tidak akan berguna sama sekali. Percuma. Begitu menurut Diana kiranya.
"Untuk apa? Sapaan dan sambutan tidak akan membuat nilaimu naik atau membuatmu layak disebut sebagai gadis sempurna, putri tunggal keluarga kami. Lebih baik gunakan waktumu untuk belajar dan merawat diri agar kamu semakin disanjung oleh kolega-kolega keluarga kita."
Ah, Adel baru tahu jika prinsip keluarga Lydia adalah demikian. Sekarang, Adel jadi semakin mengerti mengapa Lydia selama ini banyak bertingkah. Mungkin saja, gadis itu tertekan, stres, dan depresi. Oleh sebab itu Lydia membutuhkan pelampiasan untuk menumpahkan segala emosi dalam kepalanya yang tertahan.
Adel hanya menelan ludah kasar lalu mengangguk pelan. Ia pun melangkah pergi dari ruang keluarga dan langsung menuju ke kamarnya. Di dalam sana, Adel melempar barang belanjaan dan duduk di depan cermin meja rias dengan tatapan yang sedih. Ditatapnya wajah Lydia yang sekarang memasang ekspresi sedih.
Jika dilihat-lihat, ia menaruh kasihan pada Lydia yang demikian. Ia merenung perihal hidup anak itu yang penuh tekanan dari orang tua. Bahkan kesempurnaan diri yang selama ini diagung-agungkan pun adalah hasil dari tuntutan kedua orang tuanya. Apa yang diirikan oleh Adel selama ini, bukanlah sesuatu yang benar-benar sempurna.
Sempurna dengan cara seperti adalah suatu hal yang salah. Adel tidak mungkin mau menjadi orang sempurna akibat tekanan dan tuntutan. Sama saja dengan bagian luar sempurna tetapi bagian dalamnya begitu rusak.
"Jadi seperti ini, ya, kehidupan yang selama ini kamu jalani, Lydia?" Adel mengutarakan itu pada pantulan dirinya di cermin.
Ia ingin kembali. Tetapi juga tidak ingin kembali. Tidak ada perkara yang benar-benar membuat ia harus kembali. Lagipula, kesialan dan kesepiannya hanya sementara. Ia masih ingin menjadi Lydia untuk waktu lebih lama.
Tidak mau memusingkan hal itu, Adel pun segera beranjak dari duduknya. Ia memutuskan untuk mandi air hangat di dalam kamar mandi mewah itu dan mengenakan pakaian yang baru. Lalu ketika jam makan malam telah tiba, ia segera menuju ke ruang makan sebelum diomeli oleh papanya karena tidak hadir tepat waktu lalu dikatai sebagai orang yang tidak disiplin.
Adel menghela napas. Menjadi sempurna rupanya juga teramat susah.
.
.
.Senin, 26 Juni 2023, 20:24 WIB.
🌹❤️🌹
~ Resti Queen ~
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Ugly, Just Broken! [END]
Teen FictionAdelia Putri selalu menjadi bahan perundungan di sekolahnya lantaran kondisi hidupnya yang tak sempurna. Miskin, jelek, dan bodoh. Itulah yang selalu disematkan oleh Lydia Kirana, seorang gadis dengan predikat sempurna berkat kecantikan, kecerdasan...