Pagi-pagi sudah mendapatkan kesialan. Adel mengomel sepanjang perjalanan ke sekolahnya. Tadi malam, rumah sederhana mereka yang pintunya hanya dikunci dengan slot dari kayu dibobol oleh maling tanpa disadari oleh dirinya dan ibunya yang terlelap tidur. Alhasil, semua uang dari hasil penjualan sebelumnya hilang dibawa kabur oleh maling itu.
Adel jadi harus berjalan kaki ke sekolah karena tidak memiliki uang lagi untuk naik angkot. Tak hanya uang transportasi, bahkan uang jajan pun kali ini tak ada. Akibat kesal pada keadaan membuat Adel buru-buru melangkah pergi tanpa sempat memakan sarapannya.
Sudah emosi, tak punya uang, lapar karena tak sarapan, dan ketika tiba di sekolah justru harus mendapat hukuman pula. Jalan kaki dari rumahnya sampai sekolah rupanya memakan waktu yang amat sangat lama. Ia terlambat. Penjaga gerbang di depan melarangnya untuk masuk ke dalam dengan mudah. Adel harus mengisi beberapa surat pernyataan seputar alasan mengapa ia bisa terlambat terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam.
Nyatanya, Adel juga masih harus menerima hukuman yang ditetapkan oleh sekolahnya. Siswa ataupun siswi yang terlambat ke sekolah diwajibkan lari keliling lapangan minimal lima kali. Dengan berat hati dan terpaksa, akhirnya Adel menjalani hukumannya tersebut.
Dengan gontai dan penuh rasa lelah, Adel melangkah tak semangat menuju kelasnya yang tertutup rapat. Begitu tiba di depan pintu, Adel bisa mendengar bahwa di dalam sudah melangsungkan pembelajaran. Ia menepuk kening dengan kuat dan menghela napas berat. Guru yang harus dihadapinya kali ini adalah si guru killer pengajar matematika. Beliau digadang-gadang sebagai guru paling galak dalam satu sekolah.
"P-p-permisi, Pak." Adel sampai terbata karena gemetaran saat langsung membuka pintu dan lupa mengetuk terlebih dahulu.
Seluruh atensi dari orang-orang dalam kelas tersebut pun mengarah pada Adel yang datang dengan seragam berbalut blazer sedikit tipis dan dalam kondisi berkeringat. Rambut yang semula Adel ikat satu bak ekor kuda pun sudah berantakan. Tawa menggema dari siswa dan siswi lain setelah melihat betapa hancurnya penampilannya sekarang.
"Diam!" Suara menggelegar dari sang guru akhirnya mampu mendiamkan seluruh siswa dalam ruang tersebut. Pak Guru itu lantas menghampiri Adel yang masih berdiri diam di ambang pintu. "Penampilan acak-acakan dan datang terlambat, langsung masuk tanpa mengetuk pintu. Sopan sekali kamu, Adel."
Adel tahu itu bukanlah pujian, tetapi ejekan. Adel menelan ludah susah payah. Matanya sudah panas hendak mengeluarkan bulir-bulir bening yang masih di tahannya. "M-Maaf, Pak."
"Sudah banyak melakukan kesalahan, jangan sampai nambah lagi kesalahan kamu. Sekarang keluarkan buku tugas yang kemarin Bapak kasih," ucap sang guru.
Adel gelagapan lagi. Ia ingat tentang buku tugas dan PR yang diberikan oleh gurunya dan wajib dikumpulkan sekarang. Namun, Adel benar-benar lupa untuk mengerjakannya. Sehingga ia hanya kembali tertunduk dan terus berucap maaf dalam nada yang amat pelan.
"Bagus! Bagus! Terus saja begitu. Kamu tidak akan bisa naik kelas kalau abai terus sama tugas yang diberikan sekolah." Guru tersebut marah.
"M-Maaf." Memang apalagi yang bisa Adel ucapkan? Jelas hanya itu saja.
"Keluar dari kelas ini. Saya tidak akan mau memberikan nilai pada siswi senakal kamu," ucap tegas sang guru.
Mau tidak mau, Adel harus keluar dari kelasnya dan duduk di samping pintu masuk kelas. Tangisnya benar-benar pecah sekarang. Suasana di luar sepi karena memang sudah masuk jam pelajaran. Kesialan demi kesialan terus terjadi di harinya yang buruk ini. Ia merutuki nasibnya yang selalu berada di bawah. Untuk pertama kalinya, gadis selembut Adel sampai mengumpat dan mengabsen banyak jenis binatang sebagai pelampiasan emosinya.
"Kalau saja hidupku bisa berubah." Adel menggumam sangat pelan.
"Nenek bisa pindahin jiwa Nak Adel ke wadah yang sempurna dan hidup sebagai si sempurna." Ucapan nenek tua yang semalam Adel temui pun terlintas dalam kepala.
Buru-buru Adel mengambil pemberian si nenek yang dibawanya ke sekolah. Ia langsung mengenakan kalung tersebut di lehernya. Antara pasti dan tidak, Adel hanya ingin mencoba. Apalagi di akhir pertemuan dengan nenek tua itu, ia diminta untuk mencoba melakukan syarat-syarat penuh misteri itu untuk membuktikannya.
Adel tersenyum sedikit. Sudah pasti Lydia nanti akan menemuinya untuk dijadikan bahan bully. Pada kesempatan itu, Adel amat berharap bisa mengambil beberapa helai rambut Lydia dan berubah menjadi sempurna seperti Lydia.
.
.
.Minggu, 28 Mei 2023, 00:45 WIB
🌹❤️🌹
~ Resti Queen ~
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Ugly, Just Broken! [END]
Ficção AdolescenteAdelia Putri selalu menjadi bahan perundungan di sekolahnya lantaran kondisi hidupnya yang tak sempurna. Miskin, jelek, dan bodoh. Itulah yang selalu disematkan oleh Lydia Kirana, seorang gadis dengan predikat sempurna berkat kecantikan, kecerdasan...