10. Mustahil Terjadi

17 3 0
                                    

Ada rasa pening yang kuat di kepalanya ketika ia mencoba untuk membuka mata, pandangannya pun tidak lekas jernih, segala hal yang dilihatnya tampak buram sehingga ia perlu mengerjap beberapa kali agar mendapatkan pandangan yang sempurna. Lydia tersadar setelah sekian jam jatuh pingsan.

Saat pertama kali ia membuka mata, Lydia mengerutkan keningnya merasa heran. Ia melihat seorang wanita seumuran dengan mamanya sedang menatap dirinya dengan ekspresi sendu dan tampak khawatir. Apalagi, wanita itu hampir saja menangis ketika dirinya sudah bangkit dari baringannya.

Satu hal lagi yang membuat Lydia terkejut bukan main. Yaitu, kehadiran Keenan. Seorang siswa di sekolah yang sama dengannya dan merupakan kakak kelas serta orang yang telah lama disukai olehnya pun hadir di antara Lydia dan wanita asing tadi. Mata Lydia terbelalak lebar, ia juga menoleh ke sekeliling dan menyadari bahwa tempatnya berbaring saat ini bukanlah kamar tidurnya.

"L-Lo ngapain di sini? Dan gue lagi di mana ini?" Lydia bertanya demikian pada Keenan.

"Sejak kapan gaya bicaramu jadi sama kayak Lydia?" Keenan bertanya.

Lydia mengernyitkan kening, ia tidak mengeri. "Lo lucu banget, sih, Keenan. Gue emang Lydia. Saking gak pedulinya lo ke gue sampai lo ngira lagi berhadapan sama orang lain gitu?"

Keenan dan seorang wanita dalam ruangan tersebut saling beradu pandang. Lantas, lelaki tersebut pun menjawab, "Kamu baru aja bangun dari pingsan, Del. Pasti masih pusing jadi ngomongnya ngelantur. Istirahat aja dulu. Aku mau pulang karena udah sore banget. Kamu pasti baik-baik aja, kok. Bu Widya juga udah masak banyak buat kamu."

"Bu Widya?" Lydia bertanya tidak mengerti.

"Ini Ibu, Nak. Jangan bikin ibu gelisah gitu dong, Adel. Kamu pingsan tidak mungkin sampai lupa bahwa ini ibumu, kan?" Widya berucap, wajah cemas pun masih ditampilkan olehnya.

"Ha? Ibu? Adel? Ini gak salah? Kalian gak sedang mengira gue ini Adel, kan?" Lydia menyerang dengan serentetan pertanyaan. Selanjutnya ia sedikit tertawa sambil geleng-geleng kepala.

"Aku tau kalau kamu mungkin merasa gak enak hati karena Lydia sering menghujatmu. Tetapi jangan sampai kamu berubah jadi orang lain dan ngerasa benci sama diri sendiri, Del." Keenan memberikan penjelasan.

Lydia masih bingung dengan apa yang terjadi kali ini. Bagaimana bisa dirinya disebut-sebut sebagai Adel? Tawanya kembali menggema di kamar kecil tersebut. Bisa ia rasakan kasur yang sama sekali tidak empuk. Dinding kamarnya juga terbuat dari anyaman bambu yang dipaku pada pilar dari kayu. Ia tidak menyangka bahwa akan pingsan dan berbaring di tempat yang sekumuh itu.

Kalau Lydia ingat-ingat kembali, waktu itu ia hendak keluar dari area sekolah menuju ke pintu gerbang. Namun, hanya dalam satu kedipan mata, entah bagaimana caranya ia bisa berada di depan ruang kelasnya dalam keadaan tersimpuh di lantai. Lydia ingat betul bagaimana kondisinya saat itu. Baju yang tiba-tiba berubah menjadi lusuh, kepala yang terasa pening hebat, perut yang melilit lapar, dan rasa lelah yang tak tertahankan.

Segalanya terjadi hanya dalam hitungan detik tanpa bisa ia sadari. Dan jika diingat kembali, lokasi tempat ia berpindah itu adalah lokasi terakhir kali ia bertemu dengan Adel. Dahi Lydia mengkerut, sekarang ia jadi banyak berpikir. Sesuatu hal sempat terlintas di otaknya tetapi ia mencoba untuk menepis pemikiran yang mustahil itu.

"Jangan bilang kalau gue saat ini adalah Adel?" Lydia bergumam. Gumaman itu rupanya juga terdengar sampai ke telinga Widya dan Keenan. Kedua orang yang menjadi lawan bicara Lydia saat ini pun jadi semakin bingung.

"Kamu memang Adel." Keenan menanggapi.

Itu terlalu mustahil hingga Lydia kembali tertawa. Namun, ketika otaknya kembali mengingat masa satu detik perpindahan dirinya dari lokasi halaman depan sekolah menjadi tersimpuh di depan ruang kelas, maka tidak menutup kemungkinan jika kemustahilan itu benar-benar terjadi saat ini. Meski begitu, Lydia masih perlu bukti.

Oleh sebab itu, Lydia turun dari atas tempat tidur. Keenan dan Widya mencoba mencegah gadis itu agar istirahat saja di atas kasur. Kondisi lemah Lydia saat ini rasanya tidak mungkin jika dipaksa untuk berjalan. Namun, ketika Lydia hanya berniat untuk berpindah ke meja rias sederhana di samping tempat tidur, kedua orang lainnya pun membiarkan.

Dan, betapa terkejutnya Lydia ketika menyadari hal semustahil itu bisa terjadi. Dirinya saat ini benar-benar berada di tubuh Adel.

"Tidak mungkin! Tidak mungkin gue jadi Adel!" Lydia berseru dengan keterkejutan yang luar biasa.

Ekspresi wajah Widya menjadi lebih sedih lagi dibanding sebelumnya. Widya meratapi hidup sulit mereka hingga membuat Adel enggan untuk menjadi dirinya sendiri. Tak kuasa melihat itu, Widya pun meneteskan air mata.

"Adel cukup! Kamu lagi pusing jangan tambah aneh-aneh dan bikin Bu Widya sedih." Keenan berucap demikian.

Apa yang Lydia lihat tentang dirinya sendiri di depan cermin benar-benar membuat ia menjatuhkan air mata. Semakin banyak ia berpikir akan hal apa yang sebenarnya terjadi justru membuatnya semakin merasa sakit kepala. Apalagi kondisi sebelumnya ketika ia jatuh pingsan karena kelaparan dan kelelahan pun kembali dirasa. Lydia tidak lagi berkata apapun ketika Widya membantunya untuk kembali berbaring di atas tempat tidur.

"Ibu ambilkan makanan dulu untukmu, ya, Nak," ucap Widya.

Lydia hanya mengangguk, membiarkan Widya keluar dari kamar sederhana itu. Kemudian Keenan juga berpamit pulang karena hari sudah lumayan sore. Akhirnya Lydia pun berada dalam kesendirian. Di dalam kamar sederhana itu, Lydia merenung dalam-dalam. Ia berpikir bahwa apa yang menimpanya saat ini adalah karma atas perbuatan jahatnya selama ini pada Adel. Jika begitu, apakah dengan berbuat baik dan menerima keadaan bisa membuat ia kembali pada kehidupan aslinya? Entahlah. Lydia tidak bisa berpikir apapun saat ini. Yang jelas, ia hanya akan menjadi Adel dalam waktu yang tak diketahui.

.
.
.

Selasa, 13 Juni 2023, 19:34 WIB

🌹❤️🌹

~ Resti Queen ~

I'm Not Ugly, Just Broken! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang