Pulang dengan kondisi tak karuan sudah bukan pertama kalinya bagi Adel. Penampilan acak-acakan dengan baju yang kotor akibat perbutan Lydia menjadi hal yang pertama kali ia perlihatkan pada ibunya tatkala wanita paruh baya itu membukakan pintu setelah diketuk. Adel tertunduk, antara sedih dan lesu juga lelah di waktu yang sama. Sebagai seorang ibu yang tidak tahu menahu apa yang terjadi di sekolah, tentu ia memprotes penampilan Adel saat ini.
"Kalau dijemur ini gak akan kering, Nak. Besok masih harus pakai seragam yang sama juga. Kamu main apa di sekolah sampai kumel begini bajunya, sih?" keluh Widya–Ibu Adel dengan wajah kesal yang kentara.
"Gak usah dicuci, Buk. Adel mau pakai ini lagi aja," jawab Adel yang langsung masuk ke dalam rumah meninggalkan ibunya di ambang pintu.
Sang ibu pun menyusul, menghampiri Adel yang langsung melempar tas dan duduk di kursi kayu ruang tamu. "Bajunya udah kotor banget itu, Del."
"Gak apa-apa, kok, Buk. Bisa ditutupin pakai jaket." Jawaban Adel memupuskan kesal di wajah ibunya.
Widya melihat anaknya dengan sendu, muncul dalam pikirannya kalau saja ia memiliki uang yang lebih mungkin ia bisa membelikan Adel seragam lain sebagai ganti kalau-kalau seragam satunya kotor. Anak remaja wajar jika sedang masa-masa enerjik dalam bermain dengan teman sebaya. Lantas, Widya duduk di samping Adel, mengusap sayang pada rambut anaknya yang beberapa waktu lalu sempat menerima ujaran kekesalan darinya.
"Maafin Ibu, ya, Del. Kalau saja Ibu bisa beli dua ser–"
"Wangi apaan ini, Buk? Aromanya kecium sampai ke sini." Adel memotong, ia tidak mau mendengar penuturan sedih dari ibunya agar tidak ikut menjadi sedih juga.
Widya sedikit terkekeh sebelum menjawab, "Itu kue brownis kukus mini yang mau Ibu jualin sore ini."
Adel semringah mendengar itu, ia kembali bersemangat. "Adel mau mandi dulu abis itu mau bantuin Ibuk buat jajan dagangan."
"Ibuk gak masalah Adel bantuin dagangan. Tapi, mandi dulu, gih. Simpan itu bajunya dan jangan lupa makan siang dulu. Adel pasti lapar 'kan baru pulang sekolah juga."
Widya tersenyum begitu lebar. Keluarga kecil yang paling ia cintai dan kehangatannya sudah lebih dari cukup dikatakan sebagai berkah. Adel tidak pernah mengeluh barang sedikitpun tentang keluarga mereka yang bisa dibilang kekurangan. Namun, kasih sayang yang diberikan ibunya untuknya melebihi dari segalanya. Meski terkadang, ada kalanya Adel merasa iri atau kesal pada kehidupan sendiri setiap kali ia diejek-ejek oleh Lydia.
Ah, buang topik tentang Lydia saat sudah berada di rumah. Itu tidak penting lagi. Adel kemudian segera masuk ke kamarnya, mandi, mengganti pakaian, dan merias diri seadanya. Tak lupa juga ia makan siang terlebih dahulu sebelum membantu ibunya membuat kue kukus di dapur. Lantas, ia ikut menenteng dua keranjang penuh berisi kue yang dibungkus pada kotak-kotak kecil untuk dijajakan keliling di jalanan sekitar rumah mereka.
Proses menjajakan dagangan kali ini lumayan melelahkan. Meski laris di awal, sepi juga di akhir. Matahari bahkan sampai tenggelam dan masih ada satu keranjang lagi yang perlu dijajakan. Adel dan ibunya memutuskan untuk berpencar dan membagi dua isi dalam keranjang tersebut dan berjanji akan bertemu di sisi trotoar yang telah ditentukan dalam maksimal satu jam ke depan.
.
.
.
🌹❤️🌹Kamis, 25 Mei 2023, 10:31 WIB
🌹❤️🌹
~ Resti Queen ~
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Ugly, Just Broken! [END]
Teen FictionAdelia Putri selalu menjadi bahan perundungan di sekolahnya lantaran kondisi hidupnya yang tak sempurna. Miskin, jelek, dan bodoh. Itulah yang selalu disematkan oleh Lydia Kirana, seorang gadis dengan predikat sempurna berkat kecantikan, kecerdasan...