Bagi Lydia, berubah menjadi Adel pun ada baiknya. Untuk pertama kali dalam hidupnya begitu dimanja oleh orang tua, terutama seorang ibu. Ibu kandungnya selama ini hanya fokus pada pekerjaan, pulang hanya untuk bersolek dan jarang berbicara, hari libur pun hanya dihabiskan untuk belanja.
Berbeda dengan Widya, ibu kandung Adel itu justru memperlakukannya dengan sangat baik, mengajaknya bicara, bertanya banyak hal tentang sekolah dan mengapresiasi segala hal yang didapatkannya ketika menimba ilmu di sekolah. Berapapun nilai yang ia dapatkan, bagaimanapun ia di sekolah, segalanya dianggap baik oleh Widya. Bahkan ketika Lydia menunjukkan kertas soal yang di dalamnya berisi nilai seratus, Widya menjadi sangat senang hingga memberikan sebuah pelukan hangat untuknya.
Belum pernah Lydia diperlakukan seperti itu sebelumnya. Jika nilainya di bawah angka seratus, yang didapatkan hanyalah omelan dan luapan amarah dari sang papa, begitu juga dengan sang mama yang akan memandangnya dengan sinis dan sebelah mata. Seakan kedua orang itu tidak tertarik dan terus menuntut untuk mendapatkan nilai sempurna. Serta kalaupun dirinya mendapat nilai sempurna, wajah mereka begitu datar, tidak menampilkan perasaan senang ataupun memberikan apresiasi terhadap kerja kerasnya. Yang didapat justru ancaman agar ia selalu mendapatkan nilai yang sekian.
Di waktu yang seperti ini, Lydia sedikit bersyukur karena terbebas dari segala tuntutan dan tekanan. Ia menjadi lebih bebas, tidak perlu berpikir untuk menjadi terus sempurna. Untuk saat ini, Lydia benar-benar bisa menjadi dirinya sendiri.
Kemudian, ketika sepulang sekolah dan menyadari kegiatan Adel dan ibunya selalu berjualan, ia pun membantu Widya membuat jajanan dan menjajakannya di jalan. Tempat ini juga adalah tempat terakhir kali ia bertemu dengan Adel di malam sebelum ia bertukar tubuh. Malam ketika ia dan orang tuanya bertengkar akibat adanya laporan perlakuan kekerasan di sekolah karena sebabnya. Orang tuanya yang marah besar dan berujung pada ia yang kabur hingga bertemu dengan Adel yang sedang berjualan.
Sekarang, Lydia jadi lebih mengerti, betapa berat rasanya jika menjadi Adel. Hidup dalam kemiskinan dan harus bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan. Kalau dipikir-pikir lagi, apa yang Lydia dapatkan dari kedua orang tuanya tentu tidak bisa didapatkan oleh Adel. Kekayaan dan barang-barang lengkap yang ia butuhkan. Untuk pertama kalinya Lydia merasa bersyukur terlahir sebagai Lydia meski sikap kedua orang tuanya begitu acuh dan dingin terhadapnya.
Namun, saat ini ia sebagai Adel pun tidak buruk juga. Ia jadi memiliki banyak waktu bersama dengan orang yang bisa ia panggil ibu. Sosok ibu yang baik yang selalu ada untuk anaknya. Bahkan siapa yang menduga jika dengan menjadi Adel, ia jadi kembali lagi berinteraksi dengan Keenan.
Kakak kelas yang dipuja olehnya itu tiba-tiba turun dari mobil dan membeli banyak dagangan. Sungguh, Lydia senang dengan hal itu. Meskipun Keenan menganggap Lydia adalah Adel, tetapi tidak apa. Baginya setidaknya ia dapat berinteraksi lebih banyak dengan Keenan.
"Bu Widya, bolehkah kalau saya pergi sama Adel?" Keenan bertanya pada Widya.
Wanita paruh baya itu tampak bingung. "Pergi bagaimana, ya?"
"Saya mau ngajak Adel ke sebuah kafe dekat sini. Nanti kalau sudah selesai saya antar pulang, Bu." Keenan menjawab.
Widya dan Lydia pun kemudian saling pandang. Lydia tentu saja ingin pergi bersama Keenan sehingga ia menyenggol ibunya agar membolehkan.
"Baiklah, tapi jangan pulang malam-malam banget, ya, Nak. Adel kan butuh istirahat juga," tutur Widya lembut.
"Baik, Bu." Keenan menjawab.
Digandeng oleh Keenan pergelangan tangan Lydia kemudian. Sebelum itu, Lydia pun menyerahkan keranjang jualan pada ibunya yang pulang duluan. Ia pun ikut ke mana Keenan membawanya. Mereka berjalan kaki karena lokasi kafe yang dituju cukup dekat.
Dalam keadaan ini, Lydia merasa teramat senang. Kalau di tubuh asli mungkin Lydia tidak akan pernah bisa berjalan-jalan dengan Keenan. Akan tetapi, ketika di tubuh Adel, sudah dua kali ini ia berinteraksi dengan pria itu. Menyenangkan tetapi menyedihkan di waktu yang sama. Karena bagi Keenan, sesungguhnya yang diajaknya berjalan adalah Adel. Hanya saja, pria itu tidak tahu bahwa di dalamnya adalah jiwa Lydia.
"Kalau Keenan tau gue ini Lydia, apa mungkin dia tetap bakalan ngajakin gue jalan ke kafe berdua?" Lydia jadi bertanya-tanya dalam hati.
Meskipun begitu, pergi berdua dengan Keenan saat ini ada baiknya juga karena ia bisa mengolek informasi dari sana. Tentang bagaimana pendapat Keenan terhadap Lydia sehingga terkesan menjauhinya.
.
.
.Senin, 26 Juni 2023, 20:35 WIB.
🌹❤️🌹
~ Resti Queen ~
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Ugly, Just Broken! [END]
Ficção AdolescenteAdelia Putri selalu menjadi bahan perundungan di sekolahnya lantaran kondisi hidupnya yang tak sempurna. Miskin, jelek, dan bodoh. Itulah yang selalu disematkan oleh Lydia Kirana, seorang gadis dengan predikat sempurna berkat kecantikan, kecerdasan...