04. Iri dan Benci

20 3 0
                                    

Ada satu hal yang biasa Lydia lakukan setiap kali ia merasa emosi dan tidak terlampiaskan. Menghirup udara malam dari jendela kamarnya saja tidak cukup. Lantas, ia mengambil tali yang memang ia miliki tanpa sepengetahuan papa dan mamanya. Tali itu diikat kuat pada penyangga di jendela kamar dan dilempar ke bawah. Lydia pun menggunakan itu untuk bisa kabur dari rumah.

Bukan hal yang mudah. Ia tidak bisa pergi dengan melewati gerbang utama karena ada satpam yang berjaga. Sehingga Lydia pergi ke halaman belakang dan harus menaiki sebuah pohon cukup tinggi dan rindang untuk bisa mendaratkan kaki di atas tembok pembatas. Barulah kemudian Lydia melompat ke bawah.

Sebagai orang kaya dengan uang saku banyak, Lydia tidak perlu repot-repot untuk segera mendapatkan transportasi. Tinggal menggunakan ponsel dan memesan taxi online, hanya menunggu beberapa menit hingga jemputannya datang.

Sesungguhnya, Lydia benar-benar tidak punya tujuan. Hanya saja, ia belum bisa tidur di jam seperti ini. Mau belajar pun ia sudah muak dengan tulisan-tulisan di dalam buku. Mau keluar jalan-jalan, di saat orang tuanya sedang marah besar seperti itu tentu saja ia akan dilarang dan berujung dimarahi untuk ke sekian kali. Lydia sedang amat butuh hiburan.

Taxi yang Lydia tumpangi pun berhenti di sebuah pasar malam. Ia keluar dari dalam taxi setelah membayar. Wajah Lydia cerah dengan senyum lebar mengembang. Ia benar-benar menikmati suasana ramai meski hanya seorang diri. Dengan langkah kaki yang sedikit seperti berlari, Lydia tampak seperti anak kecil yang sedang kegirangan.

Dengan uang jajannya yang masih banyak, Lydia membeli banyak makanan dari banyak stand berbeda. Mencicipi antara makan satu dan makanan lainnya. Ia juga melihat-lihat ke sekeliling dan mencoba permainan-permainan yang ada. Meskipun pada akhirnya, lama-lama ia bosan juga.

Lydia berjalan-jalan kecil di trotoar, memasukkan tangannya ke dalam saku celana sambil memandang kosong ke depan. Pikirannya melayang pada pertengkaran sebelumnya. Haruskah ia berhenti melakukan kekerasan pada Adel? Oh, sesungguhnya memang jelas karena perbuatannya merusak citra dirinya yang sempurna.

Namun, melihat Adel yang begitu bahagia membuat rasa iri dan bencinya kembali timbul di permukaan. Terlebih saat ini ketika ia justru menyaksikan Adel yang sedang berjualan bersama seorang wanita paruh baya. Bisa ditebak oleh Lydia jika wanita itu adalah ibu Adel. Terlihat dari interaksi hangat keduanya serta wajah yang sangat mirip.

Kecemburuan dan kebencian itu kembali mencuat. Ia menyaksikan Adel yang sedang disayang-sayang oleh ibunya dan dielus pada puncak kepala. Lantas keduanya berpisah arah, Lydia menyaksikan mereka yang membagi barang dagangan sebelumnya.

Senyum licik terbit di wajah Lydia. Ia mengikuti Adel lantas menarik gadis itu pergi ketika mereka telah dekat.

"L-Lepas!" Adel mengaduh karena sakit, cukup terkejut saat menyadari yang membawanya pergi adalah Lydia.

"Jadi setiap malam lo selalu jualan di sekitar sini? Pantes nilai lo selalu jelek dan jadi goblok di sekolah. Ternyata gak ada kesempatan belajar rupanya." Lydia melontarkan hinaannya kembali. Sudah sering Adel dengar tapi tetap saja menyakitkan.

"Bukan urusanmu, Lyd. Saya kerja buat bantu Ibu juga biar bisa sekolah. Gak ada salahnya daripada cuma bisa numpang sama orang tua," balas Adel.

Tetapi rupanya, pernyataan Adel tersebut justru dianggap sebagai ejekan bagi Lydia. Terdengar seperti sedang mengejek Lydia yang apa-apa didapat dari kekayaan orang tuanya. Kesal, satu tamparan pun dilayangkan oleh Lydia pada pipi Adel. Tak luput juga rambut gadis miskin itu dijambak olehnya.

"Lo ngejekin gue, hah?" Lydia membentak.

"Saya salah di bagian mana sampai kamu selalu begini ke saya, Lyd?" Adel berucap disertai dengan suara ringisan sakit.

"Kemiskinan, kejelakan, keburukan, dan kebodohan adalah kesalahan. Andai lo kaya, andai lo cantik, andai lo pinter, lo gak bakalan jadi begini. Jadi salahin takdir lo, salahin diri lo yang lahir di keluarga miskin kayak begitu." Lydia menekankan dan melepas jambakannya.

Wanita dengan keangkuhan tinggi itu pun kemudian pergi begitu saja, meninggalkan Adel yang menangis tersedu-sedu akibat perbuatannya.

Lydia tidak tahu mengapa. Ia begitu suka melampiaskan segala emosinya pada Adel. Ada kepuasan tersendiri setelah ia melakukan hal itu. Ia tidak suka ketika melihat orang yang lebih rendah darinya justru lebih berbahagia. Ia tidak terima. Setidaknya dengan begini, Adel merasakan kesedihan dan tersiksa batin sama seperti dirinya.

.
.
.

Kamis, 25 Mei 2023, 23:34 WIB.

🌹❤️🌹

~ Resti Queen ~

I'm Not Ugly, Just Broken! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang