Jia merasa dongkol. Ulah siapa lagi kalau bukan Na Jaemin. Baru saja lelaki itu berhasil meluluhkannya dan sekarang dia kembali menghancurkan harapan Jia.
Membayangkan Jaemin dan Karina satu mobil saja sudah membuat kepala Jia mendidih. Dan... Apa yang mereka rencanakan? Sebuah kencan di akhir Minggu ? Atau makan malam romantis??
Ugh~ itu benar-benar memuakkan. Apa yang sebenarnya ada di otak Na Jaemin?
Dia meniduri Jia di lain hari lalu pergi dengan wanita lain di hari berikutnya. Bukankah dia benar-benar brengsek?
Jia menggeleng cepat, lalu menepuk-nepuk pipinya sendiri. Okey, dia harus berhenti memikirkan Na Jaemin dan mulai fokus menatap benda panjang yang terendam cairan urinnya.
Ya benar, Jia memutuskan untuk membeli tespack sepulang kerja karena dia merasa tidak yakin dengan hasil USG Jaemin. Dan... Wallaa... Benda itu benar-benar menunjukkan 2 garis merah yang sangat terang. Jia semakin resah sekarang.
"Na Jaemin brengsek. Bisa-bisanya dia pergi sama cewek lain setelah meninggalkan jejaknya di dalam perutku."
Jia membereskan semua peralatannya dan menyimpan tespack nya. Dia tidak akan membiarkan Chenle tau soal ini.
Gadis itu keluar kamar mandi dalam keadaan lesu, Chenle ada di dapur saat dia keluar dan itu membuat Jia reflek mengantongi tespack nya.
"Baru pulang?" Tanya Jia.
"Iya, aku beli makanan. Kakak udah makan?" Chenle mengambil 2 mangkuk besar dan meletakkannya di atas meja.
"Belum."
"Ayo makan bersama."
Jia duduk tanpa semangat. Perutnya tidak lapar tapi tubuhnya yang terasa lemas menandakan kalau tubuhnya kurang asupan.
"Kenapa murung? Berantem sama Dr.Na?"
Jia tidak mau menjawabnya. Gadis itu fokus menatap Sup ayam yang baru Chenle sajikan di hadapannya.
"Chenle..menurutmu hasil USG sama tes lab bisa berbeda?" Jia tiba-tiba saja terpikirkan pertanyaan itu. Sebenarnya dia sedikit penasaran kenapa hasil tespacknya menunjukkan tanda positif sementara janinnya tidak terlihat di USG.
"Itu biasa terjadi kok, kenapa? Kakak hamil?"
Shit !! Jia tersedak kuah sup nya karena tebakan Chenle 100% benar.
"E-enggak, jangan ngawur." Jia tau tidak ada gunanya dia membohongi Chenle karena lelaki itu pasti langsung tau.
"Na Jaemin kan pelakunya? Jadi itu alasannya kakak murung? Apa dia ga mau tanggung jawab?"
Jia menggeleng, buru-buru menyangkal.
"Enggak bukan gitu."
"Terus??"
Jia mendengus, moodnya yang sudah buruk kini semakin memburuk.
"Ga usah tanya dan bikin aku tertekan."
Chenle diam, dia menatap kakaknya dengan serius.
"Tadi aku lihat dia pergi sama dr.Karina, apa mereka pacaran? Apa dia mencampakkanmu lagi?"
Jia mendesah. Kenapa Chenle sama sekali tidak pengertian. Jia benar-benar stress dan tidak ingin membahas itu terutama di meja makan.
"Stop, aku ga mau dengar."
"Perlu aku pukul dia ?"
"Chenle stop!!"
Jia benar-benar dongkol. Psikisnya masih terkejut dengan hasil tespack nya lalu mentalnya sedang jatuh karena Na Jaemin. Sebuah alasan yang masuk akal kalau Jia tidak ingin membahas itu sekarang karena otaknya sedang stress berat.
Gadis itu meletakkan sendok sup yang belum sempat dia habiskan dan membiarkan ujung sendoknya tenggelam di dasar mangkuk.
Jia menunduk dan meletakkan kepalanya di atas meja. Ekspresinya begitu murung seperti sudah tak ada hasrat hidup di sorot matanya.
Chenle menghela nafas. Begitu iba melihat kakaknya murung lagi. Apakah dia harus ikut campur dalam masalah Jia sekarang?
Jaemin tidak muncul ataupun menghubungi Jia selama 5 hari setelah kejadian waktu itu. Dia juga absen di jam prakteknya dan digantikan dokter lain. Ini membuat Jia sedikit uring-uringan.
Awalnya dia berpikir untuk memberitahu Jaemin perihal kehamilannya. Namun melihat Jaemin yang sama sekali tidak menghubunginya membuat Jia berpikir kalau Jaemin sebenarnya tak sepeduli itu dengan Jia.
"Hey Jia.. Bu Jennie nyuruh aku ke UGD. Lo gapapa kan sendirian disisni ? " Yeri menepuk bahu Jia dan membuat gadis itu menoleh.
Jia rasanya tidak berhasrat untuk bicara. Gadis itu hanya mengangguk tanpa semangat.
"Lo kenapa sih? Lagi ga enak badan? "
"Iya." Hanya itu jawaban yang bisa Jia berikan agar Yeri berhenti bertanya.
"Pergi aja kalau mau pergi, sebentar lagi Yuqi juga datang. "
Yeri jadi merasa tidak enak meninggalkan Jia sendirian dalam keadaan seperti ini.
"Kalau ada apa-apa telepon gue ya." Kata gadis itu sebelum pergi.
Jia lagi-lagi meletakkan kepalanya di atas meja dengan posisi miring. Satu tangannya tengah menggulir layar ponsel dan membuka aplikasi chatnya berharap Jaemin akan mengiriminya satu atau dua pesan tapi nyatanya tidak ada sama sekali.
Jia menghela nafas panjang, entah sudah berapa kali gadis itu begitu.
"Dia sibuk. Ga usah ganggu dia. "
Jia mengangkat kepalanya begitu ada suara asing yang tidak dia harapkan. Jia menatap Karina berdiri angkuh di depan pos perawat. Gadis itu tengah memeriksa clipboard pasiennya tanpa sekalipun melirik Jia.
"Aku ga tanya." Jawab Jia ketus.
Karina tertawa sarkastik.
"Ga tanya tapi wajahmu sangat berharap. " Karina meletakkan clipboard nya. Dia berdiri tegak dengan tatapan sinis ke arah Jia.
"Kamu pasti penasaran kan apa yang aku dan Jaemin lakukan tempo hari? Jujur aja aku ga mau ngasih tau kamu secepat ini tapi aku ga tahan Jaemin selalu merahasiakan ini darimu."
Jia berkedip lambat. Gadis itu membalas tatapan Karina tak kalah tajam.
"Sebenarnya kemarin itu anaknya sakit.. aahh.. maksudku anak kami sakit, dan dia mau Jaemin pulang."
Apa katanya ? Anak kami? Jaemin dan Karina punya anak?
Jia terdiam, tatapan kebenciannya berubah menjadi datar dan kecewa. Jadi selama ini Jaemin membohonginya? Dia benar-benar punya hubungan dengan Karina?
'dasar Na Jaemin pembohong.'
KAMU SEDANG MEMBACA
Doctor's Order | NA JAEMIN
FanfictionChenjia sudah berjanji pada dirinya sendiri kalau dia tidak akan jatuh cinta lagi, dan dia tidak akan menangis karena laki-laki lagi. Dia akan menjadi wanita independen yang tidak butuh laki-laki. Tapi sialnya takdir tak pernah berada sejalan denga...