Part 41

151 19 2
                                    

Happy reading

*
*
*

Dalam sebuah ruangan yang sangat besar. Terdapat Raja Astor, Ratu Stella serta ketiga putra mereka. Terdapat juga para wanita yang digadang akan menjadi seorang Ratu. Lalu, Maha Agung yang berdekatan dengan tiga hewan spirit yang membuat heboh saat pertarungan.

"Aku tahu, kalian sama sekali tidak ingin berada di posisi sekarang. Namun, aku tidak bisa berbuat apa pun, takdir yang memilih."

Para wanita itu hanya diam mendengarkan perkataan Raja Astor. Ingin marah pun rasanya percuma.

"Apa kalian tidak penasaran dengan ketiga spirit ini?"

Ketiganya berbalik. Melihat para spirit yang juga melihat mereka. Mengingat kejadian lalu membuat mereka bersyukur atas pertolongan dari spirit-spirit tersebut.

Ketiganya berjalan mendekat. Felicia mengangkat tangannya, mengelus bulu bagian kepala itu lembut. Hangat, itulah yang ia rasakan. Matanya tidak lepas dari mata yang tidak asing baginya.

"Evan, kau kah ini?"

Gumamnya pelan. Namun, werewolf memiliki pendengaran yang tajam. Ia masih dapat mendengarnya. Werewolf tersebut hanya menatap Felicia, lalu mengerjab pelan.

Sementara Chelsa ia tidak memperdulikan sekitarnya. Ia sibuk menelisik ular naga di depannya. Harus Chelsa merasa takut saat naga tersebut malah mengelilingi. Namun, ia malah merasa tenang berada didekat naga itu.

"Kau ... kenapa aku tidak takut kepadamu? Rasanya seperti aman berada di sisimu. Aneh, tapi aku merasa kau ... seperti Arden." Jari Chelsa menusuk-nusuk bagian naga tersebut. Dan naga itu malah mengangguk yang membuat Chelsa terkejut.

Fey yang melihat interaksi mereka pun akhirnya menoleh ke arah burung phoenix di depannya. Wanita itu maju satu langkah. Sekarang dia tahu siapa di depannya.

"Apimu tidak akan membakarku, 'kan, Rion?"

Phoenix itu menjulurkan tangannya. Fey yang mengerti pun memegang sayap tersebut. Seketika cahaya mengelilingi ketiga spirit itu. Cahayanya pun menghilang tergantikan dengan wujud rupawan yang mereka kenali.

Arden, Evan, dan Rion. Mereka menatap wanita didepan mereka dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Ka-kalian? Wah, luar biasa!"

Felicia menutup mulutnya. Dirinya terlalu kegirangan hingga melupakan jika bukan hanya dirinya diruang itu.

"Feli, kau tidak marah?"

"Marah? Tidak. Aku yakin Fey dan Chelsa juga sama. Kalian menyembunyikan identitas kalian pasti karena ada alasannya. Aku mengerti, tidak semua hal bisa diceritakan, Evan."

"Kalian terlalu banyak membantu kami saat kesulitan. Tidak ada gunanya marah karena hal kecil, bukan?" sambung Chelsa.

"Fey,"

"Hm?"

"Bagaimana denganmu?"

"Rion, aku bukan anak kecil."

Mendengar itu mereka sangat lega. Dugaan buruk seketika sirna dari pikiran mereka.

Maha Agung tersenyum tipis. Ia memainkan janggut panjangnya.

Sebentar lagi.

Di ruangan tersebut ketiganya mengetahui beberapa hal, seperti cairan yang mereka minum sebelum sayembara terakhir dimulai. Khusus untuk mereka bertiga ternyata Maha Agung menambah mantra di minuman tersebut agar mereka juga bisa memiliki kekuatan sementara untuk melawan.

DESTINY OF THREE GIRLSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang