Happy reading
*
*
*Ringisan pelan terdengar dari wanita yang tengah terbaring di tempat tidurnya. Matanya terlihat bengkak serta bekas air mata yang masih berjejak di wajahnya.
Badannya terasa remuk akibat pertempuran semalam. Untuk bergerak rasanya sangat sulit. Matanya lalu bergulir menatap lelaki tampan yang sudah menatapnya terlebih dulu.
"Sakit, bodoh ...," lirihnya.
Aslan hanya menatap dalam diam wajah lelah Chelsa. Wanita yang kini benar-benar sudah menjadi wanitanya seutuhnya. Dalam kondisinya pun Chelsa masih sempat-sempatnya mengatainya.
Aslan sudah lengkap dengan pakaiannya sedangkan Chelsa masih tanpa sehelai benangpun. Ia sama sekali tidak menyangka jika akan berakhir di ranjang dengan wanita yang terpaksa ia nikahi.
Tangan besarnya memegang tangan Chelsa yang bebas. Beberapa saat kemudian Chelsa merasa jika badannya terasa lebih berenergi dari sebelumnya. Merasa cukup, Aslan lalu melepaskan pegangannya.
"Kau tidak akan merasakannya lain kali."
Chelsa mendelik tajam. "Tentu saja! Aku benar-benar akan memotong belalai gajahmu itu jika kau berani!"
Aslan mengangkat sebelah alisnya, senyuman miring ia arahkan pada wanita itu. "Bukankah belalai gajahku ini sudah berhasil membuatmu mengadu nikmat semalaman?"
"I-itu ... itu aku---"
"Kau juga menyebutku tampan semalam."
Wajah Chelsa seketika bersemu merah. Dia menggigit bibir bawahnya, tidak tahu harus berkata apa.
"Kau ingin menggodaku lagi? Baiklah."
Saat Aslan mendekat, Chelsa segera terduduk dengan berangsur mundur. Di ambilnya bantal lalu melemparnya ke arah Aslan yang langsung lelaki itu tangkap.
"Di-diam disana! Awas saja jika kau berani maju!" Chelsa menunjuk Aslan geram.
Sementara lelaki itu hanya diam. Matanya bukan menatap wajah Chelsa, tapi bagian lainnya. Chelsa pun mengikuti arah pandang Aslan dan oh, Chelsa melupakan sesuatu.
"Berhenti melihatku! Dasar demon mesum!" Chelsa menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Wajahnya lagi-lagi bersemu.
Dengan asal Aslan melempar bantal itu ke wajah Chelsa. "Kecil sekali,"
"ASLAN KEPARAT! INI SUDAH SEDANG, BODOH!"
Seterusnya terjadi keributan antara keduanya. Sebenarnya hanya Chelsa yang terus mengoceh sementara Aslan hanya menatap malas wanita itu.
Sedangkan di Kerajaan Alton, ada Felicia yang menutupi seluruh bagian tubuhnya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Apa yang aku lakukan semalam? Astaga, konyol sekali! Ibu, tolong ... anakmu tidak segel lagi.
Felicia bahkan tidak tahu keadaan sekitar. Ia terus menangisi keperawanannya yang sudah tidak ada lagi. Padahal inginnya akan memberikan mahkotanya dengan bangga kepada orang yang ia cinta. Tapi, Edgar? Felicia tahu betul jika lelaki itu tidak mencintainya, dan kejadian semalam murni karena keadaan terpaksa.
"Kau tahu sendiri kejadian itu sama-sama menguntungkan. Tidak akan terjadi lain kali. Jangan cengeng."
Felicia kemudian menurunkan selimutnya hingga leher. Di tatapnya Edgar yang duduk pada sudut ruangan dengan melipat kedua tangannya. Tatapan keduanya beradu. Tidak ada lagi tatapan lembut yang ia lihat semalam. Lelaki itu telah kembali ke setelan awalnya.
"Cengeng? Ya, aku memang cengeng! Ha-harusnya kejadian semalam itu tidak terjadi! Harusnya ... harusnya aku ...." Felicia memejamkan matanya. Air matanya kembali mengalir tanpa diminta.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY OF THREE GIRLS
FantasiaSANGAT PERLU REVISI. HUS HUS HUS HUS HUS HUS HUS HUS! MENDING JANGAN DIBACA DULU YA TEMAN-TEMAN. Liburan yang seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan malah menjadi sebuah bencana dan awal yang bahkan mereka sendiri tidak tahu bagaimana akhirnya. Baga...