Happy reading
*
*
*"Sudah larut dan bahkan kau belum tidur juga." Fey menghampiri lelaki yang memejamkan matanya serta tangan yang ia masukkan kedalam saku celananya.
"Kau pun sama."
Fey melirik lelaki yang enggan membuka matanya itu. Ia tersenyum lalu ikut memejamkan matanya. Ingin merasakan sensasi tenang malam hari.
"Merindukan keluargamu, hm?"
Lelaki tersebut tiba-tiba membuka matanya. Melihat wanita yang kini sudah memejamkan matanya itu.
"Jadilah peramal, itu cocok untuk mu."
"Aku hanya menebaknya, Rion." Fey membuka matanya, lalu melihat balik pada Rion yang sudah terlebih dahulu melihatnya.
"Dan tembakan mu benar."
Fey menghela napasnya. Sebelah tangannya terangkat memegang pundak lelaki tinggi didepannya.
"Maaf telah membuatmu dan Evan masuk ke dalam masalah yang seharusnya hanya aku dan kedua temanku yang mengalaminya."
Rion sekilas melirik tangan mungil yang memegang pundaknya. "Kenapa kau berkata seperti itu?"
Fey menurunkan kemudian tangannya. "Karena itu memang faktanya. Kau bahkan berpisah dengan keluargamu hanya karena aku dan--"
"Ssuutt ... Tidak." Jari telunjuk Rion mendarat di bibir lembut itu. Sensasinya yang dingin bisa Rion rasakan. "Kau tidak boleh berkata seperti itu."
Tangannya turun. "Semuanya sudah takdir, Fey. Dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Dan kau juga pasti mengerti maksudku, bukan?" Rion tersenyum ke arah wanita didepannya.
"Hum, aku mengerti." Wanita itu mengangguk dengan sebuah garis melengkung pada bibirnya. Ia lalu berbalik melihat bintang-bintang yang bertaburan di langit malam.
Senyumannya sama sekali tidak luntur. Benar yang Elly katakan, wanita didepannya memang sangatlah cantik dengan senyuman indahnya.
"Cantik,"
"Ya?" Fey berbalik melihat bingung pada Rion. "Apa kau mengatakan sesuatu?"
Tersadar Rion lalu mengalihkan pandangannya pada arah lain. "Ti-tidak. Aku tidak mengatakan apa-apa."
Fey hanya mengiyakan. Rion yang merasa wanita disampingnya tidak berkata apapun lalu berdehem sebelum mengangkat bicaranya.
"Kenapa kau belum tidur?"
"Tidak mengantuk." Baiklah, memang benar.
Fey yang belum merasakan kantuk lalu memilih untuk pergi ke balkon kamarnya. Tak disangka ia malah melihat Rion berdiri seorang diri di taman belakang Rumah itu. Ia lalu memutuskan untuk menemui lelaki tersebut.
"Kau?"
"Sama denganmu, dan sekarang aku sudah merasa mengantuk. Aku akan beristirahat sekarang." Rion berlalu meninggalkan Fey yang menatap kepergiannya.
Wanita itu mengeluarkan senyumannya. Tangannya kini terlipat didepan dadanya. "Kau pikir aku tuli?"
*
*
*"Selamat pagi, Elly." Elly mengerjakan matanya beberapa kali. Menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke area matanya.
"Nona," dilihatnya Felicia yang sudah rapih dan senyuman nya yang mengembang.
"Kalian sudah bangun rupanya." Chelsa memasuki kamar Felicia diikuti Fey dibelakangnya.
"Ketuk dulu pintunya." Felicia memperingati sepupunya itu, namun Chelsa hanya mengangkat bahunya acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
DESTINY OF THREE GIRLS
FantasiSANGAT PERLU REVISI. HUS HUS HUS HUS HUS HUS HUS HUS! MENDING JANGAN DIBACA DULU YA TEMAN-TEMAN. Liburan yang seharusnya menjadi sebuah kebahagiaan malah menjadi sebuah bencana dan awal yang bahkan mereka sendiri tidak tahu bagaimana akhirnya. Baga...