Part 32

160 18 2
                                    

Happy reading

*
*
*

"Setelah berabad-abad penyerangan kembali terjadi. Apa mereka sungguh menantangku?" Mengingat Edgar yang mengatakan siapa dalang dari penyerangan di istananya, kini membuat Raja Astor berpikir keras untuk hal itu.

Aslan mengangkat bahunya acuh, Edgar menggeleng, dan Diego? Ia hanya diam. Sementara sang Ibunda memperlihatkan raut kekhawatiran di wajahnya.

Hening sesaat sampai Raja Astor kembali bersuara.

"Bagaimana dengan wanita Iblis itu?" Pandangan Sang Raja menatap penuh pada Edgar.

"Sudah menjadi hidangan para tawanan di istanaku."

Edgar begitu enteng saat mengatakannya. Tidak ada reaksi apa pun dari Ayahnya maupun kedua saudaranya itu. Berbanding terbalik dengan Ratu Stella yang menghela napasnya. Ratu tidak perlu lagi mengomentari tindakan putranya. Tentu saja ia paham jika buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Seperti sikap kejam Edgar yang diambil dari Ayahnya. Ralat, ketiga putranya.

"Para manusia itu," memua mata melihat Diego yang terlihat serius itu. Lelaki itu memang selalu serius dalam segala hal.

"Kemungkinan besar merekalah alasannya."

Aslan dan Edgar saling melirik. Keduanya seperti berkata melalui pandangan mereka.

"Kurasa itu benar. Apalagi penyerangan yang hanya terjadi di wilayah istana," ujar Aslan.

"Dan perkataan Maha Agung saat itu." Edgar menambahkan.

Keadaan kembali menjadi hening. Tentu mereka masih mengingat perkataan Maha Agung tentang ketiga wanita itu yang sudah pernah tertangkap oleh mereka.

Ratu Stella menatap suaminya. Raja Astor yang mengerti langsung mengangguk. Ia mengerti dengan kekhawatiran istrinya terhadap wanita-wanita itu. Sang Raja kemudian menatap ketiga putranya silih berganti.

"Pantau ketiga wanita itu. Jangan biarkan para iblis menyentuh mereka sedikit pun. Ini perintah!"

Melihat Raut wajah Raja yang terlihat serius membuat ketiganya enggan menolak. Perintah dari Raja Astor adalah mutlak.

*
*
*

"Wah, ini sekolah yang besar. Ah, tidak. Maksudku saaangat besar." Chelsa menatap penuh kagum pada academy didepannya.

Meskipun Chelsa, Fey, dan Felicia pernah bersekolah di sekolah elit dengan ukurannya yang besar, tetapi sekolah itu jauh lebih besar lagi.

"Tutup mulutmu, Chel. Atau setiap lalat yang lewat akan ditelan oleh mu."

Chelsa langsung menutup rapat mulutnya mendengar komentar Felicia.

"Kurasa disini tidak ada lalat." Cemberutnya.

Yang lainnya hanya terkekeh melihat tingkah Chelsa.

Mereka sudah memasuki wilayah akademi dimana Elly bersekolah. Kedatangan mereka disambut hangat oleh para guru serta murid-murid yang berkeliaran. Karena kedatangan mereka diwaktu jam istirahat, tentunya mengundang banyak pasang mata melihat mereka sepanjang perjalanan.

Mereka awalnya sudah dikenalkan ataupun disapa hangat oleh guru di akademi tersebut. Sampai akhirnya yang menjadi penuntun mereka berada di ruangan tunggu hanya satu guru lelaki yang terlihat masih muda itu.

"Elly akan segera sampai disini. Mohon tunggu sebentar lagi." Guru itu tersenyum menampilkan dua lesungnya. Manis.

Chelsa sampai mengerjab melihatnya. Entahlah, dia hanya merasa senang karena melihat ada juga yang memiliki lesung pipi selain dirinya di dunia tersebut. 

DESTINY OF THREE GIRLSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang