Bab 3 Kenapa Memangnya?

568 81 23
                                    

Beberapa hari digantung oleh asumsinya sendiri. Jelita resah belum bertemu ujung. Ini salah. Sangat salah tapi sudah terlalu mendalami perasaan. Hingga si cantik yang biasanya cuek pada keadaan, kini sudah berubah kepribadian. Noted, jika itu soal tetangganya yang meresahkan.

Hanya Jelita yang tahu seberapa konyol dirinya dalam hal mencari tahu. Menggunakan teropong untuk memata-matai aktivitas yang terjadi di rumah sebelah, adalah salah satu tingkahnya. Sampai hafal loh dia, jam berapa lampu kamar seberang akan menyala. Ditambah siapa saja penghuninya, tapi tak kenal nama. Selain yang memang sudah dia kenal, yaitu Romeo Ananda Bachtiar_mantan pacarnya.

Kayaknya benar bahwa Romeo sudah memiliki anak. Itulah yang saat ini menjadi alasan kemurungannya.

"Kenapa pesan makan tapi dianggurin, Ta? Orang kaya sih, ya. Makanan sampai dingin karena dimakan angin, nanti tinggal pesan lagi." Cibir seorang wanita berambut warna coklat keemasan yang duduk tepat di depan Jelita. Dia dengan kedua rekan kerjanya__Erina dan Belinda, kini tengah menyantap makan siang di resto depan gedung tempat mereka bekerja.

"Kenapa sih Jelita Asmara, keponakannya Pak Surya?" tanya Belinda.

"Nggak kenapa-kenapa. Lagi malas makan aja," jawab Jelita malas.

"Ya udah. Kalo gitu, aku makan ya, nasi goreng seafood punya kamu ini?" Si rambut keemasan__Belinda, bertanya dengan semangatnya.

"Kamu 'kan udah makan. Nggak muntah ntar?" Balas Jelita.

"Aku bungkus dong. Lumayan hemat sekali makan. Buat ntar malam."

"Ih, mana enak? Udah dingin kali." Jelita serasa tak percaya pada penemuannya kali ini.

"Ya, tinggal diangetin."

"Terserah deh!" Jelita pasrah. Lalu dia ingat satu hal yang ingin dia tanyakan pada rekan satunya yang bernama Erina. "Rin, boleh aku nanya?"

"Nanya apa nih?" sahut Erina yang memang lebih terlihat pendiam, setelah menelan susah payah es teh terakhirnya. Karena jarang sekali seorang Jelita meminta izin buat bertanya. Ini pasti serius.

"Pacaran sama cowok yang udah punya istri, gimana rasanya?"

Uhuk uhuk

Bukan main beraninya si cantik ini. Belinda sampai tersedak es jeruk.

"Apa nih maksudnya?" Erina meminta kejelasan. Seolah pencuri yang mengelak bahwa dia telah mencuri.

"Aku tahu semua, Rin. Jangan ngeles. Udah, jawab aja." Jelita tak nampak menyesal telah bertanya urusan sangat amat pribadi itu. Sedangkan Belinda hanya terbengong di tempatnya.

Erina terkenal kalem di lingkungan kerja mereka. Justru Belinda yang punya image sedikit 'nakal'. Tapi ada apa ini, kok terbalik?

Jelita menunggu tapi memberi waktu. Dia tahu tanpa sengaja, dan berulang kali keakraban tak biasa antara Erina yang bekerja di divisi pengembangan produk dengan seorang petinggi di divisi pemasaran itu tertangkap indera penglihatannya.

"Ta, kami cuma teman." Erina memberi jawaban.

Lalu Jelita mendekatkan mulutnya pada telinga Erina, selanjutnya mulutnya berbisik amat lirih. "Ruangan kosong di dekat tangga darurat. Aku sering berada di sana. Aku melihat semuanya. Kalo boleh saran, di sana ada hantunya. Jangan main gituan di sana lagi."

Wajah Erina merah padam. Berbagai rasa berkecamuk di hatinya. Dia punya pacar sedangkan pria itu punya istri. Dia tahu bahwa dengan alasan apapun dia menjelaskan nantinya, kata salah adalah jawabannya. Dia kalah mutlak.

"Aku pergi," ucap Erina tiba-tiba lalu meninggalkan kursinya dengan wajahnya yang sendu bercampur malu.

"Jelita!" Panggil Belinda tak sabar setelah Erina sudah keluar dari tempat makan itu.

Romeo Untuk Jelita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang