Tak Ingin Menyesal

249 48 10
                                    

Ketika pesan dari Romeo mampir ke perpesanan di ponselnya, Leon tak buang waktu untuk menyusul ke rumah sakit. Meski sudah jelas dikatakan oleh Romeo bahwa cedera Jelita tak parah, rasa khawatir tentu tetap ada.

Leon menyibak tirai begitu saja. Romeo yang tengah berikrar, dan Jelita yang mendengar seksama meski sudah yakin tak mau menerima, keduanya terkejut dengan kedatangan Leon yang menjeda.

"Kaki kamu gimana, Ta? Kenapa bisa?" Leon masuk saja, bak tanpa dosa karena mengganggu Romeo yang tengah berusaha meyakinkan adiknya. Dia mengamati kaki jenjang yang kini dibebat perban elastis itu.

"Aku nggak apa-apa, Bang." Terang Jelita namun percuma. Leon tetap menuntut tanya.

"Kenapa bisa?" Ulang Leon.

"Ya, bisa. Orang jatuh." Balas Jelita asal saja. Ada rasa sungkan pada Romeo yang kini malah terdiam. "Bang, pulang yuk!" Ajakan Jelita jelas sekali bahwa Romeo tak berarti keberadaannya di sana.

"Maafin aku, Bang." Sela Romeo. Dia akhirnya ditatap oleh Leon yang sempat lupa dan lebih fokus pada kaki adiknya. "Jelita jatuh karena ada aku di sekitarnya."

"Dia hendak lari dari kamu lagi 'kan, pasti?" Tebak Leon sambil melihat Romeo lalu menepuk bahu pria pendek itu. "Sekarang kualat dia sama kamu!" Kata Leon yang sama sekali tak menyalahkan Romeo, tapi justru dicemberuti oleh adiknya.

"Abang ini malah nyumpahin adiknya!" Protes Jelita.

"Lagian, nggak mau anteng sih kamu! Lari mulu. Ya, ini hukumannya. Pria tulus begini kamu tolak mulu."

Romeo sempat-sempatnya terkekeh sambil melihat wajah cemberut wanita yang setengah mati dicintainya itu.

"Jelita biar pulang sama aku," putus Leon. "Terima kasih, ya." Sekali lagi dia tepuk bahu Romeo. Sungguh pria itu ingin agar Romeo tak menyerah, tapi melihat keengganan dari adiknya ini, Leon pun kasihan pada pria itu. "Ayo, naik!" Leon sudah siap dengan punggungnya. Artinya, dia akan menggendong adiknya itu.

"Pake kursi roda aja deh kayaknya." Pinta Jelita yang merasa hal yang Leon tawarkan ini memalukan. Sudah besar, masa digendong?

"Mau kualat sama Abang juga kamu, Ta?" Leon tetap pada posisinya membelakangi adiknya. Punggungnya sudah dia siapkan untuk membawa adiknya keluar dari gedung itu.

Jelita mengalah, merasa percuma bahwa mendebat Leon adalah percuma saja. Sekilas dia melirik Romeo yang terpaku menatapnya, dengan usahanya sendiri yang terbatas karena cedera kakinya akhirnya Jelita bisa memeluk leher abang keduanya.

"Tolong urus administrasinya, ya!" Pesan Leon pada Romeo, dan pria itu langsung mengangguk tanpa syarat, meski enggan ditinggalkan. Hatinya ingin membersamai Jelita sampai ke rumah, tapi apa daya, Jelita jatuh juga karena dia. Meski tak sepenuhnya salah dia juga. Akhirnya, untuk hari ini usahanya mengejar cinta berhenti sampai di situ saja.

***
Tak peduli pada semua tatapan dari orang-orang yang melihatnya menggendong adiknya, kaki Leon tetap melangkah. Mobilnya sengaja dia parkir di pelataran rumah sakit itu, jadi tinggal melewati lobi maka tak akan jauh lagi.

"Apa kamu tak takut menyesal, Ta?" tanya Leon ketika langkahnya belum sampai parkiran.

"Menyesal kenapa?" Jelita sahut tanya abangnya dengan lembut.

"Soal Aku Renjana yang terus mengejar mu. Apa tak ingin menerima cintanya?"

"Justru aku takut menyesal jika aku terima dia, Bang. Aku tahu dia tulus. Tapi, ada orang lain yang aku tunggu."

"Romeo tak akan kembali, Ta."

"Tapi keyakinanku besar bahwa dia masih hidup. Dia pasti kembali, 'kan?"

Romeo Untuk Jelita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang