Sisa hujan masih terasa dingin di sore harinya, Leon membuka mata dan dia dapati istrinya masih terlelap di sampingnya. Dia bergerak perlahan agar dapat melihat letak jam dinding yang dia punggungi. Pukul empat lewat lima belas menit. Pikirannya menghitung sudah berapa lama dia tidur untuk merehatkan matanya yang terjaga sekian hari. Dua jam saja, namun rasanya amat lama dan mampu membayar hutang tidurnya.
Apa karena ada seseorang yang menemaninya? Pikiran Leon yang bertanya demikian dengan konyolnya.
"Nai?" Panggilnya dengan suara lirih, karena setengah tak niat untuk membangunkan. Terbukti tak ada hasilnya, istrinya tak terbangun juga.
Leon pun menjadi malas beranjak, padahal dia tahu sudah masuk waktu Ashar. Akhir-akhir ini dia mulai memperbaiki salatnya, yang dulu sering dia tinggalkan. Yang dia lakukan sekarang adalah mengamati Naila yang bernafas dengan lembut. Hingga dia merasa diabaikan oleh istrinya itu dan dia tak suka, sifat isengnya muncul begitu saja. Dia tiup wajah istrinya berulang-ulang agar wanita itu terbangun.
Naila terusik lalu perlahan membuka mata saat dia dengar Leon terkekeh tepat di depan wajahnya.
"Buatkan aku kopi!" titah Leon saat Naila masih bingung mencerna keadaan. Mungkin wanita itu lupa bahwa dia sudah punya suami karena jelas sekali kebingungan di wajahnya saat mendapati Leon di sana.
"Oh, iya." Naila hendak bangkit, tapi Leon malah mendekap pinggangnya.
"Sebentar dulu deh. Aku mau nanya."
"Soal apa?"
Leon tak langsung mengutarakan apa yang ingin dia tahu karena memang banyak hal yang dia ingin tahu. Rasa itu muncul begitu saja saat sejenak tadi melihat Naila tidur di sampingnya. "Kamu dan mantanmu, berapa lama pacaran lalu menikah?" Ini salah satu yang ingin Leon tahu.
Naila tak lantas menjawab, ada jeda yang dia buat. "Kenapa nanya soal itu?"
"Aku pengen tahu. Jawablah!" Leon menarik Naila makin dekat padanya. Hal itu membuat Naila mengerjapkan mata dengan cepat lalu helaan nafas yang dalam. "Jangan bilang kamu gugup karena aku beginiin. Kamu sudah punya Atta, lebih dari begini pasti---"
Naila bekap mulut Leon sebelum tanya itu terlontar sempurna. "Ih! Jangan bahas gituan!" Lalu dia duduk dengan kesal. "Saya mau membuat kopi!"
"Tunggu, Nai!"
"Saya mau ke kamar mandi." Naila tetap menolak dengan berjalan cepat dan Leon pun malah tertawa.
Pria itu menyusul bangkit setelah pintu kamar mandi tertutup. Ada hal yang ingin dia lakukan lebih dulu sebelum mandi dan salat. Dengan muka bantalnya dia keluar untuk mengambil barang-barang pribadinya yang dia simpan di mobilnya.
Mobilnya terparkir di halaman dan nelangsa sekali Leon menatap kendaraan kesayangannya itu di mana terdapat dedaunan kering yang jatuh di atas mobil akibat hujan. "Kasihan kamu kehujanan," ucapnya pada mobil warna kuning lemon itu. "Kayaknya aku harus buatin kamu kandang deh!" tambahnya.
Tangannya memunguti daun-daun di atas body mobilnya hingga tak tersisa, lalu menekan remote mobilnya. Dua tas dia keluarkan dari bagasi mobil, lalu membawanya masuk ke dalam rumah. Dia berpapasan dengan Naila yang hendak pergi ke dapur di ruang tengah, kakinya otomatis berhenti.
"Beberapa bajuku," kata Leon sebelum Naila bertanya apa yang dia bawa sambil menenteng satu tas yang ukurannya lebih besar dari tas satunya.
"Sini saya bantu!"
"Tak perlu. Buatkan saja aku kopi. Aku ingin menikmatinya setelah mandi." Begitu saja Leon melenggang melewati istrinya lalu memasuki kamar di mana tadi dia tidur siang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romeo Untuk Jelita
RomanceJelita Asmara, nama yang cantik. Secantik orangnya. Namun sayang, jodoh tak kunjung datang. Kenapa kira-kira? Apa karena kutukan? Rasanya ingin menghilang kala acara kumpul keluarga digelar. Lelah mencari jawaban jika lagi-lagi dia ditanya, kapan n...