"Kenapa tiba-tiba pindah?" Romeo tahan Jelita yang hendak menyusul kedua kakaknya ke ruang makan dengan pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya.
"Nggak rela apa gimana?" Jelita balik bertanya sebagai jawaban. Senyumnya pun tak lupa bertengger di bibirnya.
"Aku khawatir sama kamu. Pasti ada sesuatu, 'kan?"
Jelita tak serta merta menjawab, dia malah melipat dua tangannya di atas perut lalu bersandar penuh di sofa tinggi itu sambil menggoyangkan kedua kakinya. "Terima kasih udah khawatir. Apa kamu marah andai aku belum ingin membaginya?"
Romeo menggeleng. "Kerjaan gimana? Resign juga?"
"Cepat atau lambat pasti resign. Tapi belum kok. Ngomong-ngomong, terima kasih udah mau datang jauh-jauh ke sini."
"Nggak habis pikir juga, kenapa aku mau?"
Jelita memicing meski dia tahu Romeo hanya bercanda. "Nyesel udah ke sini?"
"Memang ada yang sedang aku sesali sih. Kenapa dulu pergi dan dua belas tahun baru kembali? Lupain kamu juga nggak bisa, cantik sih soalnya."
Jelita tertawa cukup keras sambil memukuli Romeo dengan bantal sofa. Romeo pun pasrah saja dengan tawa yang sama. Nampak bahagia andai ada mata yang melihat keduanya, tapi masing-masing dari mereka tahu bahwa kisah mereka tak mudah ke depannya.
"Makan, yuk!" Jelita berdiri. "Kamu lapar, 'kan?"
Romeo mengekori ke mana Jelita akan membawanya. Terlihat Leon dan Ken yang sudah menyantap makan malam di meja kayu dengan delapan kursi melingkari.
Leon berhenti mengunyah kala Romeo memilih duduk di sampingnya. Tersirat banyak kecurigaan yang tak bisa Leon sembunyikan. Terlahir banyak khawatir pada adiknya yang sepertinya terlalu suka dengan pria yang tak lebih tampan darinya itu.
Fashion stylist itu lalu condongkan badannya ke arah Romeo yang tengah menerima piring berisi nasi yang Jelita ulurkan padanya. Pria berambut abu itu lantas berbisik hingga tanda tanya dari Ken juga Jelita pun muncul karena tak bisa mendengar apa yang Leon bisikkan.
Sedangkan Romeo hanya tersenyum penuh arti pada dua orang yang tengah penasaran itu."Bisikin apa sih, Bang?" tanya Jelita jeda dua detik saja.
"Bukan apa-apa, Ta. Duduk, lalu makan lah!" Leon memberi adiknya perintah.
"Bang Leon ngancem kamu?" Jelita beralih tanya pada Romeo.
Leon yang keberatan kala dirinya disangka telah mengancam pun segera membela dirinya. "Belum apa-apa kamu udah tuduh-tuduh abang ya, Ta. Si Kuntet ini emang kayaknya nggak baik ada di antara kita. Bisa perang saudara nanti."
"Bukan apa-apa Jelita. Tenang lah lalu makan yang banyak." Dengan lembutnya Romeo berkata demikian. Setelahnya semua makan dengan diiringi candaan dari Ken yang sebenarnya tengah menahan lara. Juga Leon yang kekanakan akan beradu dengan sikap dewasa yang dimiliki Romeo.
Hingga malam kian larut, Romeo memutuskan untuk pulang meski Mala telah menawarinya menginap. Hanya ucapan selamat malam yang menjadi kalimat perpisahan dua insan yang tengah dimabuk asmara itu.
"Aku penasaran. Ayolah katakan!" Ken mendesak adik laki-lakinya. Tentang kalimat yang Leon bisikan pada Romeo. Ken tebak itu sebuah hal yang mencerminkan Leon sekali. Sebuah ancaman.
Leon yang tengah berusaha tidur, awalnya tak ingin menjawab. Tapi Ken yang tak mencoba mendesaknya malah membuat dia kecewa. Kenapa Ken mudah sekali menyerah?
"Masih penasaran nggak sih?" Leon duduk, tak jadi bersiap tidur. Wajahnya kesal dan nafasnya memburu. Sikap yang berlebihan itu, Leon. "Abang gampang banget sih nyerahnya. Apa akan gitu juga sama Monic? Begitu nggak ada respon, langsung diabaikan."
![](https://img.wattpad.com/cover/341199766-288-k267851.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Romeo Untuk Jelita
RomanceJelita Asmara, nama yang cantik. Secantik orangnya. Namun sayang, jodoh tak kunjung datang. Kenapa kira-kira? Apa karena kutukan? Rasanya ingin menghilang kala acara kumpul keluarga digelar. Lelah mencari jawaban jika lagi-lagi dia ditanya, kapan n...