"Mas! Aku yang bersalah padamu. Berhentilah mendendam pada mereka." Rukma menangis pilu untuk mengiba belas kasih pada suaminya yang kini duduk di sisi brankarnya. Bibir pucat wanita tua itu bergetar karena tangis yang tersirat rasa bersalahnya yang teramat dalam. Berkat kesalahannya di masa lalu, anak cucunya tidak bisa hidup dengan bahagia di masa sekarang.
"Jangan menangis, Istriku. Kamu sedang sakit." Ucapan lembut yang diiringi usapan sayang di punggung tangan Rukma, seolah mengungkapkan betapa Henry sangat mencintai istrinya.
"Mas?"
"Harusnya kamu banyak makan, kurangilah mengeluarkan air mata seperti ini. Kamu terlihat kurus, Sayang."
"Cukup!" Rukma tarik tangannya dari genggaman Henry lalu semakin kencang menangis. "Rasanya aku ingin mati saja, daripada melihatmu terus menerus menyulitkan anak dan cucu-cucuku. Mereka tak bersalah. Ku mohon, berhentilah!" Hentakan nada tinggi di ujung kalimat Rukma membuat Henry tersenyum jahat.
"Semakin kamu mengiba begini, aku semakin ingin melukai keturunanmu dengan pria itu! Tak lama lagi, mereka semua akan mendapatkan balasan atas pengkhianatanmu padaku yang tulus mencintaimu ini. Mereka harus merasakan patah hati dan nyaris mati. Seperti yang aku alami di sepanjang sisa umurku semenjak kamu mengkhianati aku."
Henry memang tak meninggikan nada bicaranya, tapi jelas sorot kemarahan terpancar di matanya. Kala menatap Rukma yang tak kunjung usai dengan tangis penyesalannya karena telah mengkhianati pria yang sangat mencintanya ini. Dia menyesal. Sungguh. Tapi apa yang mesti dia lakukan agar Henry berhenti jadi jahat.
"Hukum aku saja, Mas!" pintanya entah untuk yang berapa ribu kalinya. Tapi Henry bahkan tak pernah mau memukulnya. Pria itu tetap mencintainya tanpa berubah. Hanya saja, sasaran pria itu adalah Mala dan putra-putrinya.
"Aku sudah pernah menghukum Mala dan menantumu, seperti aku, mereka patah dan hancur. Ken juga sama, dia pernah menjadi peran utama dalam sandiwara rumah tangga yang berakhir menyedihkan. Jelita?" Lalu tiba-tiba Henry tertawa terbahak saat nama itu dia ucapkan. "Dia cantik! Sangat cantik! Banyak pria memujanya tapi aku tak akan pernah membiarkan dia menikah!"
"Cukup, Mas! Aku mohon cukup! Kamu bahkan sudah membunuh Restu! Apakah masih belum cukup?"
"Jangan kamu sebut nama itu! Aku sangat membenci orang yang telah membuat istriku berkhianat! Aku memang membunuhnya, tapi rasa sakitku sama sekali tidak terbalaskan. Selama aku masih hidup, anak cucunya harus menderita sepertiku!"
Banyak kata andai yang tertulis di kepala seiring tangisan Rukma yang seolah tak ada habisnya. Adalah salahnya yang mudah dirayu oleh pria lain saat suaminya sedang membangun bisnis di luar kota. Untuk semua luka yang telah dialami oleh anak cucu hasil dari perselingkuhannya, dia penyebabnya.
Tak bisa berbuat apapun untuk menghentikan balas dendam Henry, Rukma rasanya ingin mati saja. Lalu dalam rekaan semua ulah suaminya yang jahat itu di kepalanya, ada nama Leon yang terlewatkan. Memang hanya Leon yang hidup bebas dan jarang di rumah. Tapi dia lah satu-satunya cucu yang tak bisa disentuh oleh Henry karena sikap pembangkang Leon selama ini.
Syukurlah. Ada setitik harapan pada Leon. Rukma berniat merencanakan sesuatu yang terkait dengan satu cucu istimewanya itu. Dia harus tetap hidup untuk mengalahkan Henry agar Mala dan ketiga cucunya bisa bahagia yang sepantasnya.
***
"Bukankah itu, Monic?" tanya Leon pada Jelita yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. Dia tak menyadari bahwa mobil abangnya sudah masuk ke pelataran kafe milik Ken."Dia pulang atau tak jadi masuk?" Jelita mencerna situasi di mana Monic sedang berdiri bersandar body mobilnya yang berwarna merah.
Leon tiba-tiba tersenyum lalu mengarahkan mobilnya ke mobil Monic yang terparkir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Romeo Untuk Jelita
RomanceJelita Asmara, nama yang cantik. Secantik orangnya. Namun sayang, jodoh tak kunjung datang. Kenapa kira-kira? Apa karena kutukan? Rasanya ingin menghilang kala acara kumpul keluarga digelar. Lelah mencari jawaban jika lagi-lagi dia ditanya, kapan n...