Bab 16 Tanda Tanya

210 41 29
                                    

"Dia jelek tapi setia!"

Jelita yang bicara cukup keras di kubikel Belinda yang lalu seketika membekap mulut sahabatnya itu. "Punya pacar jelek kok bangga sih, Ta?" dengan pelan Belinda katakan itu. Tapi tak lama tangannya membekap mulut wanita cantik itu. Pada detik berganti , Belinda mendesah lalu bersandar di kursi kerjanya. "Tapi kamu suka. Ya, silahkan saja, asal kamu bahagia."

"Wajah tampan bukan jaminan rumah tangga bahagia sejahtera, Bel. Romeo pria baik."

"Iya deh, yang sedang kasmaran. Jelek asal baik. Tapi, kapan kalian akan menikah?" tanya itu adalah lanjutan dari bocoran yang Jelita berikan terkait Romeo yang datang menemui keluarganya kemarin.

"Belum tau."

"Kakekmu pasti nggak setuju, 'kan?"

"Emang!" Jelita tertawa. Meski inginnya bukan demikian, tapi bagaimana lagi kalau kakeknya memang menentang. Sejak dua belas tahun yang lalu malah.

Henry Gunawan adalah pria tua yang tak punya takut pada siapapun, lantaran pernah dikhianati oleh istrinya sendiri. Hatinya seolah mati rasa sejak saat itu.

"Lalu? Apa bisa nikah kalo nggak turun restu?" tanya Belinda.

"Yang penting ada niat dulu lah, Bel." Niat dulu, cari jalan belakangan. Keluarganya sedang banyak masalah, belum lagi Ken yang jatuh cinta juga.

Belinda menoleh ke kanan lalu ke kiri, untuk memastikan keamanan di sekitarnya. "Eh, Ta! Aku ada info panas!"

"Panas?" Jelita tergelak. "Berapa derajat?"

Plak!
Belinda pukul pelan lengan Jelita. "Ini soal Erina."

"Oh." Respon yang cepat dan datar saja. Barangkali yang akan Belinda katakan adalah sesuatu yang sudah Jelita ketahui.

"Dia jadi selingkuhannya Pak Cakra!"

"Aku udah tau dari beberapa bulan yang lalu."

Belinda melongo lantaran terkejut, dan begitu tersadar tangannya mendaratkan pukulan yang lebih keras ke lengan Jelita. "Kenapa nggak cerita?!"

"Kamu lupa atau gimana? Waktu itu aku udah pernah tanya padanya soal rasanya pacaran sama pria beristri."

"Ah! Aku ingat! Tapi kamu nggak tahu, 'kan? Kalo dia lagi hamil!"

"Jangan ghibah mulu sampai lupa waktu, nona-nona!" Suara seseorang yang tiba-tiba ada di dekat mereka entah di pada kalimat yang mana. Selingkuh atau hamil?

"Pak Romeo? Kapan datangnya?" Jelita berdiri sambil menebar senyum anehnya. Sepertinya Romeo sedang tak berperan sebagai calon suaminya, tapi atasan galak.

"Balik ke ruangan!" Titah Romeo, lalu hentakan sepatunya menjauhi kubikel yang saat ini sedang jadi sorotan banyak mata itu.

"Aku balik!" Jelita ingin buru-buru pergi, tapi Belinda malah menarik tangannya. "Apa lagi, Bel? Atasan aku marah tuh!"

"Kok dia galak, Ta?"

"Wajar 'kan, atasan galak kalo bawahannya lalai."

"Lah! Katanya kalian mau nikah?!" Suara Belinda lupa dikecilkan volumenya hingga gantian Jelita yang membekap mulutnya.

"Bisa-bisa skandal Erina akan lenyap karena barusan kamu sebar berita skandal baru. Dah! Aku balik!"

***
"Kenapa galak?" tanya Jelita sambil mengetik.

"Kapan aku galak?" Romeo bertanya datar tanpa repot menoleh pada sekretarisnya. Obrolan saling serang terus berlanjut tanpa saling lihat.

"Nanti setelah pertemuan, kita langsung pulang aja. Aku antar sampai rumah."

Romeo Untuk Jelita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang