Malam hari pukul 11, wanita berambut hitam itu menghela napasnya berat.
"Semoga besok aku bisa pulang lebih cepat. Dingin sekali." Seulgi, wanita itu, mengeratkan jaketnya. Seulgi selalu menyimpan jaket ekstra dan juga hotpack di kubikel meja kerjanya. Siapa sangka jaket ekstra itu akan ia pakai hari ini. Biasanya ia malas sekali harus menggunakan dua jaket sekaligus. Tapi berkat pulang terlalu malam dari kantornya, dia harus mengenakan dua jaket jika ia tidak mau menggigil kedinginan sepanjang jalan menuju rumahnya. Saat musim dingin, suhu malam hari dapat mencapai 2°C.
Hari ini adalah hari perayaan ulang tahun perusahaan yang ke-20 tahun. Para petinggi perusahaan memutuskan untuk mengadakan pesta di kantor. Seulgi yang tidak terlalu menyukai keramaian pesta mau tidak mau menghadiri pesta itu sampai selesai karena posisinya yang merupakan ketua tim proyek di divisi pemasaran produk. Ia harus menyampaikan laporan akhir tahun sekaligus menemani para petinggi perusahaan.
Di dalam bus umum menuju ke daerah tempat tinggalnya, Seulgi hanya menatap ke luar jendela memperhatikan lalu lalang kendaraan. Biasanya orang di dalam bis memilih untuk memandangi layar ponsel mereka. Tapi Seulgi bukan pribadi yang menyukai benda kotak itu malah cenderung mengabaikannya. Bagi seulgi ponsel hanya sebuah barang yang akan dia pakai untuk berkomunikasi. Jika sedang tak ada yang bisa ia kerjakan, daripada melihat isi ponselnya, Seulgi akan melamun dan membiarkan pikirannya memenuhi kepalanya. Hari ini, Seulgi memikirkan tentang tagihan-tagihan yang belum ia bayar, kucing yang ia temui di taman dekat kantornya, dan juga Eunwoo, keponakannya yang sangat menggemaskan.
Turun dari bus, Seulgi masih harus berjalan sekitar dua ratus meter untuk mencapai kompleks rumah susun tempat tinggalnya. Daerah tempat tinggalnya bukan daerah yang ramai. Maklum, daerah ini berada di pinggiran kota. Seulgi memasukkan tangan ke dalam kantong jaketnya dan menggenggam hotpack erat-erat untuk menghilangkan dingin yang menusuk telapak tangannya. Agar suhu tubuhnya dapat meningkat, ia berjalan lebih cepat.
Namun, langkahnya melambat saat melihat seseorang berdiri di tepi jembatan yang akan ia lewati. Jembatan ini menghubungkan sisi utara dan selatan yang dipisahkan oleh sungai yang cukup dalam. Walaupun penerangan menuju rumahnya ini minim, Seulgi masih bisa melihat dengan jelas sosok pemuda itu.
Seulgi menghentikan langkahnya. Jaraknya terpaut sejauh lima belas langkah dengan orang itu. Jantungnya berdegup kencang. Napas Seulgi tertahan. Apa yang pemuda ini lakukan di tepi jembatan, di tengah musim dingin, hanya memakai pakaian tipis seperti di musim panas? Ada yang tidak beres pikir Seulgi.
Seulgi memperhatikan gerak-gerik pemuda itu. Pemuda itu mengusap wajahnya lalu menghembuskan napasnya dengan kasar seperti sedang meyakinkan dirinya untuk melakukan hal besar. Kedua tangannya meraih besi pembatas jembatan. Kemudian kaki kirinya sudah bertumpu di besi pembatas dan bersiap menarik kaki kanannya untuk ikut bertumpu.
Sebelum pemuda itu sempat menarik kakinya, ia merasakan pergelangan tangan di perutnya dan menariknya dengan kuat hingga ia hilang keseimbangan. Untung saja pemuda ini cukup kuat menahan bobot tubuhnya. Bisa-bisa ia menindih tubuh orang yang menariknya.
"Kumohon jangan lakukan itu. Tolong jangan lakukan. A-aku a-akan mendengarkan semua masalahmu. A-aku bu-bukan orang jahat," Ucap Seulgi terbata-bata akibat perasaan takutnya yang meluap.
Masih dalam posisi memeluk pemuda itu dari belakang, Seulgi mati-matian mengendalikan degup jantung dan gemetar di tangannya.
Seulgi tidak mendapat respon apapun dari pemuda itu. Mungkin pemuda itu juga sama takut dan terkejutnya dengan Seulgi.
"Jika menurutmu tidak akan ada orang yang menyesali kepergianmu. Aku. Aku akan menjadi orang itu. Jadi jangan lakukan hal gila seperti tadi!" Seulgi berteriak melepaskan emosi yang menguasainya. Baginya sangat menyakitkan menyaksikan adegan barusan. Seseorang ingin melompat ke dalam sungai yang sedingin es di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Miraculous Thing, You
Fiksi PenggemarJung Seulgi menjadi satu-satunya saksi dari titik terlemah seorang Cho Jaebum. Pertemuan itu menjadi awal terbelitnya takdir diantara mereka. Jaebum yang memiliki kekasih dan Seulgi yang tidak ingin berada dalam hubungan romantis, memutuskan untuk...