ᴛᴇʀɪꜱᴛɪᴍᴇᴡᴀ

208 147 7
                                    

"Senyummu seperti langit yang menyimpan banyak bintang. Lalu tawamu memecah temaram yang selalu membuatku terpukau. Dan sejak dulu, yang teristimewa itu memang selalu kamu."

°❀⋆.ೃ࿔*:・˚ 🐻‍❄️ྀིྀི⋅࿔*:・˚.ೃ࿔ ࣪ ִֶָ☾.

Mataku menyorot pada satu objek-tepat di luar gerbang Rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mataku menyorot pada satu objek-tepat di luar gerbang Rumah. Aku menumpukan dagu pada pembatas balkon kamar. Menyunggingkan senyum ketika mendapati Elle yang tengah sibuk menelphone ku. Aku hanya melirik sekilas pada ponsel di tangan yang terus bergetar. Dan setelahnya kembali mengabaikan.

Hari ini, Elle memang menjemput ku untuk pergi ke Sekolah. Kurang lebih sudah lima menit lewat cowok itu hanya duduk di atas motor dengan tangan yang terus memegang handphone. Aku memang sengaja membuatnya menunggu.

Perlahan aku menegakkan badan dengan tawa yang beredar, ketika melihat Elle yang sudah sadar dengan keberadaan ku di atas balkon. Cowok itu menukik alis sambil bersidekap. Astaga, astaga, Elle lucu sekali.

Tanganku lalu melambai riang pada Elle yang sudah terlihat kesal. Aku langsung berlari turun, sebelum kena marah Elle yang sudah sedari tadi menunggu. Membuka gerbang, aku tersenyum lebar sambil membenarkan letak tas di bahu.

"Haii, pacarr!"

Tuk!

"Aw!" Aku mengusap kening yang baru saja di ketuk Elle pelan. "Kamu gak suka dipanggil begitu, ya?"

"Bukan gitu." Elle menyalakan mesin motor, lalu sejenak kembali menatap ku. "Besok-besok langsung turun kalau gue sampai. Jangan iseng kayak tadi."

Aku berpikir dengan mata yang menyipit, lalu kemudian berakhir mengangguk. "Maaf ya, Elle?"

Elle tidak menjawab. Hanya matanya yang menatap lekat dengan tangan yang perlahan meggenggam jari-jariku. Menarikku pelan ke arah nya. Dan satu hal yang dapat membuat tubuh ku terpaku adalah, ketika Elle memasangkan helm di kepala ku. Bagai aliran yang mengalir lancar, dan seperti itulah darah ku berdesir.

"Naik, Rayna. Nanti terlambat." Elle mengaitkan helm nya.

Aku berusaha mengatur degup jantung yang tidak teratur. Bilang lah aku ini berlebihan. Tapi, sungguh aku ingin lompat dari lantai tiga sekarang ini juga.

"Nunggu apa? Cepet, naik!"

Aku tersadar dan mengangguk. Kaki ku lalu perlahan menginjak footstep di motor besar Elle, lalu duduk dengan nyaman dengan tas yang ku taruh di depan dada.

"Udah?" Elle menoleh sekilas.

"Iyaa, udah."

Motor Elle lalu melaju dengan kecepatan normal. Melintas di jalan raya dan bergabung dengan kendaraan lain dengan kecepatan yang berbeda-beda.

ALTAR RASA | END ✓ |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang