"Hai, bentala cakrawala. Bagai aksara cinta, kamu adalah amerta. Dengan akaramu, aku berdama."
°❀⋆.ೃ࿔*:・˚ 🐻❄️ྀིྀི⋅࿔*:・˚.ೃ࿔ ࣪ ִֶָ☾.
Gebar embun menari-nari di dedaunan. Langit biru cerah tanpa cela, menjadi kanvas bagi burung-burung yang mengembara. Tetes-tetes air hujan merekat di kaca, membentuk pola-pola abstrak, seperti lukisan seniman alam.
Aku menatap cermin, menilik diri dalam bingkai kaca yang asing. Jemariku meraba kancing seragam, satu per satu terpasang rapi. Aku mengamati tiap detailnya, dari kerah yang tegak, hingga lipatan rok yang jatuh sempurna.
Hari pertama berada di rumah Mama Alana, berjalan lancar. Aku sangat mudah beradaptasi di suasana ini. Kamarku bahkan telah dihias dan disusuk apik, jauh sebelum aku berkunjung ke sini. Kata Mama Alana, supaya sewaktu-waktu aku datang, aku tak perlu lagi repot-repot memindahkan barang dan merapikan kamar.
Kunjungan ku ke rumah lama hanya sebatas mengambil beberapa barang yang tertinggal. Juga bertukar kabar dengan Papa dan Rachel. Senyumku terbit, mengingat Rachel yang kini sudah menganggap keberadaanku. Juga Papa yang lebih hangat dan mengirim perhatian penuh.
Langkahku ringan menuju ruang makan, di mana Mama Alana sudah menata meja yang terisi banyak masakkan. Di sana, aku bertemu Randra. Ia melempar senyum, memulai hari dengan status saudara yang pertama.
"Rayna berangkat bareng siapa, sayang?"
Aku tersenyum malu, menatap Mama Alana. "Sama, Elle. Nanti dia tetap jemput aku."
"Pacaran mulu lo!" Randra mengunyah dengan raut sinis.
"Apaan, sih? Iri aja!" Aku duduk di salah satu kursi makan. "Kamu mending jemput Ai juga. Jadi cowok kok gak ada inisiatifnya?"
"Heh, Ai itu cewek mandiri! Anti menye-menye, sekali tonjok langsung joss!!" Randra menepuk dada bangga.
"Iya, kamu yang lehoy! Letay-letoy kayak ganti gender aja!!" Aku meledek.
"Semprul banget lo, asli!" Randra tak terima. "Ma, lihat tuh! Masa iya kelakian Randra diraguin? Belum tahu aja pukulan maut gue!!"
"Halah-halah, pukulan maut!" Aku mengibas tangan. "Kamu ditonjok Elle aja langsung mental."
Randra lalu nyengir. "Ya kalau Elle sih, gue juga takut. Tuh anak kan dari SD udah ikut taekwondo. Mana pangkatnya udah di sabuk hitam!!"
"Hah? Sabuk hitam? Serius?"
"Lah, lo pacarnya masa gak tahu? Elle kan tiap hari Sabtu dan Minggu jadi instructor di salah satu club taekwondo. Mana julukannya jadi calon Sabeumnim lagi! Keren banget anjay, temen gue!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAR RASA | END ✓ |
Teen FictionKisah ini menceritakan pertemuan Naray ńa Ascella dengan sosok laki-laki penolong. Kata Rayna, dia seperti malaikat. Selalu menjadi rumah, disaat dunia Rayna redup dan tidak memiliki seorang pun untuk pulang. Tanpa lelah, sosok itu terus menuntun Ra...