Happy Reading 🐻
🐯🐯🐯🐯🐯
Typo? Tandain!
~~~~~~~~~~~
Azka mempersilahkan Hanna untuk masuk ke apartemennya. Di sepanjang perjalanan tadi gadis ini hanya diam bahkan sampai sekarang.
"Kamu bisa tidur di ruang tamu."
Hanna menatap Azka kemudian mengangguk kecil. "Makasih pak."
Mata tajam Azka menatap Hanna yang berjalan ke kamar tamu. Melihat gadis itu lebih diam dari biasanya jujur saja membuat Azka merasa aneh.
"Ck." Azka menggeleng singkat kemudian berjalan ke kamarnya.
Sedangkan Hanna sendiri mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar. Ia memilih pergi ke dapur untuk mengambil minum karena tenggorokannya terasa sangat kering.
Satu gelas air putih Hanna tenggak hingga tandas. Hanna menghela nafas lalu menunduk saat teringat Intan yang bersikukuh untuk pindah.
Hanna akui Intan memang sangat egois dari dulu. Namun yang membuat Hanna diam adalah wanita itu sangat tulus kepada ayahnya. Intan mencintai ayahnya namun tidak dengan dirinya.
"Nggak mau pindah."
Hanna tidak sanggup jika harus pindah dan meninggalkan semuanya. Rumah yang penuh kenangan dengan almh sang ibu, sekolah, teman temannya terlebih Reta dan Faiha, lalu Azka.
Hanna memdesah lelah kemudian meletakkan gelas di tempat semula. Mungkin dia memang harus melupakan cintanya kepada pria itu.
Langkah kaki Hanna yang hendak menuju kamar terhenti saat matanya menatap kearah wastafel. Tumben sekali Azka mempunyai piring kotor sampai menumpuk.
"Ck, kemaren kan gue nggak dateng buat bersih bersih."
Hanna menepuk jidat dan mulai mencuci piring piring tersebut. Dirinya terlalu niat untuk melupakan Azka sampai sampai pekerjaannya pun ia lupakan. Semoga Azka tidak memecatnya walaupun pada akhirnya dirinya akan mengundurkan diri karena harus pindah.
Drrtt Drrtt
Ponselnya yang bergetar tanda panggilan masuk membuat Hanna harus mengelap tangannya yang basah. Ayahnya menelpon dan sesegera mungkin Hanna mengangkatnya karena ia tahu bahwa sang ayah pasti mengkhawatirkan dirinya.
"Halo yah."
Di sebrang sana, Akhtar langsung menghela nafas lega mendengar suara Hanna. Rasa khawatirnya sedikit berkurang. "Akhirnya kamu angkat. Ayah khawatir kamu kenapa napa."
Hanna terkesiap mendengar ucapan Akhtar. Dirinya sama sekali tidak tahu jika ayahnya itu menelponnya berkali kali.
"Hanna nggak papa yah."
"Syukur kalau gitu. Sekarang kamu ada di mana? Biar ayah jemput."
Mata Hanna bergerak ke segala arah mendengar pertanyaan dari Akhtar. "Hanna nginep di rumah temen yah. Nggak papa kan?"
"Oh, nggak papa." Akhtar terdiam beberapa saat kemudian bersuara kembali "Hanna, maafin ayah ya?"
"Ayah nggak salah kok." Hanna tersenyum walaupun Akhtar tak bisa melihatnya. "Ayah, Hanna setuju kalau kita emang harus pindah."
"Kamu serius?"
"Em." Keadaan ekonomi mereka masih belum ada perubahan. Jika memang ada pekerjaan yang layak dan ayahnya mau, Hanna harus mendukungnya. "Tapi syaratnya rumah kita yang lama jangan di jual. Bisa yah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
intimacy issues
Teen FictionEND 🔞 Hanna, seorang gadis yang sangat menyukai paras pria pria tampan ternyata memilih melabuhkan hatinya kepada seorang guru yang mengajar di sekolahannya. Usia mereka memang terpaut jauh namun sialnya di mata Hanna gurunya itu terlihat masih san...