intimacy issues 57

6K 352 6
                                    

Happy Reading🐻

🐯🐯🐯🐯🐯

Typo? Tandain!

~~~~~~~~~~~~~

"Udaranya sejuk, seger." Hanna meraup udara sekitar dalam dalam lalu menghembuskan lewat mulut.

Di sore hari Hanna mengajak Azka untuk berjalan jalan kecil di area yang tak jauh dari rumah mereka. Meskipun agak kesusahan dalam berjalan Hanna tetap menikmati setiap langkahnya dengan Azka yang sabar menyamai langkah pelannya.

"Lumayan ramai ya, padahal bukan weekend."

"Di sini emang selalu ramai. Hijau hijau enak di pandang."

"Masa?" tangan Azka yang ia genggam diayunkannya pelan. "Kok aku baru tau?" netra Hanna menelisik ke tanah lapang hijau yang memang terlihat asri. Banyak orang yang menggelar alas piknik di sana. Entah bersama keluarga maupun dengan pasangan.

"Baru di buka dia minggu yang lalu."

Hanna mengangguk paham. Anak rambut yang menghalangi wajah istrinya Azka sibak ke samping. Nafas Hanna mulai terengah dan Azka dengan cepat menunjuk kursi panjang yang letaknya tak jauh dari mereka.

"Duduk di sana ya."

"Iya."

Terdapat tiga kursi di sana dan dua diantaranya di duduki oleh satu keluarga kecil dan tiga perempuan berpakaian minim yang menurut Hanna sangat tidak pantas. Bahkan salah satu di antara mereka dengan sengaja menumpukan kaki hingga rok ketat yang di pakainya terangkat.

"Capek?" Azka sesak sendiri melihat Hanna. Dengan tubuh kecil istrinya ini membawa anak mereka kemana mana tanpa mengeluh sedikitpun.

Mata Hanna melirik ke samping setelah mengangguk singkat. Ketiga perempuan itu ternyata tengah mencuri pandang kearahnya— lebih tepatnya ke Azka. Bibir merah menyala mereka juga terlihat bergerak gerak entah mengucapkan apa.

"Nanti kalau anak kita udah lahir kita piknik di sini bertiga. Liat dia lari larian sambil bilang papa ayo kejar aku."

Hanna memperhatikan Azka sembari mengusap pelan tangan Azka yang bertengger di perutnya. Sudut bibir Azka terangkat membayangkan sesuatu yang sebentar lagi akan ia releasikan.

"Ngajarin dia naik sepeda, main bola, makan es krim di kedai favorit kamu. Aku nggak sabar sayang."

Hanna tersenyum mendengar ucapan Azka yang begitu semangat. "Ajarin manjat pohon juga. Lumayan kalau kita nanti ke rumah Rania bisa ambil mangga sepuasnya."

Azka tergelak. Selama hamil ini Hanna kecintaan sekali dengan buah mangga yang tumbuh lebat di perkarangan rumah Bara.

Suara tawa dari para remaja wanita terdengar renyah. Dan Hanna pun memperhatikan mereka dengan diam. Semisal jika dia tidak mengejar Azka secara gila apa ia sekarang akan seperti mereka? Berkumpul, bermain, liburan, ke mall bersama, menginap untuk mengerjakan tugas.

Menyesal? Untuk apa ia sesali jika semuanya telah terjadi. Tapi ada kalanya ia berandai andai bisa mengulang waktu. Di tambah masalah mereka kemarin membuat Hanna semakin merutuki jalan yang ia ambil. Azka pembohong, Azka penipu, Azka manipulatif. Hanna benar benar menanamkan hal tersebut dalam hati.

Semengerikan itu cinta remaja labil. Menggebu gebu dam berbahaya. Hanna tak tahu apa yang terjadi jika Azka adalah pria brengsek yang bisa saja memanfaatkan kebodohannya waktu itu. Tapi yang jelas sudah pasti ia akan di jadikan boneka sampai pria itu bosan.

Sorot mata Hanna yang tak biasa kentara sekali oleh Azka. Pria itu paham betul dengan apa yang di pikirkan oleh istri kecilnya. Hanna, tanpa ingin mengajak Azka berbicara ia tetap terus memperhatikan sekumpul remaja tersebut yang terlihat semakin seru dengan obrolan yang tengah mereka bahas.

intimacy issuesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang