Dua: Tujuh tahun kemudian

1K 119 19
                                    

Note: Sesuai judul chapter ini adalah tujuh tahun setelah kejadian di chapther 1.

_


"Junghwan, kamu tanggung jawab dong!"

"Kok aku!" balas Junghwan cepat, "Salah abang sendiri, berdiri sembarangan."

So Jihoon, sang abang memutar mata sebal, "Eh... jangan salahin abang, ya. Kamu jalan kaki aja suka nabrak sok-sok mau ngeluarin mobil dari garasi. Lihat nih akibatnya." Jihoon menunjuk kaki kanannya yang sekarang berwarna biru bengkak dengan baret dan darah di sekelilingnya.

"Ya abang dong tetep yang salah, tau kalau aku mau mundurin mobil kenapa berdiri di situ."

"Junghwan, spion di mobil itu ada fungsinya. Dipake, jangan cuma dijadiin pajangan!"

"Tadi aku udah periksa spion, abang nyelonong aja!"

"Udah-udah," teriak mama sambil berjalan ke ruang tamu setelah mengambil ice pack  dan antiseptic sekaligus mencoba menengahi perdebatan kedua putranya. "Junghwan ngalah dong, kan abang kakinya sakit."

"Tuh dengerin." Kata Jihoon sewot

"Abang juga, adiknya kan nggak sengaja."

"Tuh dengerin." Balas Junghwan tidak kalah sewot.

Mama menghembuskan napas, garis-garis kerut muncul di keningnya menghadapi keributan yang ditimbulkan oleh dua anak laki-lakinya pagi-pagi begini. Mereka ini... sudah dewasa sebetulnya, yang satu bujang tua, yang satu single parent. Tapi kok tidak ada dewasa-dewasanya sama sekali.

"Mama nggak mau tau ya, entah itu kalian masih berantem atau enggak. Junghwan kamu yang nganterin abangmu periksa ke rumah sakit." ucap mama.

Kedua anak laki-laki di depannya siap untuk protes, tapi sang mama langsung memotong cepat. "Nggak ada protes! Mama nggak bisa, Papa lagi di luar kota, kalian udah gede harus bisa ngurus masalah kalian sendiri!"

"Technically, ini tuh masalah abang, kenapa aku mesti dibawa-bawa?"

Jihoon melempar kotak tisu dari meja pada sang adik begitu kalimat itu selesai terucap.

"Abang!! Sakit!!"

"Rasain! Nih, masalah ini penyebabnya juga kamu!"

"Dibilangin bukan ya bukan !" omel Junghwan siap melempar kotak tisu itu kembali kepada sang abang.

"STOOOOOP!!!" Mama harus mengangkat tangannya tinggi, mengingatkan anak-anaknya agar tidak bertengkar pagi-pagi begini.

"Abang, kamu nggak boleh lempar tisu ke Junghwan, oke?" Mama memberi peringatan.

"Tuh dengerin Mama," ucap Junghwan sekali lagi penuh kemenangan karena merasa dibela sang Mama.

"Iya, Ma." jawab Jihoon lirih.

"Dan, Junghwan... Kamu juga salah disini, jadi Mama nggak mau tau, nggak mau ada penolakan atau protes lagi, kamu anterin abang, oke?"

Bukannya menjawab, 'iya, Ma', seperti sang abang, Junghwan malah mengerutkan keningnya dan membuang muka cemberut.

"Oke, Junghwan?"

Lagi, bukan jawaban, Junghwan justru bertanya, "Elan gimana?"

Elan, sebuah nama baru dalam cerita ini. Seorang bayi yang lahir enam tahun silam dan sekarang sedang bersiap masuk ke sekolah dasar. Anak laki-laki yang kehadirannya membuat Junghwan dimarahi habis-habisan oleh papa. Kalau saja bukan karena mama, dia yakin sudah diusir dari rumah. Bahkan sampai sekarang setelah enam tahun terlewati sikap papa masih sulit dan keras  kepadanya, tidak peduli apa yang sudah Junghwan capai dalam hidupnya, papa tidak akan pernah puas.

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang