Dua puluh lima: ayah?

433 73 15
                                    


"Ayah mau dipeluk juga dong."

Bukankah kalimat itu terdengar sederhana? Harmless sekali, bahkan bisa dibilang sweet.

Tapi tidak jika kalimat itu keluar dari mulut seorang laki-laki single bernama Watanabe Haruto kepada anak tujuh tahun bernama Elan yang sekarang sedang berada di atas pangkuan Papanya.

Perlahan-lahan kesadaran mulai masuk ke dalam kepalanya bahwa seharusnya dia tidak terbawa suasana dan mengatakan kalimat itu secara lantang. Lihat... sekarang dua orang di hadapannya menatapnya dengan ekspresi yang sama, yaitu ekspresi what the hell???

Untuk beberapa detik, Haruto hanya diam di tempat, tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam hati dia berharap Elan tidak mendengar apa yang baru saja dikatakannya. Tapi harapannya kandas di tengah jalan ketika Elan  merangkak turun dari pangkuan Junghwan yang hanya bisa duduk kaku menatapnya.

"Apa om Haruto barusan bilang Ayah?" tanya Elan pelan tapi jelas, "memangnya Om Haruto ayah Elan?"

Demi Tuhan, Haruto takut setengah mati. Dalam hati dia sedang meneriakkan semua kata sumpahan yang ia ketahui. Dia menenutup mata dan menarik napas dalam. Ketika membuka matanya lagi, tatapannya kini langsung tertuju pada anaknya. Disatu sisi dia mengucap syukur karena kalimat yang selama ini ingin sekali ia lontarkan pada Elan akhirnya terucap juga. Tapi Jesus, help me! dia tidak ingin mengatakannya dengan cara seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi?? Bisa jadi ini adalah satu-satunya kesempatan yang Tuhan berikan kepadanya untuk memberitahu Elan tentang siapa dia sebenarnya.

"Iya, Om Haruto ayah Elan." ucap Haruto akhirnya.

Haruto mendengar Elan dan Junghwan menarik napas bersamaan. 

"Serius? Om nggak bohong?" 

Lain dengan ekspresi Elan yang menunjukkan kebingungan, wajah Junghwan dipenuhi dengan kepanikan luar biasa. Haruto tau Junghwan pasti ingin membawa lari Elan secepat mungkin, tapi dia tidak bisa bergerak sama sekali, jadi Haruto akan gunakan kesempatan ini sebaik mungkin.

Perlahan-lahan, Haruto menurunkan tubuhnya agar Elan bisa menatap lurus matanya tanpa mendongak. Dia tidak menyentuh Elan sama sekali. Ia takut jika Elan tiba-tiba menepisnya.

"Nggak. Om nggak bohong. Om ayah Elan." ucap Haruto untuk meyakinkan Elan.

Untuk beberapa detik hanya ada keheningan, tidak ada satupun yang bicara. Hingga tiba-tiba suara tangisan keras Elan memecah keheningan tersebut.

Ini adalah pertama kalinya Haruto melihat Elan menangis keras seperti ini, seakan-akan hatinya hancur berkeping-keping membuat Haruto otomatis ingin memeluk dan menenangkannya.

"Elan, sayang... kenapa nangis?" tanya Haruto sambil mengangkat kedua tangannya, siap menarik anaknya, separuh hati dan jiwanya ke dalam pelukkannya, tapi Elan seketika mundur menjauhinya.

Haruto merasa dadanya baru saja dilempar ke dalam jurang tak berujung melihat Elan lebih memilih menangis sendiri daripada di dalam pelukkannya. Hatinya perlahan-lahan retak. Lebih dari apa pun, yang ia inginkan adalah menarik paksa Elan untuk ia peluk, tapi dia tahu Elan tidak menginginkan itu sekarang. Akhirnya dia hanya bisa menatap anaknya pasrah ketika Junghwan beringsut mendekati Elan.

"PAPAAA..." tangis Elan langsung memeluk Junghwan dan menenggelamkan wajahnya di leher Junghwan.

"Sshhh, nggak papa... papa di sini, sayang, ngga papa..." bisik Junghwan memeluk Elan erat.

Sambil memeluk Elan, Junghwan mendongak dan menatapnya, rasa bersalah terpancar jelas pada mata itu dan meskipun dia tidak mengatakannya, Haruto tau Junghwan sedang mengucapkan maaf padanya. Maaf karena reaksi seperti ini yang dia dapat dan maaf karena Junghwan tidak bisa memeluknya untuk menenangkannya seperti yang dia lakukan untuk Elan.

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang