Empat : Flashback

1.1K 131 34
                                        

flashback ke awal Junghwan hamidun


_


/flashback/

"Kamu nggak mungkin hamil," ucap Haruto tidak percaya.

Junghwan meliriknya sinis, "kenapa nggak mungkin? kamu pikir apa yang bakal terjadi kalau kamu masukin penis kamu ke lubang aku tanpa kondom?"

Haruto tidak menghiraukan nada sinis Junghwan, dia kepalang panik untuk memperdulikan hal kecil seperti itu, lalu bertanya. "berapa usia kandungan kamu?"

"Lima minggu."

"Whattt? Udah sebulan lebih!!!"

Junghwan menyedapkan tangan, tidak sabar. "pengalaman kamu soal seks kan lebih banyak dari aku, kenapa kamu sampai ceroboh nggak pake kondom sih?"

Haruto mengangkat kedua tangan dan menjalin jemarinya di belakang kepala. stress... dia stressss berat. "Goddddd, aku kelewat nafsu. Seharusnya kamu kasih kontrol dong, jangan ngebiarin aja." geram Haruto sambil mondar-mandir di depan Junghwan.

"Ngebiarin aja? kamu nyalahin aku?"

Untuk beberapa menit, Haruto tidak merespon teriakkan Junghwan dan terus mondar-mandir tidak jelas. Segala macam skenario kehancuran hidupnya berseliweran di kepalanya.

Dalam kurung waktu delapan bulan dia akan masuk bekerja sambil menggendong bayi. Tatapan menghakimi dari segala penjuru akan dilemparkan padanya karena punya anak di luar nikah, padahal usianya yang bahkan belum genap 23 tahun. 

Dia tidak bisa jadi ayah sekarang. Dia hanya seorang mahasiswa kedokteran, masih mahasiswa. Masa depan dan karir terbentang cerah menunggu dihadapannya. Masih ada banyak hal yang ingin dia lakukan, dan hal-hal itu tidak akan bisa ia lakukan kalau punya anak.

Belum lagi membayangkan betapa marah dan kecewanya papi dan mami, karena bukannya pulang membawa ijazah dengan nilai cum laude, dia malah membawa bayi.

No! Haruto bisa melihat masa depannya hancur satu per satu dan itu membuatnya makin frustasi.

Hanya ada satu solusi yang muncul di kepalanya, satu-satunya cara untuk menghilangkan bayi sialan itu dan menyelamatkan masa depannya.

Kaki Haruto berhenti mondar-mandir dan menatap Junghwan serius, "Kamu harus gugurkan kandungan kamu," ucapnya.

Junghwan tidak langsung membalas, matanya terbelalak menatap Haruto saking kagetnya.

Haruto berlutut di hadapan Junghwan, merangkum wajah manis sang kekasih di dalam kedua telapak tangannya, "kita nggak bisa ngurus bayi sekarang, Junghwan. Kita berdua masih kuliah. Aku belum kerja, dan kamu tahu seberapa besar biaya buat membesarkan bayi." jelas Haruto.

Junghwan mengigit bibir, memeluk perutnya dengan kedua tangan, dan berkata lirih, "kita bisa... minta bantuan orang tua kita..."

Well, Junghwan tidak salah. Itu memang bisa jadi salah satu solusi untuk masalah mereka saat ini. Mengingat orang tua Junghwan adalah pemilik perusahaan jasa accountant besar, yang sudah dipastikan hartanya tidak akan habis tujuh turunan. Dan keluarga Haruto sendiri juga termasuk keluarga berada, baik mami dan papinya adalah seorang dokter spesialis di rumah sakit ternama. Jadi seharusnya uang tidak akan jadi masalah bagi keduanya. Hanya saja... maksud Haruto bukan itu. Dia tidak mau punya bayi. Mereka seharusnya tidak punya bayi.

"Dan diomeli habis-habisan terus mungkin dibunuh sama papa kamu?" ucap Haruto, "Junghwan..., mereka pasti kecewa berat kalau sampai tahu tentang masalah ini. Aku yakin bukannya ditolong, kita justru akan diusir."

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang