Tiga belas: Argument

797 94 19
                                    

Haruto sadar dirinya terlihat seperti zombie sekarang, padahal seharusnya dia tampil paripurna untuk membuat Junghwan terpesona. Tapi jujur setelah bertemu dengan Elan, dia sama sekali tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya selalu tertuju pada Junghwan, Elan, dan segala kesalahannya. Dia sudah membiarkan Junghwan melewati begitu banyak hal sendirian, dan bertemu dengannya siang ini membuatnya gugup setengah mati.

Haruto sudah menunggu di restoran bersuasana tenang dan bersekat yang diusulkan Junghwan, katanya supaya lebih privat saja. Saat Junghwan datang, ekspresinya tenang, tapi Haruto tahu dari cara Junghwan menatapnya, dia juga kelihatan sedikit enggan, takut dan curiga. Entah kenapa ini membuat hatinya mencelos. Sebajingan itukah dirinya, sampai-sampai Junghwan memandangnya seperti itu.

"Elan di mana?" tanya Haruto beberapa saat kemudian ketika pelayan sudah pergi setelah mengantar pesanan mereka.

Junghwan kelihatan terkejut ketika mendengar Haruto mengucapkan nama Elan tanpa ragu, "kamu tahu namanya?"

What the hell!! 

Apa Junghwan pikir dia akan dengan mudah melupakan nama anak mereka setelah mengetahuinya enam tahun lebih beberapa bulan kemudian?!

Of course the fuck NOT!! Nama itu sudah terukir dan melekat di kepalanya.

"Aku dengar waktu ketemu di basement waktu itu dan aku nggak bakal lupa, Junghwan."

Junghwan memalingkan wajahnya sebelum menjawab singkat, "di sekolah."

Haruto mengangkat alisnya, tidak menyangka anaknya sudah sekolah. Sekarang kesedihannya bertambah karena juga melewatkan momen mengantar Elan di hari pertama sekolah juga.

"Kelas berapa sekarang?"

"Kelas satu SD."

Haruto menunggu Junghwan untuk memberikan informasi lebih lanjut mengenai Elan, tapi ketika dia hanya diam saja, Haruto bertanya lagi, "baru masuk tahun pelajaran ini berarti?"

Junghwan hanya mengangguk, sementara berbagai macam pertanyaan berseliweran di kepala Haruto. Apa Elan pintar di sekolah? Apa Elan punya banyak teman? Apa sering dihukum guru seperti dirinya waktu SD? Haruto ingat Mami sering sekali dipanggil ke sekolah karena kenakalannya.

Seluruh rasa ingin tahu ini membuatnya mengubah strategi yang tadinya mau take things slow dengan langsung todong mengutarakan keinginannya tanpa basa-basi.

"Aku mau ketemu Elan lagi."

Tidak menjawab, Junghwan justru mengangkat sendoknya dan mulai makan perlahan. Haruto bahkan tidak bisa minum saking gugupnya. Dia menunggu Junghwan meneriakkan sumpah serapah padanya, bahwa dia tidak berhak meminta di pertemukan dengan Elan, tapi setelah beberapa menit berlalu dan Junghwan masih makan tanpa mengatakan apa-apa, Haruto mengulurkan tangan untuk meraih tangan kiri Junghwan yang dari tadi diletakkan di atas meja.

Seperti disengat listrik, Junghwan berjengit, buru-buru menarik tangan kirinya dari genggaman Haruto sampai sendok di tangan kanannya terlepas, seakan-akan tidak tahan di sentuh olehnya.

Hal itu membuat hati Haruto hancur tak tergambarkan. Bagaimana bisa Junghwan bersikap sedingin ini padanya, ketika minggu lalu mereka masih menjulurkan lidah ke dalam mulut satu sama lain?

Haruto masih ingat betul dengan reaksi tubuh Junghwan saat itu. Junghwan sama menikmatinya ciuman itu. Junghwan masih tertarik padanya. Jadi kenapa dia bersikap begini? Lagi pula, Junghwan tidak mungkin berkencan dengan siapa pun kan saat ini.

Tidak mungkin kan?

Bayangan Junghwan di dalam pelukan laki-laki lain  selain dirinya, mencium dan menyentuh Junghwan seperti dirinya, tanpa disadari membuat hati dan kepala Haruto mendidih.

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang