Dua puluh satu: Will you?

596 77 22
                                    

"So..., will you marry me?"

Tepat seperti itu! Seperti prediksi Haruto, beginilah Junghwan akan menatapnya saat dia menyatakan keinginannya yang juga pertanyaan mama Junghwan padanya. Tatapan seolah-olah dia sudah gila dan membutuhkan pertolongan darurat supaya tidak lari-lari telanjang di jalan sambil teriak-teriak. 

Haruto tidak menyalahkan Junghwan yang menatapnya seperti itu. Pertanyaannya memang out of the blue dan bodohnya diajukan tepat setelah dia menceritakan apa yang terjadi di kamar Junghwan tempo hari bersama orang tuanya, jadi mungkin saja Junghwan menganggap keinginannya menikahi Junghwan hanya karena desakan orang tua saja. Padahal jauh sebelum pertemuan tidak terduga tersebut, kalau boleh jujur dari dalam hatinya, dia memang pulang ke Indonesia dengan harapan menemukan Junghwan, merayunya dan membuatnya jatuh cinta lagi padanya, sebelum kemudian mengajaknya menikah.

Haruto yakin bisa melakukan itu dalam hitungan minggu.

Tapi sekarang, dengan kehadiran Elan, harapannya tidak sesederhana itu. Karena sekarang dia tahu bahwa kesalahannya tidak hanya berdampak pada Junghwan seorang tapi juga Elan dan orangtua Junghwan. Haruto bukan saja harus meyakinkan Junghwan, tapi juga Elan dan seluruh keluarga Junghwan bahwa dia menyesal dan akan berusaha mati-matian menjadi laki-laki yang pantas menikahi Junghwan.

Beberapa saat berlalu, Junghwan belum menjawab meskipun tatapannya tetap lurus padanya. Haruto sendiri tidak ingin mengalah begitu saja. Dia akan membuktikan bahwa dia tidak bercanda dengan pertanyaannya.

"Will you marry me, Junghwan?" ulangnya sambil menyodorkan cincin yang sedari tadi dia pegang lebih dekat pada Junghwan.

"Bercandaan kamu nggak lucu." ucap Junghwan.

"Aku nggak bercanda. Aku serius mau nikah sama kamu."

Perlahan-lahan Haruto bisa melihat perubahan emosi pada mata Junghwan. Ada keterkejutan tentu saja, tapi juga kesedihan dan kerinduan pada tatapan itu. Seakan-akan dia menginginkan Haruto menjadi bagian keluarga kecil yang sudah dia bangun hanya berdua bersama Elan selama ini, tapi takut membiarkannya masuk.

Junghwanlah yang memalingkan wajahnya untuk menggambil jus jeruk dihadapannya. Dan Haruto menahan diri agar tidak mendesah kecewa karena merasa kehilangan mata Junghwan padanya.

Jesus, this is insane. Haruto yakin, dia akan betul-betul jadi gila jika Junghwan menolak menikahinya.

Junghwan melirik Haruto yang kelihatan kesulitan bicara. "Kalau nggak salah,  kamu pernah bilang bahwa kamu di Jakarta cuma untuk cuti liburan, kan?"

"Not exactly."

"Sambil kerja, then?"

Haruto menggeleng lagi, membuat Junghwan bingung, "Jadi ngapain kamu di Jakarta."

"Aku pulang bukan cuma mau liburan  tapi sekaligus nyariin kamu, Aku berharap bisa nemuin kamu. Untuk minta maaf tentang kesalahan aku tujuh tahun lalu dan tentunya juga semua salah aku sampai sekarang, dengan harapan kamu mau maafin aku. Dan mungkin... kita bisa kembali lagi, bahkan sebelum aku tahu tentang Elan."

Kata-kata Haruto membuat Junghwan  mematung. Junghwan tidak tahu apa yang harus dia rasakan setelah mendengar kata-kata ini. is he really serious? Apa Haruto betul-betul datang ke Indonesia untuk mencarinya? Setelah tujuh tahun menghilang? No. Fucking. Way.

"Elan is a great kid, Junghwan. I know he is happy and content with you. Aku bisa lihat dia betul-betul adore kamu dan juga sebaliknya. Aku selalu tahu kamu akan jadi orang tua yang baik dan aku betul-betul berterimakasih karena kamu udah ngebesarin dan ngejagain Elan selama ini. aku minta maaf karena udah pergi ninggalin kamu begitu saja di hari pertunangan kita tujuh tahun lalu. Aku minta maaf karena nggak bisa ada buat kamu dan Elan selama ini. Aku ingin mengubah itu dengan berusaha menjadi ayah buat Elan dan membagi tanggung jawab dengan kamu. Tentunya kalau kamu setuju. Semua keputusan ada di tangan kamu."

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang