Dua puluh: Orang Tua Junghwan

901 94 21
                                    


"Maaf, Om, tante, saya bisa jelaskan..." ucap Haruto pelan, mencoba mengisi keheningan yang begitu menegangkan.

"Bagus, saya memang perlu penjelasan kamu." ucap Minho, Papa Junghwan, yang sekarang sedang menatap tajam anaknya, memberi sinyal pada Junghwan untuk keluar dari kamarnya dengan hanya menggerakkan dagu.

Junghwan beralih menatap mama, ingin memohon supaya diperbolehkan tetap tinggal, tapi menyerah saat menyadari tatapan mama yang tak kalah tajam. Mau tak mau Junghwan melangkah berat melewati kedua orang tuanya, meninggalkan Haruto yang sudah kelihatan pucat pasi.

Segera setelah Junghwan keluar dan menutup pintu, So Minho memicingkan matanya lalu berkata, "Saya nggak tahu apa yang membuat kamu membatalkan pernikahan kamu dengan Junghwan tujuh tahun lalu. Tapi jujur saya lebih terkejut kamu berani kembali kesini lagi. Seminggu ini, entah kamu sadar atau tidak, saya berusaha untuk bicara serius sama kamu, tapi Junghwan sepertinya tidak pernah memberi saya kesempatan untuk itu..."

Haruto tidak tahu harus bersikap sok kuat untuk menutupi kegugupannya atau menciut takut, tapi dia menemukan dirinya menutup mulut dan menunggu.

"Apa karena kamu tahu dia hamil?"

Haruto menarik napas dalam. Dia tahu, salah satu kata saja, dia bisa kehilangan segalanya dan seluruh usahanya mendekati Junghwan dan Elan selama ini akan sia-sia. Oleh karena itu, Haruto harus betul-betul memilih kata-katanya dengan hati-hati, "Saya tahu Junghwan hamil, tapi bukan itu alasan saya untuk ... umh... membatalkan pernikahan dan kabur."

"Kamu tahu siapa yang menghamili Junghwan?"

Haruto mengerutkan kening, apa ini ini pertanyaan sarkas? tidak mungkin kan, kalau kedua orang tua Junghwan tidak tahu tentang siapa yang menghamili Junghwan?

Dengan mantap tapi penuh dengan kehati-hatian Haruto menjawab, "Saya, Om."

Melihat mata Minho melebar sebesar piringan hitam, dan mama Junghwan yang seperti baru dilempar ke dalam jurang mendengar perkataannnya. Haruto yakin dia salah bicara disini, jadi buru-buru ia menambahkan, "Saya dan Junghwan memang setuju untuk nggak cerita kesiapa-siapa dulu soal kehamilan Junghwan waktu itu. Kami takut para orang tua nggak setuju, jadi kami memutuskan untuk menunggu sampai pernikahan selesai dilaksanakan."

Salah satu tangan mama Junghwan mulai mengelus-elus dadanya. dan Haruto berpikir beliau akan menangis sebentar lagi. Dia melirik papa Junghwan yang sepertinya sedang mengatur napas untuk mengatur emosinya. Haruto betul-betul tidak tahu apa yang harus dia lakukan, apa dia salah bicara lagi?

"Kalau sudah sepakat seperti itu, kenapa kamu malah kabur?!" tanya Papa Junghwan setelah bisa mengontrol emosinya.

Haruto menelan ludah, memori kebodohannya hari itu masih membuat hatinya berat luar biasa, "Awalnya saya berpikir itu karena ketidaksiapan saya, tapi belakangan saya sadar kalau saya lari karena saya bodoh dan dan pengecut. Dan saya menyesali kebodohan saya itu setiap hari, Om." ucapnya pelan, dia tidak ingin menarik simpati orang tua Junghwan seperti ini, tapi entah kenapa mendadak matanya memanas seperti ingin menangis lagi sekarang.

Dia menunggu teriakan, sumpah serapah, tamparan, pukulan atau bahkan bogem mentah dari orang tua Junghwan, seperti yang Hinata, Papi dan Mami lakukan padanya. Tapi setelah beberapa detik, dia terkejut ketika menemukan orang tua Junghwan hanya menatapnya dengan nanar bercampur kecewa. Dan hal itu justru membuat dadanya sesak luar biasa seperti ditusuk-tusuk pisau berkali-kali.

"Saya menyesal, Om, Tante. Saya tahu saya sudah salah besar, bukan cuma terhadap Junghwan, tapi juga terhadap Elan, juga Om dan Tante. Saya mengerti kalau Om dan Tante marah. Om dan tante bisa memaki-maki saya, menampar, atau memukuli saya. Saya berhak mendapatkan semua itu, apalagi setelah nggak tahu malu datang lagi kesini dan mendekati Junghwan. Tapi saya mohon, jangan jauhkan saya dari Junghwan dan Elan. Saya baru sadar bahwa selama tujuh tahun saya hidup dalam kegelisahan tanpa Junghwan dan Elan. Kasih saya kesempatan untuk memperbaiki ini semua. Saya nggak bisa kehilangan mereka lagi, Om, tante."

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang