Dua puluh tujuh :percakapan dengan Elan

372 58 6
                                    


Kata gugup bahkan tidak bisa menggambarkan keadaan Haruto sekarang. Kemarin dia bisa dengan percaya diri mengatakan  mau menemui Elan, tapi sekarang saat sudah berdiri di depan rumah Junghwan, perasaannya jadi campur aduk. 

Tadi dia sangat excited saat sedang bersiap beberapa jam lalu apalagi saat perjalanan ke sini, kepalanya tidak bisa berhenti memutar skenario-skenario mengharukan dengan keluarga kecilnya itu. Namun, sepertinya adrenalinnya kini menguap habis, meninggalkan jantung berdebar-debar tak karuan dan tangan gemetaran.

Haruto mengepalkan kedua tangannya, mencoba mengontrol tangan gemetarnya. Tuhan Jesus, dia bukan hanya gugup, dia ketakutan setengah mati.

Stop being such a pussy! Teriak Haruto merutuki diri sendiri. Elan hanya anak kecil. Bukan snipper yang siap menembaknya mati. Haruto menggeleng-gelengkan kepala sebelum tertawa garing, karena dia sadar, saat ini dia lebih memilih berhadapan satu lawan satu dengan snipper dari pada anaknya sendiri.

"Hei, kenapa nggak masuk?" suara Junghwan terdengar saat pintu di hadapan Haruto tiba-tiba terbuka, awalnya Junghwan menatap bingung, tapi tak lama muncul senyum simpul do bibirnya. Senyum yang dipaparkan seakan-akan Junghwan memang menyambut kedatangannya.

"Hey..."  balas Haruto susah payah.

Junghwan hanya mengangkat alisnya heran, "kamu mau masuk ke dalam atau mau berdiri di luar aja?"

Untuk mengalihkan perhatiannya dari kegugupannya Haruto berdeham dua kali sebelum melangkah masuk ke dalam rumah dan bertanya, "Elan di mana?"

"Di atas. Aku lagi nyiapin makan malam. Kamu bisa langsung ke kamar Elan kalo mau. Aku sudah kasih tahu dia kalo kamu mau kesini jadi dia nggak akan kaget lihat kamu."

"Elan nggak apa-apa aku dateng kesini?"

"Dia nggak bilang apa-apa, tapi juga nggak menunjukan tanda-tanda penolakan. So i guess he's okay."

"Kalo papa, mama sama abang kamu, gimana?"

"Papa sama Mama ada urusan, abang sepertinya mau ngasih waktu buat kita bertiga."

Ketika Junghwan melihat Haruto masih berdiri canggung di hadapannya dia melanjutkan, "kalau mau nyiapin mental silahkan deh, aku mau lanjut di dapur."

Setelah Junghwan meninggalkannya sendiri, Haruto menarik napas panjang beberapa kali sebelum ngacir menuju tangga. Walaupun gugup setengah mati, tapi dia sudah tidak sabar ingin bertemu anaknya. Ketika sampai di depan pintu kamar yang setengah terbuka, Haruto mengetuk sebelum mendorong pintu itu hingga terbuka lebar. Elan yang sedang tengkurap di atas karpet kamarnya sambil memainkan beberapa koleksi robotnya mendongak. Tatapan yang Elan berikan padanya membuat hatinya mencelos, Elan bukan saja kelihatan enggan, tapi juga takut, bahkan ada sedikit kecurigaan disana.

Panik dengan situasi ini, karena jelas-jelas dia belum pernah menemukan manual tentang cara berkomunikasi dengan anak kecil yang baru saja tahu bahwa Om Haruto yang selama ini main dengannya ternyata ayah kandungnya, Haruto memutuskan untuk mengikuti insting payahnya dengan berjalan mendekat kemudian merangkak ke atas karpet untuk menyapa. 

"Halo, Elan."

"Hai." ucap Elan singkat, perhatiannya tetap fokus pada robot optimus prime di tangannya.

Haruto tersenyum kecil saat mengenali robot itu adalah salah satu mainan yang ia masukkan ke tas Elan beberapa hari lalu saat pertama kali mengetahui bahwa dia bukan sekedar Om Haruto seperti yang selama ini dia kira.

Untuk beberapa menit tidak ada yang mengatakan apa pun. Elan tetap fokus dengan robotnya. Sesekali melirik hanya untuk mengambil aksesoris robot yang letaknya tidak jauh dari tempat Haruto duduk hingga Haruto akhirnya tidak tahan lagi.

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang