Dua belas: List

844 102 10
                                    


Ketika pikirannya sudah mulai tenang, atas saran Hinata, Haruto mulai menuliskan list tentang apa saja yang harus dilakukan untuk menghadapi situasi tak terduga ini. Yang paling atas tentu saja menelpon atasannya di Chicago untuk menunda kepindahannya ke Los Angeles. Haruto sadar betul bahwa dia tidak akan bisa kembali ke sana sekarang. Tidak setelah dia melihat Elan dengan mata kepalanya sendiri. Sulit baginya untuk membayangkan hidup seperti dulu setelah mengetahui anaknya  betul-betul lahir ke dunia ini. Dia tahu atasannya pasti akan mengamuk dengan permintaannya, tapi keputusan Haruto sudah bulat. Kalau dia sampai dipecat, dia akan menerima hal itu dengan lapang dada.

List berikutnya adalah memberitahu mami dan papi. Satu hal ini lebih membuatnya panas dingin daripada kemungkinan dipecatnya. Tidak peduli dia laki-laki yang sudah hampir berumur 30 tahun, tapi Haruto tetap takut mengakui kesalahan pada orang tuanya. Mereka mungkin senang karena akhirnya mendapat cucu dari salah satu keturunan mereka, tapi Haruto yakin bahwa papi dan maminya akan mengamuk mengetahui bahwa anak laki-lakinya berlaku tidak bertanggung jawab dan meninggalkan seseorang setelah menghamilinya.

List terakhirnya adalah untuk menghubungi Junghwan. Bagaimana pun caranya, dia harus bisa bicara serius dengan Junghwan. Dia harus memastikan untuk melakukan hai ini dengan sangat hati-hati agar tidak membuat Junghwan makin defensif dan berujung tidak memperbolehkannya bertemu dengan Elan.

Sebagai langkah berjaga-jaga, Haruto menambahkan daftar tambahan untuk menghubungi pengacara Papi. Hal ini dilakukan kalau (amit-amit) Junghwan bersikeras tidak membiarkannya bertemu Elan. Saat itulah dia membutuhkan pengacara untuk memastikan perkara hak asuh Elan. 

Tapi itu hanya cadangan, sekarang yang terpenting adalah untuknya supaya berusaha dulu meyakinkan Junghwan.

Haruto sediki tertegung membaca listnya. menyadari bagaimana dirinya bisa siap berjuang dan begitu menyayangi manusia yang baru saja ditemui kurang dari 10 menit. Dia bahkan tidak sempat mengucapkan sepatah kata pun pada Elan, tapi dia sudah menyayangi dan mencintai anak itu dengan seluruh hatinya.

"Apa ada yang bisa aku bantu?" tanya Hinata saat melihat Haruto menunduk lesu memandangi kertas berisikan list yang baru saja dia buat.

"Aku perlu kamu nemenin aku nanti waktu ngasih tau mami sama papi." Haruto semakin menunduk setelah mengatakan ini.

"It's alright, nanti aku bantu ngomong."

Tidak merasa terhibur dengan Jawaban Hinata, Haruto justru merasa makin depressed. Jesus... kenapa dia berani melakukan kesalahan sebegitu besar, ketika untuk mengakuinya saja dia minta ditemani kakaknya.

"To, i'm sorry, " ucap Hinata, lagi-lagi memecah keheningan, "tapi dari mana kamu tahu kalau anak kamu dan Junghwan nggak di gugurkan?"

"I just know..."

"Iya, tapi gimana kamu bisa seyakin itu dia anak kamu?"

"Aku ketemu dia."

"Excuse me?" tanya Hinata bingung, "kapan?"

"Tadi di parkiran kantor Junghwan."

"Bercanda kamu." Hinata kelihatan tidak percaya dengan kebetulan ini. 

Haruto hanya bisa menggelengkan kepala sebagai jawaban bahwa dia sedang tidak bercanda.

"Tapi gimana... maksud aku, itu terlalu kebetulan nggak sih? Kamu yakin dia anak kamu? Atau Junghwan kasih tau kamu soal itu?" tanya Hinata sedikit terbata-bata.

"Ta, dia kelihatan persis kayak aku waktu umur segitu, cuma beda matanya aja, mata dia kayak punya Junghwan."

Hinata mengerutkan kening masih dalam usahanya memproses informasi dari adik laki-laiknya ini. "Apa kelakuannya juga kayak kamu?"

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang