Dua puluh delapan : Ayaaaaah!

298 50 8
                                    



Beberapa hari berlalu dengan begitu cepat, tanpa Junghwan sadari hari wawancara pekerjaan Haruto di rumah sakit incarannya akhirnya tiba. Kelihatan sih wawancaranya berjalan lancar karena Haruto tersenyum lebar saat bertemu dengannya sore itu.

"Wawancaranya lancar ya?" tanya Junghwan sambil melepas sepatunya.

"Yep," jawab Haruto pendek, menunggu hingga Junghwan mengenakan sandal rumah sebelum mencium pipinya. Refleks Junghwan mencium balik pipi Haruto. Dari jarak sedekat ini Junghwan bisa menangkap aroma sampo milik Elan dari kepala Haruto. Sepertinya sekali lagi Haruto mandi bareng Elan dan memggunakan sabun dan sampo Elan. 

Semenjak pembicaraan tentang siapa Haruto sebenarnya, yang puji Tuhan diterima baik oleh Elan. Haruto segera membeli rumah yang sudah ia tunjukkan pada Junghwan sebelumnya, dan secepat kilat membenahi rumah tersebut agar bisa dihuni terutama oleh anak kecil, setelah itu dia segera meminta izin kepada orang tua Junghwan untuk memboyong Junghwan dan Elan pindah ke rumah barunya.

Orangtua Junghwan tentu saja menolak, tapi Haruto bersikeras tidak mau kalah. Akhirnya dengan syarat dan ketentuan yang alot disepakati, Haruto berhasil membawa keluarga kecilnya. Dan sekarang, saban hari, Haruto menghabiskan setiap detik waktunya dengan mereka seakan besok akan kiamat.

Junghwan membiarkan saja situasi ini berjalan apa adanya, mengingat Haruto akan berangkat ke Chicago sebentar lagi dan tidak bisa bertemu Elan sesering sekarang. Meskipun begitu, dia tetap membatasi jarak antara Elan dengan Haruto agar tidak terlalu lengket.

Junghwan tahu Elan akan mengalami masalah berpisah dengan Haruto meskipun hanya sementara. Dia tidak mau kerepotan menenangkan Elan setiap malam kalau Elan menangis dan merengek kangen dengan ayahnya, sementara Haruto sibuk di Chicago. Oleh karena itu, tidak peduli berapa kali Haruto dan Elan memohon padanya untuk membolehkan Haruto menginap, Dia selalu mengatakan tidak. Meskipun rumah ini dibeli dengan uang Haruto, tetap tidak.

"Kamu udah dapet kepastian berarti?" tanya Junghwan kembali fokus pada percakapan mereka.

Haruto menggeleng, "mereka bilang akan kontak aku secepatnya sebelum aku berangkat ke Chicago untuk interview selanjutnya kalo aku masuk di short-list mereka."

"Masih ada interview lagi?" tanya Junghwan sambil berjalan menuju ruang makan. "memang ada  berapa interview  untuk ngedapetin kerjaan ini?"

Haruto mengangkat bahu, "3 sampai empat kali mungkin. Sebelum wawancara yang ini aku udah ngambil tes personaliti sama tes IQ."

"What? Mereka harus interview seorang dokter PIH Hospital sebegitunya untuk posisi dokter senior? That's crazy!"

"Well, aku nggak tahu proses ini normal atau enggak, tapi aku ikutin aja kemauan mereka, toh nggak ada ruginya. Itung-itung belajar proses ngelamar kerja di Indonesia kalau aja aku nggak dapet kerjaan ini."

"Oh, you'll get the job. Trust me, they'll be crazy not to have you."

"Aww... Thank you, baby." ucap Haruto dengan nada bercanda.

Junghwan mengerutkan kening, "bisa nggak kamu berhenti manggil aku baby? aku berasa kayak seumuran sama Elan."

"Oke, cintaku." jawab Harutp tengil.

Junghwan kelihatan tidak setuju dan hendak menyuarakan protesnya saat mendengar langkah kaki kecil dan cepat sedang menuruni tangga dengan ribut, tidak lama Elan muncul di dapur.

"Papaaaaa," teriak Elan berlari memeluk Junghwan.

Junghwan menunduk mencium kepala Elan, "Hai, apa kabarnya hari ini?"

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang