Sebelas : Interogasi

863 115 22
                                    


Haruto tidak tahu bagaimana dia bisa sampai di rumah. Yang lebih mengejutkan lagi, ketika Haruto sadar bahwa dirinya sudah berada di atas tempat tidur kamar tamu, di rumah Hinata.

Dia dari tadi menangis, sekarang pun, wajahnya masih basah oleh air mata yang dia coba tahan sepanjang perjalanan pulang, tangannya gemetar tidak karuan. Dia membaringkan tubuhnya meringkuk seperti bayi dan menangis sejadi-jadinya.

Dia tidak percaya bahwa ternyata selama ini dia punya anak. Anak laki-laki yang sehat, ganteng, dan menggemaskan. Ketika matanya bertatapan dengan mata anak itu beberapa jam yang lalu, dia menyangka sudah salah lihat, bahwa apa yang dilihatnya hanyalah imajinasi belaka. Tapi semakin lama menatap, Haruto sadar memang anak di hadapannya ini memiliki wajah yang sama persis dengan dirinya, hanya mata anak itu saja yang menuruni mata coklat hazel milik Junghwan, selain itu semuanya klon darinya.

Haruto mengerti kenapa Junghwan masih marah dan bahkan menolak semua usahanya untuk kembali mendekat. Tapi tetap saja, dia merasa dicurangi sekarang. Dia sudah tanya pada Junghwan tentang bayi mereka lahir atau tidak, dan Haruto ingat dengan jelas bahwa Junghwan menjawab 'enggak'.

Bagaimana bisa Junghwan bohong mengenai hal besar seperti ini? Bagaimana Junghwan sama sekali tidak mengasosiasikan dirinya pada darah dagingnya sendiri?

Haruto tahu dirinya memang seorang bajingan. Kelakuanya tujuh tahun lalu tidak bisa dibenarkan sama sekali. Tapi apakah dia berhak di perlakukan begini?

Tidak tahu sama sekali bahwa punya anak.

Lalu bagaimana dengan anaknya? Bukankah anak itu juga berhak mengetahui siapa ayahnya, mendapat kasih sayang dan perhatian seorang ayah.

Haruto bukannya meragukan kemampuan Junghwan sebagai orang tua, dari interaksi kecil tadi saja, Haruto bisa tahu bahwa Junghwan membesarkan anaknya dengan baik. Tapi tetap saja, akan lebih baik lagi kalau anaknya mendapat kasih sayang darinya juga.

Elan? Itukah nama anaknya? nama yang terdengar kuat dan teduh untuk anak laki-lakinya.

HOLY JESUS. I'M A DAD!!

Kalau perhitungannya benar, maka Elan sudah berumur enam tahun lebih sekarang. Haruto makin menangis ketika menyadari bahwa dulu dia pernah meminta Junghwan untuk menggugurkan kandungannya. Sekarang yang dia menyesal. Dia sudah kehilangan kesempatan untuk memandikannya, mengganti popoknya, membacakan cerita, mengajari naik sepeda, menidurkannya, melihat langkah kaki pertamanya, mengenalkannya dengan tokoh-tokoh superhero keren, dan banyak hal lain yang biasa dilakukan seorang ayah.

Apa Junghwan melakukan itu sendirian selama ini?

Haruto betul-betul merasa bodoh. Selama ini dia sudah hidup santai berleha-leha layaknya seorang single man dengan pekerjaan mapan, 'jajan' sana sini tanpa tanggung jawab apapun. Sementara Junghwan harus membagi waktu antara bekerja dan mengurus anak.

Apakah dia bisa menjadi sosk orang tua sebaik Junghwan? Apa Elan pernah bertanya-tanya tentang ayahnya? Dan kalau pernah jawaban seperti apa yang Junghwan berikan pada Elan? 

Tapi dari semua pertanyaan-pertanyaan itu, ada satu yang paling mengusik hatinya, karena dia takut apabila jawabannya adalah 'tidak'.

Pertanyaan itu adalah... Apa Elan bahkan mau bertemu dengannya?

Bagaimana kalau Elan membencinya dan tidak mau berurusan lagi dengannya seperti Junghwan? Jika Elan tidak mau repot-repot mengenalnya, Haruto mau bunuh diri saja rasanya.

Bagaimana pun caranya, dia harus berusaha mengenal Elan. Fuck what Junghwan wants!!! Terserah Junghwan mau atau tidak, siap atau tidak, rela atau tidak. Haruto akan tetap maju untuk mengenal Elan.

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang