Empat belas : Is this okay?

780 94 13
                                    


Kepala Junghwan seperti mau meledak sekarang, otaknya berkecamuk dengan segala sumpah serapah yang ingin dia lontarkan kepada apapun dan siapapun yang ditemuinya.

Entah dia harus bersyukur atau malah tambah marah setelah mendapat telepon dari wali kelas Elan ditengah-tengah pembicaraannya dengan Haruto, karena dia diberi tahu kalau anaknya itu baru saja membuat teman sekelasnya babak-belur. 

Junghwan betul-betul tidak bisa berpikir jernih sekarang, karena laki-laki berumur hampir 30 tahun dan kloningnya yang belum genap berumur 7 tahun bandelnya sama saja, ngalah-ngalahin tokoh kartun Dennis the Menace yang selalu Elan tonton setelah pulang sekolah.

Junghwan menarik napas sebelum mengetuk pintu kantor wali kelas Elan. Tak butuh waktu lama, pintu langsung terbuka, otomatis mata Junghwan mencari Elan untuk mengecek keadaan anaknya. Dan kalimat 'sejak kapan Elan jadi preman sekolah?' adalah hal pertama yang terlintas di kepalanya.

Puji tuhan, Elan tidak lebam sama sekali, meskipun rambutnya acak-acakan dengan wajahnya agak sedikit merah, sedangkan seragam Vero, teman berantem Elan, hidungnya disumbat tisu karena mimisan, ada goresan tipis di ujung bibirnya. Dan seragamnya agak robek di bagian kerah dan lengan.

Wali kelas Elan berusaha menjelaskan duduk perkara dengan sabar sementara Hyuna, ibunya Vero berteriak histeris dan meminta agar Elan di hukum. Butuh waktu lebih dari setengah jam sampai kedua wali murid mencapai kesepakatan. Elan dianggap bersalah karena sudah memukul temannya dan di hukum dengan pemberian tugas pengembangan karakter tambahan selama satu minggu.

Ketika suasana sudah tenang dan Hyuna sibuk mengurus Vero, Junghwan akhirnya buka suara untuk bertanya pada Elan kenapa dia gebukin temannya.

"Abis Vero nakal, Pa. Dia terus manggil aku anak jadah.  Anak jadah itu bad word kan, Pa? Vero nggak mau berhenti walaupun aku udah bilang stop. Yaudah aku pukul aja."

Dengan jawaban seperti itu, Junghwan tidak bisa memarahinya, apalagi karena Elan hanya mau membela harga dirinya.

Tanpa meminta penjelasan lebih lanjut, Junghwan mengusap rambut berantakan Elan, berusaha selembut mungkin untuk kembali merapikan rambut-rambut halus kesayangannya itu. Tak lama, Junghwan minta izin meninggalkan Elan sebentar untuk menemui Hyuna yang sedang berlutut membersihkan mimisan Vero di luar ruang guru.

"Seberapa parah lukanya?" tanya Junghwan serius. Dia sendiri heran bagaimana Elan tidak terluka sedikit pun sementara Vero sampai begini keadaannya. Dia tidak tahu dari mana Elan mendapat darah kepremanan ini, karena jelas-jelas dia tidak sepreman ini waktu SD kelas 1.

"Cukup parah sampai membuat hidung anak saya nggak berhenti mimisan." jawab Hyuna ketus sambil melambaikan tangan, menunjukkan hidung Vero yang masih tersumpal tisu.

"Saya minta maaf sekali soal ini. Tolong kirimi saya tagihan untuk pemeriksaan Vero." ucap Junghwan sambil menyodorkan kartu namanya.

Sambil menghela napas, Hyuna mengambil kartu nama itu dan berkata, "Oke, tapi mohon maaf kalau saya lancang. Saya tahu anak-anak seumuran Vero dan Elan memang suka bandel, tapi kok sepertinya Elan bandelnya luar biasa, ya?"

Junghwan tersenyum simpul mendengar komentar ini, mencoba memaklumi kata-kata Hyuna yang terkesan menghakimi anaknya, "biasanya dia nggak sebandel ini kok."

"Saya tahu anda sibuk kerja, tapi apa nggak bisa berhenti kerja saja untuk fokus jagain Elan? Supaya perilakunya bisa lebih terjaga." 

Meskipun pemilihan kata-kata Hyuna sopan, Junghwan tetap bisa mendengar nada sinis di dalamnya.

"Kalau saya berhenti kerja, siapa yang mau membiayai kebutuhan anak saya?"

"Anda single parent, ya? Oh, atau mungkin Vero memanggil Elan anak jadah karena gosip tentang anda nggak tahu siapa ayah Elan itu benar. Memang sih, kalau diingat-ingat, selama ini saya belum pernah lihat ayahnya Elan."

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang