Lima: Reaksi Hinata

796 111 21
                                    


Hal pertama yang Hinata lakukan setelah Haruto menyelesaikan ceritanya adalah menampar pipi Haruto sekencang-kencangnya sampai kepala Haruto terbanting ke sandaran sofa.

"Jesus, sakit Ta!" protes Haruto sambil memegangi pipinya yang terasa panas seperti kebakaran. Walaupun Hinata perempuan dan memiliki tubuh ramping yang jauh lebih kecil dari pada adik laki-lakinya, tapi kekuatan Hinata bukan main besarnya. Dari dulu perempuan satu ini selalu menang kalau disuruh berantem.

Bukannya menjawab, Hinata malah menampar pipi Haruto yang satu lagi. Dan ketika sadar bahwa kali ini Haruto sudah lebih dulu siap melindungi pipinya dengan kedua lengannya. Hinata mengalihkan serangannya dengan meninju perut Haruto berkali-kali.

"Ta! Stop, Ta! ow OWW SAKIT! Hinata, what's wrong with you?"

"What's wrong with me? WHAT IS WRONG WITH YOU?!" teriak Hinata berapi-api, kali ini mendaratkan tinjunya tepat pada dada Haruto. "kamu ngehamilin anak orang dan malah lari dari tanggung jawab. Asshole, you're a fucking ashole!"

"Aku nggak bisa bayangin gimana menderitanya Junghwan menanggung itu semua sendirian! Sementara kamu... kamu selama ini enak-enakan, hidup tanpa beban?? Udah gila ya?! Kamu ini dokter, harusnya kamu yang paling tahu seberapa menderitanya orang hamil, apa lagi carrier kayak Junghwan!" lanjut Hinata.

"Apa kamu pikir aku nggak tersiksa karena hal itu?" Haruto balas berteriak, "selama ini aku hidup dengan penuh penyesalan atas perbuatanku, selama tujuh tahun. Tujuh tahun, Ta, seperti ada beban berat yang nindih dada dan nggak peduli seberapa jauh aku lari, aku nggak bisa ngilangin beban berat itu."

"You deserve that and more, Haruto. Jesus christ... kamu ninggalin dia dihari pertunangan setelah janji mau tanggung jawab. Pikiran kamu tuh kenapa sih?!"

"Aku panik, oke! Aku nggak bisa mikirin solusi lain waktu itu, aku nggak... aku nggak siap jadi ayah."

"Kalau nggak siap jangan ngentot!" tandas Hinata tajam.

Haruto menatap Hinata tanpa mengatakan apa-apa selama beberapa menit. Tidak bisa mengeluarkan pembelaan apapun karena dia tahu semua yang dikatakan Hinata benar.

"Apa mami dan papi tahu tentang Junghwan?" tanya Hinata lagi, kali ini dengan nada yang lebih tenang.

Haruto menggeleng, "Salah satu syarat yang aku ajukan dan harus Junghwan setujui adalah merahasiakan kehamilannya sampai nanti bayinya lahir. Hampir nggak ada yang tahu soal hal itu. Kami berdua takut ngecewain orang tua, Ta."

"Berarti papi sama mami nggak tau kamu sama Junghwan hampir tunangan?"

"Iya, tadinya aku mau kasih tahu mereka mepet-mepet harinya aja, tapi tiga hari sebelum hari H. Surat pengumuman beasiswa aku ke HMS dateng, dan aku lolos, Ta. Aku goyah. Kamu tahu beasiswa itu impian aku." jelas Haruto.

"Gila kamu!" Hinata menghembuskan napasnya, "kamu seharusnya telepon aku."

"I know..." Haruto tahu betul walaupun saat itu Hinata berada jauh di ujung dunia sekali pun, tapi jika dia memberitahu bahwa dia punya masalah serius, kakak perempuannya ini akan langsung mendatanginya untuk menolong. Selalu seperti itu sejak mereka kecil.

"Jadi kenapa nggak telepon aku?"

"Nggak tau, mungkin karena aku terlalu pengecut. Malu dan takut kamu judge. tapi yang jelas pikiran aku kacau dan satu-satunya solusi yang saat itu kelihatan paling benar dan harus aku ambil adalah kabur..." Haruto tidak menyelesaikan kalimatnya, karena dia sendiri sadar betapa bodoh tindakannya itu.

Kali ini mereka berdua terdiam, masing-masing sibuk mengontrol perasaan.

"Menurut kamu Junghwan jadi gugurin kandungannya atau nggak?" tanya Hinata tiba-tiba.

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang