Tujuh: Pertemuan kedua

869 99 15
                                    


Ketika Haruto tidak bisa menghubungi Junghwan lagi setelah membeli  nomor untuk yang keempat kalinya, rasanya dia sudah mau gila. laki-laki itu lagi-lagi memblokir satu-satunya saluran komunikasi yang bisa dia gunakan untuk menghubunginya.

Haruto sudah mencoba lagi untuk menelepon Junghwan semalaman, tapi handphone Junghwan sepertinya dimatikan. Kalau begini terus, dia bisa kehilangan Junghwan lagi, padahal dia sudah merasa sedekat ini untuk menggapai harapan masuk kembali ke kehidupan Junghwan. Sekarang satu-satunya harapan adalah Jihoon. Kakak Junghwan yang masih punya satu kali lagi jadwal check up dengannya. Satu kali lagi, dan itu pun masih satu minggu lagi. Bagaimana kalau dalam waktu satu minggu itu Junghwan menceritakan kejadian tujuh tahun lalu pada Jihoon, lalu abangnya itu ikutan marah dan akhirnya pindah ke rumah sakit lain?

Panik, takut kehilangan Junghwan lagi, Haruto menelepon satu-satunya orang yang tahu sejarah hidupnya dan yakin bisa memberi solusi.

"Ta, he turned off his phone!" teriak Haruto  putus asa begitu Hinata mengangkat teleponnya.

"Ini siapa ya?"

"Ta, be serious please, don't play games with me. I'm not in the mood, okay."

Dari ujung saluran telepon, Haruto bisa mendengar Hinata menghela napas sebelum berkata, "apa susahnya sih bilang halo dan nyapa dulu, daripada langsung teriak-teriak nggak jelas."

"Fine," Haruto mendengus tidak sabar dan menurut, "Halo, Nata, apa kabar?"

"Halo juga, adikku sayang, kabar aku baik. Kamu sendiri gimana?" balas Hinata dengan nada ramah yang super dibuat-buat.

"He turned off his phone!" Ulang Haruto, tapi kali ini dengan suara yang lebih tenang.

"He who?"

"You know who." balas Haruto mulai tidak sabar lagi.

"Ya siapa?"

"Junghwan, Hinata. Memang siapa lagi." dumel Haruto, "aku berhasil dapet nomor dia dari abangnya, aku sudah berusaha teleponin dia, kirim pesan, voicemail, tapi dia terus-terusan block nomor aku, Ta. Aku udah coba beli nomor baru dan kontak dia lagi, tapi sama aja di block juga."

"Kenapa?"

"Nggak tau," geram Haruto frustasi, "Aku sampai beli handphone baru, supaya nggak terus-terusan gonta-ganti nomor di hp lama. Tau pesan terakhir yang dia kirim ke aku apa?"

"Apa?"

"Aku nggak tertarik ketemu kamu."  Haruto membacakan isi pesan terakhir yang dikirim Junghwan, "god, he is driving me crazy." 

"I can see that," balas Hinata datar, "lagian kamu ngomong apa deh sampai Junghwan balesnya begitu?"

Untuk memastikan Hinata mengerti masalahnya, Haruto membacakan pesan yang dia kirim dari awal sampai akhir. Menurutnya dia tidak mengatakan atau menulis sesuatu yang menyinggung tapi kenapa Junghwan malah lari tunggang langgang menjauh darinya.

"Ya jelas lah, To. Pertama-tama kamu ngegas banget ngajak ketemu, kedua, kamu ngancam dia supaya mau ketemu kamu. Film apa sih yang kamu tontong sampai percaya cara itu bakal berhasil meluluhkan Junghwan?"

Haruto mendengarkan teguran Hinata dalam diam. Dia mulai menyadari bahwa ancamannya itu bukanlah ide terbaiknya. Kenapa sepertinya menguras emosi sekali hanya untuk menghubungi Junghwan, "Apa aku balik ke Chicago aja ya, Ta?

"Apa lagi sekarang? Mau nyerah?"

"Dia blokir nomor aku empat kali, Ta. Apa itu bukan indikasi kalau dia nggak mau ada urusan apapun lagi sama aku." keluh Haruto terdengar putus asa.

Un-StuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang