Enjoy kuy.
''Unni, ayo kita putus.''
Mata Jisoo langsung membulat. ''A-APA?'' Jisoo langsung menggengam tangan Jennie, air matanya juga turun tanpa di minta. ''Kenapa?! Kenapa kau mengatakan kalimat menyakitkan itu?!''
Air mata Jennie juga mulai turun ke pipi gembulnya. Ia segera mengalihkan pandangannya keluar agar tidak melihat Jisoo yang saat ini sedang menangis.
''Jen, aku mohon jangan katakan itu lagi.'' Ucap Jisoo lirih.
Jennie kembali menatap Jisoo. Tangannya yang tidak digenggam Jisoo pun terulur untuk menghapus air mata Jisoo. Sedari tadi ia belum mengeluarkan suarannya.
''Jen?'' Panggil Jisoo dengan suaranya yang masih sesenggukan. ''Aku hancur tanpamu, Jen.'' Lanjutnya dengan suara yang semakin memelan di akhir kalimatnya.
Kini tangis Jennie semakin deras. Seberapa kuat ia menahan pun ia tetap tidak mampu.
Jisoo langsung memeluk Jennie. ''Aku mohon tarik ucapanmu. Aku akan melakukan apa pun untukmu, Jen.''
Jennie menarik nafasnya dalam karena dadanya sesak sekali. ''Unni?'' Akhirnya suara yang di tunggu-tunggu Jisoo keluar juga.
Jisoo masih menangis sesenggukan sambil terus memeluk Jennie. ''A-apa?''
''Aku takut tidak bisa bertanggung jawab atas kebahagianmu.'' Ucapnya lirih.
Jisoo langsung melepaskan pelukannya. ''Apa maksudmu? Aku selama ini bahagia, Jen. Dan kau satu-satunya alasanku bahagia.''
''Kau tau sendiri kan kondisiku terus menurun? Dan harapan untuk sembuh juga tidak ada. Jika nanti aku pergi kau bagaimana? Aku mohon unni buka hatimu untuk orang lain.'' Ucap Jennie memohon.
Jisoo terus menggelengkan kepalanya. Tangisnya pun semakin pecah. ''Tidak, pasti ada cara agar kau sembuh.''
Jennie tersenyum tipis. ''Tidak ada.''
Jangan tanyakan keadaan Jisoo saat ini. Ia sangat hancur, lebih hancur daripada ia melihat Hyunbin mencium kening Jennie dulu.
Jennie juga menangis dalam diam. Ia menarik Jisoo ke pelukannya. ''Mianhe.''
Jisoo sampai meremas tangannya sendiri karena rasa sakit yang ia rasakan.
''Maaf aku tidak bisa bertahan. Maaf aku tidak bisa menemanimu. Maaf aku tidak bisa membahagiakanmu. Maaf aku tidak bisa---''
''Cukup, Jen!'' Jisoo menyelanya karena tidak mau mendengar Jennie melanjutkan ucapannya.
Jennie terdiam. Ia sangat merasa bersalah kepada Jisoo. Kalau bukan karena penyakit mematikannya itu ia pasti saat ini bisa membahagiakan pacarnya itu.
Keduanya larut dalam kehangatan pelukan masing-masing. Dan keduanya juga tidak ada yang melepaskan pelukan itu.
Drt! Drt!
Ponsel Jisoo bergetar, ia melepas pelukannya untuk mengecek siapa yang menelfonnya malam-malam begini.
Dan ternyata Irene.
Jisoo segera mengusap air matanya sebelum menggeser icon hijau di layar ponselnya.
''Yeobseo?''
''Ji, kau dimana? Tunggu suaramu kenapa seperti itu? Kau menangis?''
Bukannya menjawab, Jisoo malah bertanya pada Irene. ''Ada apa? Kenapa menelfonku?''
''Kau dimana? Aku sekarang di rumahmu.''
''Aku sedang di Rumah Sakit. Kenapa kau ke rumahku?''