Enjoy kuy.
“Aku cerewet karena aku cemburu.”
“Apa? Cemburu?” Tanya Jennie memastikan.
Mata Jisoo membulat setelah sadar apa yang ia katakan. “Ma-maksudku bukan cemburu. Khawatir. Yaa lebih tepatnya khawatir. Aku berlari di bawah guyuran hujan untuk memastikanmu sudah pulang atau belum."
“Unni?”
“Hm?”
“Kenapa wajahmu merah?” Sedari tadi Jennie tidak mendengarkan penjelasan Jisoo. Ia malah sibuk mengamati perubahan wajah Jisoo yang berubah menjadi merah.
“I-itu karena aku kedinginan.” Jisoo berbohong. Wajahnya memerah karena ia malu telah mengucapkan kata laknat itu. Ia pun segera mengambil selimut dan memakainya.
“Bukankah wajahmu berubah menjadi merah jika kau kepanasan.” Jennie menyentuh pelipis Jisoo. “Kau juga berkeringat.”
Jisoo langsung melempar selimutnya. “Ah iya, maksudku aku kepanasan.” Ia juga mengambil remote untuk menurunkan suhu AC di kamarnya. “Haaaahh sudah dingin.” Jisoo menghembuskan nafasnya.
Jennie menyentuh kening Jisoo. “Kau sakit?”
Jisoo mengangguk. “Iya aku sakit. Pulanglah, unni ingin istirahat.”
Jennie menurunkan tangannya. “Tapi badanmu tidak panas.”
Cgluk!
Jisoo menelan ludahnya dengan kasar. Jisoo sebenarnya ingin Jennie pergi dari sini karena ia malu. Ia juga takut tidak bisa menjawab jika Jennie bertanya lagi.
“Kau tidak berbohong kan?” Tanya Jennie memastikan.
Jisoo menggeleng. “Kepalaku pusing, Jen. Makanya badanku tidak panas.” Kali ini ia memiliki alasan yang masuk akal.
“Kalau begitu aku akan menemanimu.” Ucap Jennie.
“Andwae!”
Jennie menaikkan sebelah alisnya. “Kenapa? Kau masih kesal denganku karena kejadian tadi siang?”
“Tidak, aku sudah melupakannya.”
“Terus kenapa tidak boleh?”
Jisoo menghela nafasnya. “Arasseo, disini saja. Tapi ada syaratnya.”
“Syarat?”
Jisoo mengangguk. “Jangan membahas yang tadi.” Ucap Jisoo pelan.
Jennie tertawa. “Astaga, aku kira kau ingin aku membelikanmu chikin. Baiklah, aku tidak akan membahasnya lagi.”
Kini keduanya saling terdiam. Jennie sibuk dengan ponselnya. Sedangkan Jisoo, ia mencoba mengendalikan dirinya untuk bersikap biasa saja. Sedari tadi memang ia salah tingkah karena ucapannya sendiri.
“Tidurlah, katanya tadi pusing.” Tutur Jennie.
Jisoo menggeleng.
Jennie menarik kepala Jisoo agar bersandar di pundaknya. Ia juga memijat kepala Jisoo. “Jangan melakukannya lagi. Aku tidak mau kau sakit.”
Jisoo mengangguk.
“Terima kasih.”
Jisoo mendongakkan kepalanya untuk melihat wajah Jennie. “Hm?”
“Terima kasih telah menjagaku, melindungiku, dan mendengarkanku.”
“Kau berkata seperti itu seakan kita tidak bertemu lagi.”
Jennie menatap Jisoo. “Hm? Benarkah?”
Jisoo mengangguk.
“Ani. Kenapa juga kita tidak bisa bertemu lagi. Rumah kita saja bersebrangan. Oh iya, kau melanjutkan kuliah dimana?”