Enjoy kuy.
Jennie terpaksa duduk di bangku belakang bersama Jisoo. Yaa, karena Irene lah yang duduk di depan bersama Seulgi.
Irene menyadari ada sesuatu di antara mereka berdua, tapi ia tidak tau apa yang terjadi. Seulgi juga akan memberitahunya nanti saat mereka hanya berdua.
Pandangan Jennie pun terus ke luar jendela. Ia masih kesal dengan Jisoo. Irene yang di Amerika saja tau tentang percintaan Jisoo, sedang ia yang sering bersama Jisoo saja tidak tau.
Jisoo pun hanya diam tanpa membujuk Jennie. Karena ia tahu, percuma untuk mengajak Jennie bicara di saat ia sedang emosi. Jisoo juga tidak nyaman dengan adanya pasangan kepo di depannya ini.
...
Mobil Seulgi berhenti di restoran. Sedari tadi kelincinya merengek agar di beri makan.
Saat keluar mobil Jisoo langsung membuka mantelnya. Tanpa kata ia memasangkan mantel tersebut pada Jennie.
Jennie langsung menoleh dan melepas mantel milik Jisoo. “Sirreo.”
“Aku tau kau masih kesal, tapi pakailah. Udaranya dingin.” Jisoo bicara dengan lembut.
Meskipun tidak menjawab, Jennie tetap menuruti ucapan Jisoo. Ia akhirnya memakai mantelnya. Yaa Jennie akui, udara malam ini memang dingin.
Irene dan Seulgi hanya memandang mereka. Seulgi biasanya yang banyak bicara kini tidak berani mengeluarkan sepatah kata pun.
“Kajja masuk.” Ucap Irene setelah melihat drama di depannya telah usai.
Kini keempatnya sudah berada di dalam restoran. Jisoo dan Jennie duduk bersebelahan, lagi.
“Pesan apa? Unni tulis sekalian.” Tanya Irene pada Jennie.
“Americano saja.” Jawab Jennie.
“Hm? Tidak makan?”
Jennie menggeleng. “Masih kenyang.”
“Kau belum makan sejak pulang sekolah tadi.” Ucap Jisoo.
“Aku tidak lapar.” Balas Jennie tanpa melihat Jisoo.
Jisoo hanya menghela nafasnya. Kali ini ia tidak membujuk Jennie.
Sembari menunggu pesanan datang, mereka mendengarkan cerita dari Irene. Sama seperti Jisoo, Irene juga sangat pintar. Ia mendapat beasiswa di Harvard University. Dan kemarin adalah hari kelulusannya.
“Setelah lulus, kuliah di sana saja.” Ucap Irene pada Jisoo.
“Hmm, nanti aku pertimbangkan.” Kata Jisoo.
Sedangkan Jennie mencibir dalam hati. “Katanya kuliah di Korea! Dasar plin-plan!”
“Kalau Harvard tidak menerimamu, masih ada Stanford.” Tambah Seulgi.
“Tidak mungkin Jisoo-ku tidak diterima di Harvard.” Kata Irene.
Seulgi melotot. “Jisoo-ku?”
Irene mengangguk. “Wae? Kau cemburu?”
Seulgi mengangguk dengan wajah melasnya.
Jisoo terkekeh. “Pabo!”
Pandangan Irene beralih ke Jennie. “Jen, kenapa diam saja?”
Jennie tersenyum tipis “Sedang membahas tugas dengan temanku.” Ia juga menunjukkan ponselnya pada Irene.
Seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka. “Silahkan.”
“Gamsahabnida.” Ucap Jisoo, Irene, dan Seulgi bersamaan.