Enjoy kuy.
Setelah mendengarkan ucapan Jisoo, kini Irene dan Seulgi langsung terdiam sembari menatap Jisoo dengan ekspresi tidak percaya.
Seulgi tertawa garing. “Haha, jangan bercanda. Kau pikir aku percaya?”
Jisoo menghela. “Aku serius. Untuk apa aku bercanda tentang penyakit mengerikan itu.”
“Ja-jadi selama ini Jennie?!” Irene menutup mulutnya tak percaya.
Jisoo mengangguk. “Ini alasanku kenapa selama ini aku bertahan di saat hatiku sendiri terluka.”
Seulgi kembali duduk. “Maafkan aku.”
“Hm, gwaenchana.”
“Jadi ini alasanmu ingin menjadi dokter?” Tanya Irene.
“Hm.”
Irene menghela nafasnya. “Jadi waktu itu kau berbohong padaku? Saat aku bertanya siapa seseorang yang ingin kau lindungi saat ini?”
Jisoo mengangguk. “Mianhe.”
Irene memeluk Jisoo dan menepuk punggungnya pelan. “Kenapa tidak menceritakannya dari awal? Maaf karena menyuruhmu menjauhi Jennie.”
Jisoo tersenyum tipis. “Ini salahku, jangan meminta maaf.” Ia melepaskan pelukannya. “Unni?”
“Wae?”
“Jika kau berada di posisiku, apa yang akan kau lakukan?”
“Aku tidak akan menjauhinya.” Bukan Irene yang menjawab, tapi Seulgi.
“Apa yang Seulgi katakan benar. Jennie saat ini pasti sangat membutuhkanmu.”
“Tapi jika aku melakukan itu, aku takut terluka lebih dalam lagi.”
“Aku akan memilih terluka daripada menjaga jarak darinya.” Ucap Irene dengan sorot mata yang serius.
Jisoo mengusap wajahnya kasar. “Padahal aku sudah sedikit terbiasa tanpanya.”
“Masih sedikit, belum sepenuhnya. Oh iya, Jennie kemarin menangis saat curhat tentangmu.”
Jisoo mengernyitkan keningnya. “Kapan?”
“Saat istirahat, setelah dia keluar dari perpustakaan.” Seulgi menghela nafasnya. “Ji, kau sadar tidak jika banyak yang perhatian padamu? Ada Irene Unni, aku, Jinyoung, dan Jaehyun juga. Sedangkan Jennie, siapa lagi yang mempedulikannya jika bukan kau?”
Jisoo menghela pelan. “Aku akan memikirkan ini, kalian pulanglah.”
Irene mengangguk. “Jangan terlalu di pikirkan, ambil keputusan sesuai hati kecilmu. Kadang cinta memang butuh pengorbanan, Ji.” Irene menepuk bahu Seulgi. “Ayo pulang.”
“Saat Jennie menangis, aku benar-benar tidak sanggup melihatnya. Tolong pikirkan keputusanmu dengan kepala dingin.” Ucap Seulgi kemudian keluar dari kamar Jisoo.
Jisoo memukul kepalanya berkali-kali karena pusing.
Beberapa menit kemudian, ia turun dari ranjang dan berjalan menuju ruang kosong yang hanya berisi satu piano.
Jisoo duduk di kursi. Tangannya secara otomatis memainkan lagu favorit Jennie, sebuah lagu milik Elvis Presley.
...
TinTin!
Mobil Jinyoung berhenti tepat di depan Jisoo.
“Ji? Kau kenapa?” Tanya Jaehyun saat melihat wajah Jisoo.