.
.
.
."Bi, nasi dan sayur dibungkus satu, ya," ucap Donghyuck pada seorang penjual makanan di pinggir jalan.
"Baik. Tunggu sebentar, Tuan. Silahkan duduk dulu," balas si penjual.
Donghyuck hanya mengangguk, kemudian ia mencari tempat duduk. Penampilan pemuda itu cukup tertutup untuk menghindari seseorang yang mengenalinya sebagai seorang idol.
Setelah tadi pergi dari restoran, Donghyuck mendatangi Apotik untuk membeli obatnya yang sudah mulai habis. Lalu, dia merasa lapar dan mampir ke tempat ini.
Mengenai perubahan sikap teman-temannya yang aneh, Donghyuck mencoba untuk abai dan tidak berharap lebih jika mereka memang sudah berubah. Karena ia yakin mereka hanya bersandiwara, bukan tulus ingin berubah.
Terlalu berharap yang tak pasti akan membuat rasa sakit di hati. Lebih baik Donghyuck tidak perlu memikirkan semuanya.
Donghyuck mengambil dompet di saku celana. Pemuda itu menghela napas ketika melihat uangnya tinggal sedikit. Kemungkinan hanya cukup untuk membeli beberapa makanan atau minuman. Itu juga harus dengan harga yang terjangkau.
Sepertinya mulai hari ini Donghyuck harus menghemat pengeluaran.
Namun, bukankah Lee Donghyuck seorang idol, kenapa pemuda itu tak memiliki banyak uang?
Jawabannya mudah.
Donghyuck sudah mengirim semua uang hasil kerjanya pada sang Ayah. Pemuda itu hanya menyisakan beberapa lembar uang tunai untuk kebutuhan hidupnya. Di dalam kartu Atm sudah benar-benar tak ada uang yang tersisa.
"Semoga gue gak kumat dalam beberapa waktu ini. Biar obatnya awet dan gue gak perlu beli lagi," gumam Donghyuck seraya menatap satu kantung plastik kecil berisi obat-obatan di tangannya. "Harus hemat." Ia kembali bergumam.
Sebenarnya, Donghyuck disuruh Dokter untuk melakukan cuci darah serta kemotrapi. Namun, pemuda itu menolak dengan alasan ia tak ada waktu senggang. Jadi, dia hanya mengandalkan obat-obatan untuk membantunya bertahan hidup lebih lama.
Donghyuck menatap jam di tangan kanannya. Sudah pukul sembilan malam.
"Semoga hari ini ada bunga Dandelion di tempat Bibi," gumam pemuda itu seraya tersenyum tipis karena ia sudah membayangkan menyentuh bunga kesukaannya.
Donghyuck terdiam sejenak ketika teringat akan sesuatu. Sebuah jam tangan yang ia pakai hari ini memiliki harga cukup mahal. Jika dijual, dia bisa menggunakan uang itu untuk kebutuhan hidupnya dalam beberapa minggu atau mungkin bulan. Ia tak bisa berharap dari uang gajian. Karena uang dari perusahaan akan kembali dikirim pada sang Ayah.
"Besok setelah selesai kerja gue baru jual jam ini ke toko jam," ucap Donghyuck dengan senyum kecil di wajahnya. "Semoga ada yang mau beli."
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion Promise(Brothership)
FanfictionPada akhirnya aku hanya bisa berjanji, walau tidak bisa ditepati. Warning ⚠️ It's Bromance story of Lee Donghyuck NCT. Not boyslove. Happy Reading!