.
.
.Hujan lebat mengguyur kota Seoul. Seorang pemuda terlihat keluar dari sebuah mobil. Rintikan air hujan membasahi tubuhnya yang berdarah di beberapa bagian. Pemuda itu menutup pintu mobil, lalu berjalaan dengan langkah tertatih. Rasa perih di sekujur tubuhnya tak ia hiraukan. Dia terus berjalan memasuki area pemakaman umum.
Dia Lee Donghyuck. Salah satu anggota boygrup terkenal di Korea Selatan.
Tubuh pemuda itu harus kembali merasakan sakit setelah mendapat siksaan dari Ayahnya sendiri. Donghyuck tidak tahu apa kesalahannya sampai membuat sang Ayah murka. Bahkan ketika baru tiba di rumah, ia langsung mendapat pukulan.
"Dasar anak pembawa sial! Saya membencimu!"
Kalimat yang selalu diucapkan oleh sang Ayah ketika menyiksanya masih terngiang dalam ingatan.
Sebenernya kenapa dia dibenci, kenapa ia disiksa dan apa salahnya?
Tolong kasih alasan. Donghyuck butuh sebuah jawaban agar ia tahu apa kesalahannya sampai mereka membencinya.
Langkah kaki Donghyuck terhenti di sebuah makam keramik. Tubuh pemuda itu meluruh ke tanah, netranya yang terhalang air hujan menatap batu nisan pada makam tersebut. Ia menyentuhnya dengan tangan yang bergetar karena kedinginan.
"Nuuna, ini Hyuckie datang." Bibir Donghyuck yang pucat mengucapkan salam dengan suara lirih. "Maaf karena Hyuckie baru datang lagi ke sini." Tangannya mengusap batu nisan. "Nuuna apa kabar di dunia sana? Semoga Nuuna bahagia, ya."
Donghyuck mengubah posisinya. Pemuda itu berbaring dengan kepala bersandar pada batu nisan. Rintikan air hujan terus turun tanpa henti.
"Hyuckie gak bawa bunga ke sini," ucap Donghyuck pelan seraya mengambil helaian bunga kering yang ada di atas makam. "Maaf, Nuuna." Air matanya turun, tapi tak terlihat karena telah menyatu dengan air hujan.
"Nuuna.... Apa Hyuckie boleh nanya?"
Donghyuck menatap batu nisan bernama Lee Hyerin yang sejak tadi ia sebut dengan panggilan Nuuna.
"Kapan Nuuna mau jemput Hyuckie? Sekarang ini Hyuckie udah capek, Nuuna," kata Donghyuck lirih. "Nuuna pernah bilang, kalau Hyuckie lelah, Nuuna bakal datang ngejemput. Nuuna gak lupa, kan?"
Donghyuck semakin menangis. Ia mengambil segenggam tanah di atas makam, keningnya mengkerut kala rasa pusing menyerang. Genggaman tangannya terlihat melemah.
"Nuuna, Hyuckie mau istirahat."
Hingga kemudian kesadaran Donghyuck menghilang. Genangan air di sekitar tubuhnya terlihat berwarna merah. Darah dari luka di tubuh pemuda itu seolah tak ingin berhenti mengalir. Mereka seperti sedang berlomba warna mana yang lebih mendominasi.
Putih atau merah.
.
.
.Doyoung menutup gorden jendela saat kilatan petir menyambar sampai cahayanya memantul di kaca.
"Padahal dari tadi mataharinya kerasa terik. Kenapa sekarang tiba-tiba hujan gini?" celetuk Lucas seraya menutup telinga kala suara petir kembali terdengar.
"Cuacanya gak nentu," sahut Doyoung.
"Gue sempet lihat ramalan cuaca. Emang ada hujan sekitar jam tiga sore," ujar Xiaojun.
"Haechan belum pulang, ya?" tanya Renjun dengan nada lesu.
Doyoung menggeleng, lalu duduk di sebelah Johnny dan Ten.
"Gue udah coba hubungi dia, tapi nomornya gak aktif," ucap Mark.
"Mungkin dia masih ada urusan," kata Jaehyun.
"Tapi, ke mana? Semua jadwal hari ini masih diliburin," sahut Jeno. "Kita gak mungkin nanya Manager Hyung karena mereka pasti malah balik nanya."
"Aku khawatir sama Haechan," gumam Jungwoo. "Kondisinya lagi gak stabil."
"Haechan Hyung ada di mana dan lagi ngapain?" ucap Chenle pelan.
"Kita tunggu Haechan pulang dan berdoa semoga dia baik-baik aja," kata Johnny.
"Iya, Hyung."
"Oh, ya. Taeyong sama Taeil Hyung di mana?" tanya Hendery ketika sadar tidak ada sang Kakak tertua dan juga pemimpin mereka.
"Kayanya di kamar," jawab Doyoung.
"Aku masih kebayang sama kejadian semalam," ucap Winwin. "Saat Taeil Hyung mukul Taeyong Hyung," lanjutnya. "Padahal Taeil Hyung yang selalu nyuruh kita buat gak saling nyalahin, tapi akhirnya dia juga yang emosi bahkan sampai mukul Taeyong Hyung."
"Sebenernya gue juga pengen ngehajar Taeyong sebagai rasa kecewa karena dia udah bikin kita semua jadi orang jahat," kata Johnny seraya menatap photo grup lengkap yang ada di dinding. "Tapi gue mikir lagi kalau sebuah pukulan gak bisa balikin keadaan kaya semula lagi." Pemuda itu mengusap sudut matanya yang berembun. "Ngungkapin kekecewaan ke dia benar-benar gak ada artinya."
"Iya, lo benar," sahut Yuta. "Mau kita marah ke Taeyong atau bahkan mukul dia seperti yang sering kita lakuin ke Haechan, itu sama sekali gak merubah keadaan yang udah terjadi. Kita cuma buang waktu aja."
"Tapi seenggaknya Taeyong ngerasain dipukul sama seperti yang sering Haechan rasain dari kita semua," balas Doyoung. "Gue puas waktu ngelihat Taeil Hyung ngeluarin emosi dengan mukul dia. Ya, walau itu gak sebanding."
"Seharusnya kita dipukul juga biar ngerasain gimana Haechan selama ini yang selalu kita siksa setiap hari," kata Jaemin.
"Siapa yang mau mukul kita? Gak mungkin Haechan Hyung," gumam Sungchan. "Aku yakin dia gak bakal tega ngelakuin itu. Karena kita selalu dianggap orang penting bagi dia. Meski kita selalu ngasih rasa sakit."
Tidak ada yang menjawab perkataan Sungchan. Semuanya terdiam dengan pikiran berkecamuk. Bahkan di antaranya sudah ada yang menitiskan air mata.
Hati mereka merasakan perih saat kembali teringat perlakuan mereka selama setahun lebih pada Haechan. Sang mentari grup NCT yang kehilangan cahayanya.
.
.
.Breaking news!
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion Promise(Brothership)
FanfictionPada akhirnya aku hanya bisa berjanji, walau tidak bisa ditepati. Warning ⚠️ It's Bromance story of Lee Donghyuck NCT. Not boyslove. Happy Reading!