Part 44. Love confession leading to downfall

226 16 8
                                    

Sementara di sebuah sudut dunia yang jauh, malam itu, langit di tepi pantai mulai berubah menjadi lebih gelap seiring berjalannya waktu. Bintang-bintang yang berkilauan dan bulan yang menggantung tinggi di langit memberikan cahaya lembut yang memantul di atas permukaan laut. Ombak yang tenang berdesir pelan, seolah-olah berbisik dalam keheningan malam.

Di tepi pantai, sebuah kafe kecil dengan lampu-lampu kuning yang hangat berdiri kokoh, dikelilingi oleh kursi dan meja yang tertata rapi di atas pasir putih. Aromanya yang menggoda masih terasa di udara, meskipun sebagian besar pengunjung telah mulai beranjak pulang. Suara gelas yang berdenting dan tawa yang sempat memenuhi udara perlahan mereda.

Para pelayan mulai membersihkan meja-meja yang kosong, mengangkat piring-piring dan gelas-gelas yang telah selesai digunakan. Beberapa orang masih duduk di meja, berbicara dengan suara pelan, menikmati sisa-sisa malam yang tenang. Di sudut kafe, seorang musisi lokal memainkan gitar akustik, mengalunkan melodi lembut yang menambah suasana damai.

Di luar kafe, hanya beberapa pasangan yang masih berjalan di sepanjang garis pantai, meninggalkan jejak kaki yang segera dihapus oleh ombak yang datang. Mereka berbicara dengan bisikan, tertawa kecil, menikmati momen-momen akhir malam sebelum benar-benar kembali ke rutinitas sehari-hari. Angin malam yang sejuk membawa aroma laut, memberikan rasa segar yang menenangkan.

Di sudut lain, sekelompok muda-mudi duduk melingkar di atas selimut besar, menikmati pemandangan laut yang tenang sambil berbincang-bincang. Gelas-gelas bersulang, merayakan kerja keras dan keberhasilan yang telah dicapai bersama. Senyum dan tawa tak pernah surut, menandakan betapa malam itu benar-benar penuh dengan kebahagiaan.

Tristan sedang merayakan kemenangan besar dalam hidupnya. Meski hanya meraih juara ketiga dalam ajang lomba memasak bergengsi, Masterchef, kebahagiaan terpancar jelas di wajahnya. Bagi Tristan, pencapaian ini adalah buah dari kerja keras dan dedikasinya terhadap dunia kuliner yang sangat dia cintai. Tristan terlihat mulai mabuk oleh euforia kemenangan dan pengaruh alkohol setelah semua teman yang datang ke pesta kecil yang diadakan oleh Karan ini memberinya ucapan selamat.

Lampu-lampu di kafe mulai redup satu per satu, menandakan waktu tutup yang semakin dekat. Pengunjung terakhir mengangkat gelas mereka untuk satu tegukan terakhir, menutup percakapan dengan senyum puas. Pelayan-pelayan mengucapkan selamat malam dengan ramah, memberikan senyum hangat kepada setiap tamu yang meninggalkan tempat itu.

Ketika jam menunjukkan hampir tengah malam, kafe itu mulai kosong, menyisakan hanya Karan, Tristan dan Olivia serta beberapa pelayan yang menyelesaikan tugas-tugas akhir. Beruntung cafe ini milik paman nya Karan sehingga mereka bebas disini hingga pagi. Suasana berubah menjadi lebih hening, hanya ditemani oleh suara ombak yang terus berirama. Di kejauhan, cahaya lampu kota tampak berpendar, memberikan kontras yang indah dengan gelapnya malam di tepi pantai.

Malam yang damai itu menyimpan keindahan tersendiri, dengan kafe yang perlahan hening dan pantai yang tetap setia menyapa setiap langkah yang lewat. Dalam keheningan malam, ada kedamaian yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, meninggalkan kenangan manis bagi siapa pun yang sempat merasakannya.

Tristan dan Karan terlihat mabuk berat, Karan bahkan sudah tertidur dan dengan dibantu oleh pelayan, dia ditidurkan di sofa panjang di cafe tersebut. Sementara Olivia duduk di sudut ruangan dengan secangkir kopi yang sudah lama dingin. Dia sengaja tidak meminum alkohol dengan alasan akan ada shift kerja malam. Matanya terpaku pada sosok Tristan, pria yang selama ini memenuhi pikirannya, meski tahu bahwa perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan.

Tristan duduk sambil memegang gelas bir yang sudah hampir kosong. Wajahnya memerah, matanya agak sayu, tanda bahwa dia sudah terlalu banyak minum. Olivia menghela napas panjang, menahan rasa sakit yang menyesakkan dada. Baginya, Tristan adalah segalanya. Senyumannya, tawanya, bahkan cara dia berbicara selalu membuat jantungnya berdebar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Akira's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang