"Udah makan, hm??"
"Belom."
"Terus?? Beli kostum badut begitu tapi gak makan?? Goblok atau gimana??"
Haechan menggigit bibir bawahnya ketakutan, tatapannya ia lempar ke jendela mobil untuk melihat lingkungan sekitarnya.
"Mas tinggalin kamu kartu tuh buat kamu pake yang berguna, makan, beli baju, bukan malah jadi badut kayak gitu. Mau kamu jadi badut beneran keliling di jalan???"
"Maaf." Cicit Haechan takut disusul hela napas kasar dari Mark.
"Kita pulang dulu,"
Mengangguk, Haechan hanya bisa terdiam sembari memeluk kepala badut beruang di pangkuannya, membiarkan kakaknya membawanya pulang dalam keterdiaman.
Begitu tiba di rumah, Haechan di sambut ayahnya yang menertawakannya. Ya, karena ia masih memakai kostum badutnya.
"Loh, ayah kira ada yang ultah, ternyata adek."
Hanya menunduk, Haechan memilih langsung berlari ke tangga untuk ke kamarnya. Sedikit susah mengingat kostum dan kepala badut beruangnya ia tenteng. Disusul kakaknya yang entah berbicara apa dengan ayahnya di bawah.
Merasa gerah bukan main, Haechan langsung bergegas ke kamar mandi di kamarnya. Membuang asal kostum beruangnya juga pakaiannya di dalam kamar.
Mandi adalah hal yang paling Haechan sukai. Wangi dari sabun, sampo atau pasta gigi sangat membuatnya tenang, belum bermain airnya. Tidak heran Haechan jika sudah mandi akan menghabiskan banyak waktu, di tambah dirinya yang merasa panas dan lengket pasca menjadi badut gadungan.
Haechan menatap pantulan dirinya di cermin, rambutnya yang lepek dan wajahnya yang tampak kusut membuat Haechan terkekeh sedikit. Memilih menyalakan air shower dan membiarkan tubuh telanjangnya di sirami air dingin yang menyejukkan. Haechan mendesah lega disitu, mengabaikan isi pikirannya yang penuh sesaat.
Tok
Tok
Tok
Suara ketukan pelan di pintu kamar mandi terdengar. Haechan pun mematikan air showernya untuk mendengar siapa atau ada apa di luar dari kamar mandinya.
"Cepet, kita berangkat lagi."
Kan, kakaknya itu pemerintah.
Tidak menjawab, Haechan melanjutkan mandinya. Tanpa menikmati tiap wangi atau merasakan derasnya air di punggungnya, karena ia harus bergegas.
Setelah mengeringkan tubuhnya dengan handuk dan mengambil asal baju rumahnya, Haechan keluar dari kamar mandi.
Kosong.
Biasanya Mark menunggunya selama ia mandi, kenapa sekarang tidak ada??
Abai, Haechan berjalan pelan ke lemarinya untuk memilih baju pergi yang akan ia pakai. Sebuah kemeja kotak-kotak kebesaran ia ambil, di jadikannya sebagai luaran. Menutup lemarinya dan menatap pantulan dirinya di kaca.
Tidak buruk, ini sudah bagus. Haechan mengangguk setuju atas isi pikirannya. Namun, mata beruangnya terfokus pada topi hitam yang menggantung di kepala ranjangnya. Sedikit terkekeh, Haechan meraih topi hitam itu dan kembali bercermin.
"Haechan??"
Sedikit terkejut, Haechan dengan segera menjawab. "Iya mas, ini udah." Setelah mengambil ponselnya yang tergeletak di dekat pintu kamar mandi, Haechan pun langsung ke pintu kamarnya, siap untuk pergi.
.
.
.
.
.
."Hari ini ketemu sama calon suami kamu, kamu udah keluar dari sekolah, kamu harus ikut Ujian nasional paket 3 angkatan kakak kelas kamu, nanti mas masukin kamu ke univ, kamu mau S1 atau D3??"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendición
FanfictionHaechan yang terbiasa harus menuruti segala perintah kakaknya, bertemu dengan jodohnya yang mau menuruti segala keinginannya... "Ini semua aneh." Haechan harem, 21++ (BXB, Incest, Seks, Naked, Kekerasan, Kata Kasar.)