28. Bingung

694 75 20
                                    

Haechan memilih mencuci piring, sementara Jeno entah kemana mungkin mandi?

Membereskan didapur walau dengan kebingungan luar biasa, ia tidak pernah berada didapur dan tidak pernah membereskan hal seperti ini, tapi Haechan berusaha sekuat tenaga membersihkan dapur, piring dan menyusunnya seperti semula.

Kakaknya itu benar-benar tidak pernah membiarkan dirinya ke dapur.

"Ini... dimana ya?" Haechan bergumam pelan memikirkan letak gelas yang ia lupa disimpan dimana. Toh ini juga rumahnya Jeno, jadi ia tidak begitu hapal.

"Au deh." Memilih menaruh gelas diatas rak atas wastafel, ya yang penting disimpan rapi bukan?

"Oke, mandi deh." Ucap Haechan setelah memastikan semuanya rapi, ia pun berjalan ke kamarnya dan menemui Jeno yang sudah berada diatas ranjang sembari membaca buku.

Abai, Haechan memilih mandi. Jujur saja ia juga bingung harus bagaimana. Mandi dengan segera dan menyusul suaminya diatas ranjang.

Haechan terdiam di atas ranjang, pun dengan Jeno yang hanya diam fokus membaca buku.

Apa Haechan harus memulai percakapan terlebih dahulu?

Sepertinya iya....

Tangan mungilnya meremas selimut didekatnya, posisinya yang ikut bersandar di kepala ranjang seperti Jeno, ia miringkan untuk menatap suaminya.

"Kak," Panggil Haechan dengan takut.

"Hm?"

Haechan terdiam sebentar, menegakkan duduknya untuk sepenuhnya menghadap suaminya dengan duduk bersila. "Ka-kalo adek mau kuliah, gapapa kan, kak?"

"Terserah."

Dada Haechan berdenyut nyeri disusul kebingungan yang tinggi. Kenapa rasanya ia ingin menangis? Kebingungan ini benar-benar membuat Haechan sakit.

"Eum, kakak, ka-kalo kakak maunya adek gak ku-kuliah, adek gapapa ko-kok, adek nurut..."

"Hm."

Respon Jeno sangat jauh seperti kakaknya. Jika ucapan kakaknya adalah sosok yang mutlak dan mengarahkannya langsung, maka Jeno justru mengambang.

Apa kesimpulannya?

Apa?!

Haechan terdiam bingung, harus bagaimana? Ia harus bagaimana lagi?

Terdiam beberapa detik, Haechan hanya menatap Jeno yang sibuk membaca buku apa itu entahlah. Tapi Haechan bingung bukan main, rasanya ingin menangis karena kebingungan ini.

"Kak..." Panggil Haechan lagi akhirnya. Melihat suaminya yang tidak bereaksi apa-apa membuat kedua matanya memanas, rasanya lebih sakit didiamkan seperti ini dibanding dengan kakaknya yang memukul atau membentaknya.

Haechan menunduk, menyembunyikan tangisan juga segukkannya. Rasanya bingung dan sakit.

"Adek.. minta maaf..." Bisik Haechan dengan sangat pelan, ia mengusap air matanya disusul sebuah tangan yang merengkuhnya dengan lembut. Hal itu membuat Haechan semakin menangis.

Jeno tidak bersuara apapun, tapi ia menepuk-nepuk punggung Haechan dan memposisikan Haechan agar menangis di bahunya. Dan Haechan hanya menuruti.

"A-adek.. adek nurut sama ka-kakak.. adek ga-ga akan nurut sama, ma-mas lagi hiks, adek nurut.. adek bingung... ka-kakak diem teruss heungggg.." Haechan berusaha bicara, karena kata kakak dan gurunya ia harus berkomunikasi kan? Jadi Haechan paksakan untuk berbicara walau tangisannya mengganggu.

Tidak ada respon dari suaminya, membuat Haechan bingung dan semakin menangis. Suaminya hanya mengusap punggungnya.

Ini kenapa sih? Begitu kira kira isi kepala Haechan yang bingung.

RendiciónTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang