Haechan terdiam menatap kakak dan suaminya yang kini sedang berbincang di depan pintu utama apartemen.
Kakaknya hanya mampir sebentar, membawakannya makan malam dan sisa barang yang masih tertinggal. Katanya pergi ke Spanyolnya di percepat. Jadi ingin sekalian berpamitan.
"Mas pergi dulu ya??"
Haechan mendongak, menatap wajah kakaknya yang kini tersenyum sembari menepuk pucuk kepalanya. Entah kenapa, Haechan ingin menangis. Apa karena kakaknya akan pergi keluar negri??
"Yang nurut sama suami, bilang sama suami kamu kalo ada apa-apa."
Mengangguk, Haechan tahu kini matanya sudah berlinang.
"Mau di anter ke bandara ga kak??" Tanya Jeno yang paham akan situasi kakak beradik itu.
"Gak usah, udah ada sekertaris juga yang ikut."
Jeno mengangguk dan merangkul bahu istrinya menguatkan. Mark tampak mengutak atik ponselnya, sepertinya sedang memanggil sekertarisnya untuk menjemput.
"Duluan ya, udah dijemput."
"Ati-ati kak,"
Ucap Jeno namun istrinya hanya terdiam, bahkan kini merengut sedih. Sementara Mark sudah berjalan menjauh dari pintu mereka.
"Kak..."
Jeno menaikkan alismya bertanya, meneliti wajah istrinya yang kini sangat-sangat lucu karena siap menangis. "Apa sayang??" Tanya nya.
"Boleh peluk mas gak??"
Seketika Jeno terkekeh, jadi ingin memeluk kakaknya?? Astaga, pakai acara meminta izin segala. "Boleh lah! Sana kejar."
Begitu mendengar perintah Jeno membuat Haechan langsung berlari mengejar Mark. Jeno mampu mendengar suara parau istrinya yang memanggil Mark yang kini sudah berbelok untuk ke lift. Terkekeh, Jeno ikut menyusul istrinya dengan berjalan santai.
"Mas!!"
Mark yang di panggil segera menengok, ia masih dalam posisi sedang menelpon sekertarisnya dan di sambut pelukkan erat dari adiknya.
Astaga. Padahal adiknya ini sudah ia nikahkan tapi kenapa masih seperti ini??
Mengabaikan sekertarisnya, Mark membalas pelukkan adiknya. Saling berpelukkan erat disusul segukan tangisan dari Haechan.
"Jangan nangis, cuma seminggu kok." Bisik Mark membuat Haechan semakin menangis.
"Ma-mas ati-ati, tadi adek nonton TV kecelakaan kapal, mas harus pake pelampungg."
Mark hanya mengangguk, walau ia sebenarnya ke Spanyol menggunakan pesawat. "Mas bakal pake pelampung."
Haechan mengangguk, wajahnya ia dusalkan pada kemeja putih kakaknya. Usapan pelan di belakang kepalanya membuat Haechan merasa nyaman.
"Udah ah, jangan cengeng, ga ada yang nyuruh kamu jadi cengeng kayak gini." Ujar Mark sembari menjauhkan wajah adiknya dari pelukkannya. Menatap wajah sebam adiknya yang kini sibuk mengatur segukkannya.
"Dah jangan nangis, tuh suami kamu dateng tuh." Mark mengusap air mata Haechan sedikit kasar. Membuat Haechan semakin menjatuhkan air matanya.
"Ck, nangis terus, udah."
Haechan hanya memajukan bibirnya. Walau kakaknya ini galak dan ringan tangan, tapi jika harus berpisah jauh seperti ini...
Ya tidak apa-apa sih sebenarnya.
"Kak, minta oleh-oleh ya??"
Suara Jeno yang meminta oleh-oleh pada kakaknya membuat Haechan malu. Langsung menundukkan wajahnya dan menghapus air matanya sendiri menbuat Mark menjauhkan tangannya dari dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendición
FanfictionHaechan yang terbiasa harus menuruti segala perintah kakaknya, bertemu dengan jodohnya yang mau menuruti segala keinginannya... "Ini semua aneh." Haechan harem, 21++ (BXB, Incest, Seks, Naked, Kekerasan, Kata Kasar.)