Haechan terdiam di atas sofa sudut kamar mereka. Menatap Jeno yang dengan telaten melepas dan memasangkan seprai pasca mereka melakukannya semalam.
Masalah pendarahan tadi, Haechan tidak berani mengatakan hal itu pada suaminya, tapi ia yakin ia masih pendarahan hingga sekarang. Oleh karena itu pun, Haechan memakai 2 lapis celana dalam.
Setelah sarapan dengan Jeno yang menyuapi kini di pangkuannya terdapat satu mangkuk besar jagung kukus yang di beri banyak parutan keju juga susu kental manis. Ah ya, Jasuke namanya. Haechan memakannya dengan perlahan tanpa membuat suara, suatu didikan dari kakaknya karena sang kakak yang tidak suka berisik.
"Suka?? Mau di tambah keju lagi??" Tanya Jeno yang mendekatinya dengan senyuman lembut. Kedua tangannya penuh memeluk selimut juga seprai kotor.
Haechan hanya menggeleng merasa cukup, tidak mau persediaan keju milik Jeno habis karena dirinya. Jeno yang melihat jawabannya pun hanya mengangguk dan pergi dari hadapannya mungkin untuk mencuci seprai dan selimut.
Kembali menyendok jasukenya, Haechan berniat melaporkan soal pendarahan ini pada kakaknya tapi, dimana ponselnya??
Lupa.
Menyuap sesendok penuh jasuke Haechan sedikit menyesap makanan manis itu, menyerap sari-sari manis dari jagung dan susu kental manisnya. Setelahnya ia mengunyah biji jangungnya dengan perlahan.
"Sayang??"
Haechan menengok ke arah pintu utama kamarnya, memunculkan Jeno yang kini menatapnya sembari tersenyum.
"Mau bulan madu gak??"
Pertanyaan Jeno dimana sang suami itu kini ikut duduk di sampingnya sembari menatapnya penuh harapan membuat Haechan menghentikan acara mengunyahnya. "Kemana??" Tanya nya pelan dan kembali menguyah, tatapannya ia lempar ke mangkuk berisi jagung untuk ia pilih-pilih kejunya.
"Hm, terserah, kamu mau kemana??" Tanya Jeno masih dengan ceria, tampak sangat bersemangat.
"Terserah." Jawab Haechan karena tidak mau menyusahkan Jeno, takut jika permintaannya akan membebani Jeno sehingga Jeno akan marah.
"Ih, kok terserah juga sih. Kalo aku, aku mau ke..... Dubai?? Gimana??"
Ukhuk!!
Ujaran Jeno membuat Haechan tersedak karena terkejut, tangannya yang terbebas dari sendok yang ia genggam di gunakan untuk menutup mulutnya yang mungkin saja sisa jagung hasil kunyahannya keluar dengan tidak beretika. Membuat Jeno yang melihat itu langsung menatap Haechan khawatir dan ikut menahan tangannya di depan mulutnya.
"Sebentar, aku ambil minum."
Lalu setelahnya Jeno berlari kencang keluar kamar. Belum sempat Haechan meraih tisu di meja samling sofa, Jeno sudah kembali lagi dengan terbirit-birit. Jeno menyondorkan air putih dimana Haechan segera menerimanya, meminum seperempat air dalam gelas untuk meringankan rasa sakit juga gatal karena tersedak tadi.
"Kamu gapapakan?? Ada yang sakit gak?? Sesak napas??" Tanya Jeno yang ikut duduk lagi di sampingnya dengab satu kaki di timpa agar berhadaoan dengan dirinya lebih leluasa.
"Engga, aman kok." Jawabnya seadanya.
Jeno mengangguk, lalu ia meraih gelasnya agar Haechan tidak kesusahan. Dan Haechan hanya bisa menunduukan kepalanya dengan gunaman 'terima kasih'.
"Gimana, Dubai mau gak?? Atau mau Turki??" Jeno merangkulnya dan sedikit menarik tubuhnya untuk bersandar padanya. Haechan hanya menurut, kembali menyuap jasukenya sembari berpikir.
"Aku mau ke Jepang."
Jeno terdiam. Kenapa istrinya ini malah ingin bulan madu di negara tetangganya?? Kenapa tidak yang jauh sekalian saja??
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendición
FanfictionHaechan yang terbiasa harus menuruti segala perintah kakaknya, bertemu dengan jodohnya yang mau menuruti segala keinginannya... "Ini semua aneh." Haechan harem, 21++ (BXB, Incest, Seks, Naked, Kekerasan, Kata Kasar.)