"Pagi."
Bisikkan berat di telinganya membuat Haechan sedikit terkejut dalam tidurnya. Segera membuka kedua matanya dan di sambut dengan senyuman lucu dari sang suami.
"Kamu udah ga demam lagi." Ujarnya dengan raut juga nada yang sangat bahagia. Tangannya terulur untuk menyentuh dahi dan menyibak rambutnya.
Haechan hanya mengangguk dan membiarkan Jeno melakulan sesukanya karena jujur, ia masih mengantuk.
"Hari ini aku ke kantor, kamu gak mau bangun??"
Ucapan Jeno yang pelan, lembut juga manja itu membuatnya sedikit geli di relung dadanya. Namun, ia pun sadar jika suaminya ini mungkin ingin ia untuk segera melakukan pekerjaannya sebagai istri.
Mengangguk sebagai jawaban, Haechan dengan perlahan bangun dari posisinya. Melirik jam dinding yang terpajang memunjukkan pukul 5 pagi.
Woah, bukan kah ini terlalu pagi??
"Kakak berangkat jam berapa??" Tanya nya dengan suara serak khas bangun tidurnya. Tangannya terangkat hanya untuk menggaruk bahu kirinya dari dalam piyama.
"Berangkat jam 7," Jawab Jeno di akhiri kekehan berat. Memang niatnya Jeno adalah menjahili istrinya dengan harapan Haechan akan marah, apakah akan lucu atau mengerikan saat istrinya ini marah.
Mendengar jawaban Jeno, Haechan pun mengangguk paham. Menyibak selimut di tubuhnya dan mulai menurunkan kedua kakinya dari ranjang lalu berjalan ke arah kamar mandi. Meninggalkan Jeno yang panik juga terkejut sendiri karena di luar ekspetasinya.
Kok malah pergi?? Begitu kira-kira isi pikiran Jeno.
Merasa penasaran, Jeno pun ikut menuruni ranjangnya dan sedikit berlari menuju kamar mandi. Memang dasarnya kamar mandi ini tidak bisa di kunci, dengan perlahan Jeno mendorong pintu kamar mandinya. Mengintip.
Ia melihat Haechan yang sedang menggaruk lengannya tepat di depan cermin besar itu, raut wajah kantuknya sangat terlihat membuat Jeno merasa kasihan tetapi juga gemas.
"Lucu banget." Bisiknya tak bisa menahan rasa gemas.
Lalu setelahnya ia pun kehilangan jangkauan pandang karena Haechan yang pergi untuk masuk ke bilik toilet. Yah, sudah selesai acara mengintipnya.
Menghela napas dengan lesu, Jeno pun kembali ke ranjangnya untuk kembali merebahkan dirinya. Sekalian menunggu istrinya selesai dengan urusan pribadinya.
Sementara itu, Haechan yang masih terkantuk-kantuk hanya bisa bersandar di sisi dinding sembari membuat hajat kecilnya. Rasanya ingin marah pada Jeno tapi jika Jeno marah sepertinya ia yang akan di bunuh. Tidak mau mengambil resiko kekerasan, Haechan hanya bisa menuruti kemauan suaminya, toh juga harus menjadi istri yang penurut.
"Pagi banget, ngapain coba ish!" Bisiknya lirih penuh kekesalan begitu sudah selesai dengan acaranya.
Menekan tombol flush dan menutup miliknya dengan tangan begitu saja. Lalu setelahnya Haechan sedikit berlari untuk ke arah bagian shower, menyalakannya untuk membasuh miliknya dengan air.
Sembari merengut kesal, Haechan menyudahi acaranya. Berjalan ke arah wastafel untuk cuci tangan, sikat gigi dan cuci muka. Tidak lupa mengeringkan wajahnya dengan tisu.
"Kakak mau sarapan apa??" Tanya Haechan begitu keluar dari kamar mandi. Menatap tubuh suaminya yang sedang telengkup di atas ranjang.
"Telor aja."
Suara samar Jeno yang malas itu hanya bisa membuat Haechan menagngguk paham. Berjalan ke arah pintu utama dan ia baru sadar.
Tidak bisa memasak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendición
FanficHaechan yang terbiasa harus menuruti segala perintah kakaknya, bertemu dengan jodohnya yang mau menuruti segala keinginannya... "Ini semua aneh." Haechan harem, 21++ (BXB, Incest, Seks, Naked, Kekerasan, Kata Kasar.)