Haechan berusaha biasa saja, memakan nasi goreng hasil buatan gurunya.
Rasanya enak, telurnya di buat orak-arik yang bercampur dengan nasi tanpa kecap. Tampak tidak berbumbu namun rasanya sangat luar biasa sedap.
Ada butiran hitam lada, potongan kecil wortel, sawi, buncis, kacang polong dan sosis goreng. Juga di tambah sosis yang di goreng berbentuk gurita dan telur mata sapi.
Gurunya ini pintar memasak!
"Di makan, dek."
Ujaran kakaknya membuat Haechan mendongak dan mengangguk sembari mengunyah nasi yang berada di mulutnya.
Ya, tepat saat ia melamun di kamar, kakak dan suaminya kembali disusul masakan sang guru yang ternyata sudah selesai. Jadilah mereka ber 4 makan malam bersama.
Dengan suaminya yang masih tampak dingin membuat Haechan bingung.
Apakah suaminya masih marah?
Apa ia akan dimarahi kakaknya karena suaminya marah?
Atau ia akan dimarahi suami dan kakaknya karena membiarkan gurunya memasak makan malam sendirian?
Haechan hanya bersiap untuk menerima bentakkan, pukulan atau cacian. Karena memang ia salah.
Selamanya salah.
Ia selalu salah.
"Oh iya, tadi saya sama Haechan ada rencana mau main billiard, gimana?" Jaemin membuka suara karena suasana yang sangat kaku juga tidak enak itu membuat Jaemin muak.
Suasana makan malam ini sangat tegang.
"Itu bagus."
Jawaban kakaknya membuat Haechan mendongak menatap kakaknya terkejut. Apa kakaknya memperbolehkannya bermain?
"Gimana, boleh?" Kini Jaemin menatap Jeno yang masih tenang memakan hasil masakannya.
Jeno hanya mengangguk acuh membuat Jaemin tersenyun lebar dan menatap Haechan yang masih terkejut menatap Jeno dan Mark bergantian.
"Ayo, Haechan, besok kita berangkat ya?"
Ujaran gurunya itu terdengar sangat seru, Haechan mendongak dan mengangguk kaku sembari menatap suaminya dan kakaknya kembali. Takut jika tidak diperbolehkan.
"Nanti saya ajarin juga, kalau kalian ada waktu, ayo kita main sama-sama." Lagi, Jaemin dengan senyumannya itu kembali menatap Jeno dan Mark.
Mark mengangguk tapi ia langsung memeriksa ponselnya. Mungkin memeriksa jadwalnya sementara Jeno hanya diam fokus pada makanannya.
Haechan harap kakaknya bisa ikut, karena bagaimanapun ia ingin sekali bermain diluar dengan kakaknya. Jarak umur mereka yang jauh membuat kedekatan mereka sebagai saudara tidak ada.
"Ada yang ganggu pikiran kamu? Hm?" Jaemin menatap Haechan disusul tangannya yang meraih tangan Haechan untuk diusap.
Terdiam, Haechan langsung menunduk dan menggeleng.
Jaemin tersenyum simpul, dan menatap Jeno yang masih fokus memakan nasi gorengnya tanpa minat. Ya, jatuhnya Jeno sedang menghindari orang-orang disekitarnya.
"Jeno,"
Panggilan Jaemin membuat Jeno dan Haechan mendongak menatap Jaemin. Jaemin tahu anak didiknya itu juga menatap kearahnya. "Ajarin istri kamu main billiard, ya?"
Jeno tercenung, ucapan Jaemin menyadarkan kegundahannya. Haechan, istrinya masih berumur remaja, untuk bermain billiard saja belum pernah. Bukan kah ia sangat egois? Kenapa ia harus marah saat istrinya yang masih remaja itu labil dan cenderung menurut pada perintah kakaknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendición
FanfictionHaechan yang terbiasa harus menuruti segala perintah kakaknya, bertemu dengan jodohnya yang mau menuruti segala keinginannya... "Ini semua aneh." Haechan harem, 21++ (BXB, Incest, Seks, Naked, Kekerasan, Kata Kasar.)