19. Motivasi

833 90 11
                                    

"Gimana belajarnya?? Pusing gak?? Udah siap dong buat ujiannya?"

Haechan merengut kesal, rasa nya takut sekali dengan ujian nasional itu. Ia sudah belajar selama 3 minggu lebih dengan Jaemin, itu pun Jaemin sudah sering menggalakkan otaknya.

"Ih, kenapa malah manyun gitu??"

Cup!

Bibirnya di kecup Jeno, dengan segera Haechan menggeserkan duduknya sedikit dan memilih memakan potongan buah pirnya. Sementara itu Jeno terkekeh, tangannya terulur untuk merangkul pinggang ramping Haechan dengan nyaman.

"Lulus, pasti lulus kok sayang. Santai aja, Ujian kayak gitukan lebih gampang dari pada ujian hidup." Jeno sengaja mendekatkan wajahnya pada pipi Haechan, mengendus wangi bayi dengan sedikit wangi dari parfumnya. Mungkin anak ini memakai minyak wanginya.

"Tetep beda, adek kan belajarnya cuma bentar, masa bersaing sama yang udah belajar 3 tahun."

Ujaran manja, rengekan yang mengadu itu membuat Jeno gemas. "Bisa sayang, bisa kok, aku yakin kamu bisaa."

Haechan melengkungkan bibirnya sembari mengunyah, air matanya perlahan membendung di matanya. "Ka-kata Pak Jaemin, adek ga bisa lolos..."

Jeno tertawa mendengar sebutan Jaemin, temannya dengan 'Pak' dari istrinya. Entahlah, masih terasa lucu saja. "Bisa sayang, astaga, Jaemin bercanda doang itu." Jeno semakin mengeratkan pelukkan di pinggang Haechan. "Kalo kamu lulus, kita ke Aokigahara, gimana??"

Haechan memilih menggeleng, mulutnya sudah sibuk dengan mengunyah sisa potongan buah pir. "Ga akan lulus." Bisiknya putus asa.

"Engga, ga boleh gitu! Atau aku marah nih." Jeno berpura-pura marah, bibirnya sengaja di majukan manja berharap Haechan tertawa namun yang ada Haechan langsung menunduk dan bergunam maaf berkali-kali tanpa melihat wajahnya yang sejujurnya ia memasang wajah lucu.

Sepertinya salah mengajak istrinya bercanda??

"Eh, aku bercanda sayang, astaga."

Jeno semakin panik saat ikut menundukkan wajahnya menatap Haechan, anak remaja itu sudah menangis. Tangannya pun terulur untuk menggusap air matanya, tapi justru Haechan semakin menundukkan wajahnya dan membuat pertahan melindungi kepalanya.

Ini benar-benar tidak beres.

"Sayang," Panggil Jeno dengan lirih, apa Haechan korban perundungan??

"Ma-maaf kak, maaf. Adek salah, adek minta maaf." Bisik Haechan sibuk, ia masih mempertahankan posisinya takut jika Jeno akan memukul kepalanya atau menaparnya.

"Engga, aku becanda sayang, astaga kamu lagi stress ya? Yuk mamam es krim aja yuk, jangan nangis dong."

Haechan menggeleng, kedua tangannya yang di paksa Jeno untuk turun dari pertahanannya membuat ia semakin ketakutan. Tapi hanya bisa menurut agar Jeno tidak semakin marah.

Dagunya di raih suaminya, mengajaknya untuk saling bertatapan membuatnya ketakutan untuk membalas tatapan lembut dihadapannya. Haechan hanya takut jika Jeno akan memukulnya di balik tatapan lembut itu.

"Kamu, bisa sayang. Kamu pasti lulus, gak usah takut ya?? Aku berdoa buat kamu, jadi gak perlu kamu ngerasa takut."

Haechan terdiam, matanya terkunci di tatapan lembut milik Jeno. Suaminya ini bagai pangeran, begitu tampan.

"Gimana pun hasilnya nanti, yang penting kamu udah berusaha, yakan? Belajar sama Jaemin, latian soal juga kan tiap malem? Kamu udah berusaha sayang, jadi jangan takut duluan ya??"

Ucapan lembut dan usapan di pipinya menyadarkan Haechan dari kekaguman, membalas tatapan Jeno yang masih menatapnya dengan lembut.

"Menurut kakak, adek bisa??" Tanya Haechan dengan bisikkan ragu. Jeno mengangguk dan mengelus pipinya dengan lembut.

RendiciónTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang